Peranan Umar di Mekah dan hijrahnya ke Medinah
Saat yang terjadi antara islamnya Umar dengan perintah Muhammad kepada sahabat-sahabatnya agar menyusul Ansar ke Yasrib, sudah tentu merupakan saat yang paling penting yang pernah dialami oleh Rasulullah dan agama Allah ini. Adakah juga peranan Umar bin Khattab yang sejalan dengan wataknya yang suka berterus terang dan tegas, dengan rasa harga diri yang tinggi itu? Dalam buku-buku biografi dan buku-buku sejarah tidak banyak yang kita peroleh mengenai hal ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa di masa mudanya, masa sedang perkasa dan sedang kuat-kuatnya Umar memegang peranan yang negatif dalam hal-hal yang dialami oleh Rasulullah dan kaum Muslimin. Sudah tentu ketika itu ia termasuk Muslim yang paling tabah dan sabar dalam menanggung penderitaan, dan yang paling keras memberikan pembelaan sedapat yang dapat dilakukannya dalam menghadapi gangguan kepada Rasulullah dan saudara-saudaranya kaum Muslimin. Tetapi dia juga orang yang sangat meyakini ketertiban dan berusaha sedapat mungkin menaati dan menjaganya. Yang demikian ini sudah menjadi bawaannya sejak masa jahiliah, dan lebih-lebih lagi sesudah dalam Islam.
Kebijakan Rasulullah pada periode yang sedang kita bicarakan sekarang selalu menghindari segala bentuk kekerasan. Tak lebih ia hanya memaafkan setiap perlakuan tidak baik yang ditujukan kepadanya. Ia berdakwah dengan bijaksana, mengajak orang dengan cara-cara yang baik dan berdiskusi dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang semula sangat memusuhinya berubah menjadi seperti sahabat karib. Itulah sikapnya terhadap Kuraisy ketika itu di Mekah dan terhadap Saqif di Ta'if, juga terhadap kabilah-kabilah lain yang diajaknya memasuki pintu cahaya dan bimbingan Allah. Tetapi mereka bersikap sombong dan menolak ajakannya. Ini suatu kebijakan yang tak terdapat dalam ketegasan dan kekuatan Umar seperti ketika ia masuk Islam dan mati-matian melawan kaum musyrik sehingga ia dan kaum Muslimin bersama-sama dengan dia dapat salat di Ka'bah.
Setelah terjadi hijrah, Umar pun ikut hijrah ke Medinah seperti Muslimin yang lain. Dengan diam-diam ditinggalkannya Mekah tanpa setahu penduduknya, kendati ada sebuah sumber yang dihubungkan kepada Ali bin Abi Talib menyebutkan: "Setahu saya semua Muhajirin hijrah dengan sembunyi-sembunyi, kecuali Umar bin Khattab. Sesudah siap akan berangkat hijrah dibawanya pedangnya dan diselempangkannya panahnya dengan menggenggam anak panah di tangan dan sebatang tongkat komando. Ia pergi menuju Ka'bah sementara orangorang Kuraisy di beranda Ka'bah. Umar melakukan tawaf di Ka'bah tujuh kali dengan khusyuk, menuju ke Maqam (Ibrahim) lalu salat. Setelah itu setiap lingkaran orang banyak didatanginya satu persatu seraya berkata kepada mereka: "Wajah-wajah celaka! Allah menista orangorang ini! Barang siapa ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim atau istrinya menjadi janda, temui aku di balik lembah itu." Baik Ibn Hisyam, Ibn Sa'd atau at-Tabari tidak mencatat peristiwa ini. Ibn Hisyam dalam as-Sirah an-Nabawiyah dan Ibn Sa'd dalam at- Tabaqat al-Kubra menyebutkan bahwa Rasulullah mengizinkan orang hijrah meninggalkan Mekah dengan terpencar-pencar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di kalangan Kuraisy, dan Muslimin keluar secara bebas. Yang mempunyai kendaraan dapat bergantian, yang tidak supaya berjalan kaki. Umar bin Khattab berkata: "Saya dan Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan Hisyam bin al-As bin Wa'il sudah berjanji akan keluar diam-diam. Kami berkata, jika di antara kita ada yang terlambat dari waktu yang sudah dijanjikan, berangkatlah dua orang. Saya berangkat bersama Ayyasy bin Abi Rabi'ah; Hisyam bin al-As masih tertahan.
Seperti yang lain dia juga dibujuk oleh Kuraisy. Saya dan Ayyasy meneruskan perjalanan sampai di Quba'." Sesudah itu sumber tersebut menyebutkan bahwa Ayyasy kembali ke Mekah memenuhi permintaan ibunya, dan bahwa di sana ia dimasukkan ke dalam penjara, kemudian dibujuk dan dia pun terbujuk.
