Permusuhannya terhadap Islam
Pada momentum ituiah Allah berkenan, lalu mengutus Muhammad kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan dan agama yang benar. Sesudah ajaran tauhid mulai tersebar ituiah. penduduk Mekah yang begitu fanatik terhadap penyembahan berhala mulai menyiksa kaum duafa yang masuk Islam, dengan tujuan supa\a mereka kembali kepada penyembahan berhala. Sudah tentu Umar bin Khattab laki-laki Mekah yang paling keras menentang dan memerangi ajaran baru ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi pengikutnya.
Ibn Hisyam menuturkan bahwa suatu hari Abu Bakr melihat Umar sedang menghajar seorang budak perempuan supa\a meninggalkan Islam. Demikian rupa ia menghajar hingga ia merasa bosan sendiri karena sudah terlalu banyak ia memukul. Saat ituiah kemudian ia ditinggalkan oleh Umar sambil berkata: Aku memaafkan kau! Kutinggalkan kau hanya karena sudah bosan. Hamba sahaya itu menjawab: Ituiah yang dilakukan Allah kepadamu. Kemudian hamba sahaya itu dibeii oleh Abu Bakr lalu dibebaskan.
Perlawanan Umar terhadap Muhammad dan dakwahnya bukan karena fanatik atau karena tidak mengerti. Kita sudah tahu dia termasuk penduduk Mekah yang paling mantap dan paling banyak pengetahuannya. Dia pun sudah mendengar kata-kata Muhammad yang dipandangnya baik, tetapi sikapnya terhadap dakwah yang baru ini makin menambah sikap keras kepalanya. makin menjadi-jadi ia menyiksa dan menyakiti kaum Muslimin yang jatuh ke tangannya, sehingga mereka benar-benar merasa tersiksa karena tindakannya yang begitu keras kepada mereka. Menurut pendapatnya langkah laki-laki itu hanya akan merusak dan menghancurkan tatanan hidup di Mekah. Dia lebih menyukai Mekah dengan segala tata tertibnya serta penduduknya yang hidup tenang, daripada Muhammad dan dakwahnya yang ternyata memecah belah persatuan Kuraisy dan menginjak-injak kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti akan menambah perpecahan di kalangan Kuraisy dan kedudukan Mekah pun akan makin hina. Jika Kuraisy menghentikan Muhammad hanya sampai pada menentang mereka yang menjadi pengikut-pengikutnya dan berusaha supaya orang-orang yang lemah itu meninggalkan agamanya, jelas hal ini akan menghanyutkan Mekah dan orang-orang Kuraisy ke dalam kehancuran, dan Kuraisy hanya akan menjadi buah bibir semua orang Arab.
Dosa apa gerangan kaum duafa itu sampai disiksa demikian rupa! Semua dosa itu dosa Muhammad dan pesona bahasanya serta kekuatan logikanya. Retorika yang memukau itulah yang mempengaruhi pikiran kaum duafa, kaum yang lemah dan yang lain yang sampai meninggalkan kepercayaan nenek moyang mereka. Kalau Muhammad meninggal hilanglah semua prahara itu dan suasana akan menjadi jernih kembali, tanah suci akan tetap aman dan damai. Terbunuhnya satu orang bukan lagi untuk menyelamatkan satu kabilah tetapi untuk menyelamatkan semua kabilah di Mekah. Mereka akan kembali bersatu dan tata tertib akan stabil.
Tetapi apa yang dikatakan Muhammad itu memang baik. Tidak lebih ia hanya mengulang kembali kata-kata itu dan mengajak orang agar mengikuti dengan cara yang baik pula. Di samping itu, Kuraisy mengenalnya sebagai orang yang belum pernah berdusta. Akan dibunuhkah dia tanpa alasan kecuali hanya karena mengatakan, Allah adalah Tuhanku, dan mengatakan itu karena itulah yang diyakininya dan sudah menjadi keimanannya! Bagaimana caranya membunuh dia atau menghabisi orang itu, padahal dia dari Keluarga Hasyim, dan Keluarga Hasyim akan membelanya.
Di antara mereka yang sudah beriman kepadanya, memenuhi seruannya dan bersama-sama dengan dia adalah orang-orang yang berkedudukan dari kabilah-kabilah terhormat, mereka akan mengadakan pembelaan, seperti Banu Hasyim membela Muhammad. Abu Bakr dan Talhah bin Abdullah dari Banu Taim bin Murrah; Abdur-Rahman bin Auf dan Sa'd bin Abi Waqqas dari Banu Zuhrah; Usman bin Affan dari Banu Abdu-Syams; Abu Ubaidah bin al-Jarrah dari Banu Fihr bin Malik, dan az-Zubair bin al-Awwam dari Banu Asad. Mereka semua orang-orang terpandang dalam kabilah masing-masing dan yang harus mereka lindungi apabila ada pihak yang akan mengganggu mereka. Jika seandainya Umar memerangi mereka dan memerangi Muhammad dan menghasut untuk menyerang mereka, niscaya akan timbul perang saudara di Mekah, hal yang lebih berbahaya terhadap kedudukan mereka daripada terhadap Muhammad dan ajakannya itu.
Bilamana Umar sudah menyendiri, semua pikiran itu berkecamuk dalam hatinya. Apabila ia bertemu dengan masyarakatnya dan melihat perpecahan yang ada pada mereka, kembali keprihatinannya timbul ingin mengembalikan ketenangan Mekah dengan jalan mengikis sumber penyebab perpecahan itu.
Pikiran demikian tetap selalu menggoda hatinya; sampai kemudian Muhammad meminta pengikut-pengikutnya hijrah ke Abisinia, berlindung kepada Allah dengan agama yang mereka yakini. Tetapi, sesudah Umar melihat mereka berpisah dengan keluarga-keluarga dan tanah tumpah darah mereka, timbul rasa kasihan, terasa luka di hati karena perpisahan itu. Baginya ini adalah soal besar. Hatinya memberontak, lama sekali ia memikirkan ingin menghabisi Muhammad dan ajarannya itu. Kalau sudah ia lakukan niatnya itu Kuraisy akan bebas, dewa-dewa di Ka'bah dan semua dewa orang-orang Arab akan berkenan. Kalaupun dia hams menderita akibat perbuatannya itu, akan dia tanggung demi kepentingan Kuraisy dan demi Mekah. Kuraisy adalah keluarganya dan Mekah tanah tumpah darahnya. Penderitaan demi keluarga dan negeri sendiri merupakan langkah terpuji.
Pikiran demikian tetap selalu menggoda hatinya; sampai kemudian Muhammad meminta pengikut-pengikutnya hijrah ke Abisinia, berlindung kepada Allah dengan agama yang mereka yakini. Tetapi, sesudah Umar melihat mereka berpisah dengan keluarga-keluarga dan tanah tumpah darah mereka, timbul rasa kasihan, terasa luka di hati karena perpisahan itu. Baginya ini adalah soal besar. Hatinya memberontak, lama sekali ia memikirkan ingin menghabisi Muhammad dan ajarannya itu. Kalau sudah ia lakukan niatnya itu Kuraisy akan bebas, dewa-dewa di Ka'bah dan semua dewa orang-orang Arab akan berkenan. Kalaupun dia hams menderita akibat perbuatannya itu, akan dia tanggung demi kepentingan Kuraisy dan demi Mekah. Kuraisy adalah keluarganya dan Mekah tanah tumpah darahnya. Penderitaan demi keluarga dan negeri sendiri merupakan langkah terpuji.
Itulah niat yang sudah menjadi keputusannya. Tetapi rupanya dia lupa, bahwa Allah mempunyai kebijaksanaan sendiri terhadap makhluk- Nya, dan kebijaksanaan Yang Mahakuasa sudah menentukan tak dapat dikalahkan oleh akal pikiran dan gejolak hatinya yang selama ini panas membara. Maka ia pun beriman kepada Muhammad untuk kemudian menjadi seorang al-Faruq, menjadi "pemisah," yang namanya akan disebut-sebut orang, dengan penuh penghargaan, dengan penuh rasa hormat sampai akhir zaman.