Adakah kedua sumber ini saling bertentangan? Atau keduanya dapat disesuaikan, bahwa ia menantang orang-orang musyrik seperti dalam sumber yang dihubungkan kepada Ali bin Abi Talib, kemudian setelah itu menurut sumber Ibn Hisyam dan Ibn Sa'd ia berangkat hijrah dengan diam-diam? Kita lebih cenderung pada pendapat bahwa Umar tidak menantang siapa pun, dan bahwa dia hijrah meninggalkan Mekah diam-diam tanpa diketahui penduduk Mekah. Dia melakukan itu bukan karena lemah atau takut, yang memang tak pernah dikenalnya selama hidupnya, tetapi dia laki-laki yang penuh disiplin. Dia mengikuti jemaah dan meminta yang lain juga mengikuti mereka. Kaum Muslimin semua berangkat hijrah dengan diam-diam. Jadi tidak heran jika Umar juga mengikuti jejak mereka untuk menjaga ketentuan yang berlaku, dan supaya tidak timbul perasaan pada mereka yang pergi diam-diam bahwa keimanan Umar kepada Allah dan Rasul-Nya lebih kuat dari mereka.
Umar sudah sampai di Quba'. Di Banu Amr bin Auf ia bersama keluarganya tinggal pada keluarga Rifa'ah bin Abdul-Munzir. Setelah Rasulullah yang hijrah ditemani Abu Bakr tiba, Umar termasuk yang menyambutnya dan pergi bersama-sama dengan rombongan itu ke Medinah. Seperti Rasulullah dan Muslimin yang lain Umar juga ikut bekerja membangun mesjid dan tempat tinggal Rasulullah. Setelah itu Rasulullah 'alaihis-salam pindah dari rumah Abu Ayyub al-Ansari.
Peristiwa hijrah ke Medinah ini merupakan permulaan zaman baru dan kebijaksanaan baru dalam sejarah Islam dan kaum Muslimin. Kaum Muhajirin yang hijrah dari Mekah berkumpul dengan mereka yang sudah menganut Islam di Medinah. Mereka kini merupakan suatu kekuatan yang dapat mengangkat martabat dan membina kaum Muslimin. Rasulullah menginginkan agar martabat mereka lebih tinggi, persatuan mereka lebih kuat. Dengan menjalin pertalian yang lebih erat antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, maka rasa persatuan dan harga diri mereka itu akan lebih kuat lagi. Oleh karena itu diajaknya mereka saling bersaudara setiap dua orang. Dia sendin mempersaudarakan Ali bin Abi Talib; Hamzah pamannya dipersaudarakan dengan bekas budaknya Zaid bin Harisah; Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zaid; juga setiap orang dari kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan seorang dari Ansar, yang oleh Rasulullah dijadikan hukum saudara sedarah dan senasab. Dalam hal ini Umar bin Khattab dipersaudarakan dengan Utban bin Malik, saudara Banu Salim bin Auf bin Amr bin Auf al-Khazraji.
Cara mempersaudarakan demikian memperkuat kedudukan Muslimin di Medinah, sehingga kaum musyrik dan Yahudi benar-benar memperhitungkan kekuatan mereka. Karena itu kalangan Yahudi tanpa
ragu lagi mengajak damai dengan Rasulullah. Mereka membuat perjanjian dengan Rasulullah yang menjamin adanya kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat serta menghormati kota Medinah, menghormati kehidupan dan harta dan larangan melakukan kejahatan. Persetujuan ini memperlemah kedudukan Aus dan Khazraj yang masih tetap musyrik, dan sekaligus memperkuat kedudukan kaum Muslimin. Kedudukan dan kekuatan yang dicapai Muslimin dalam kehidupan masyarakat di Medinah telah membuka cakrawala bam bagi Umar bin Khattab, yang selama di Mekah tak pernah ada. Dia laki-laki yang penuh disiplin, laki-laki bijaksana yang telah berjuang demi disiplin.
Kaum Muslimin di Mekah merupakan kaum minoritas yang dilindungi oleh keimanan mereka yang kuat kepada Allah dan Rasul-Nya sehingga mereka tidak tergoda dan tidak menjadi lemah, dengan bersikap negatif dalam perlawanan terhadap mereka yang mencoba menggoda agar meninggalkan agama Allah. Perlawanan negatif demikian tidak sesuai dengan watak Umar yang selalu memberontak meluap-luap menantang siapa saja yang mau merintanginya. Untuk itu di Mekah tidak cukup tempat untuk melaksanakan segala kegiatannya sehingga menampakkan hasil. Tetapi dalam kehidupan Muslimin sekarang di Medinah dengan segala disiplinnya yang begitu jelas, bagi Umar sudah tiba saatnya untuk memperlihatkan kepribadiannya dan harus ada pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ada sifat-sifat Umar yang di Mekah dulu tak terlihat sudah mulai tampak: sebagai manusia yang dapat melihat peristiwa sebelum terjadi, dan apa yang terjadi seolah sudah diduganya.