Tahun berikutnya cepat-cepat Kuraisy mengadakan persiapan untuk melakukan balas dendam terhadap kekalahannya di Badr. Para sahabat menyarankan kepada Rasulullah untuk keluar menyongsong musuh di Uhud, di luar kota Medinah. Rasulullah masuk ke rumahnya, disusul oleh Abu Bakr dan Umar, yang kemudian mengenakan ikat kepala dan baju besinya. Dengan menyandang pedang ia berangkat bersama sahabat-sahabatnya hendak menghadapi musuh: Sampai menjelang tengah hari pasukan Muslimin di pihak yang menang. Tetapi kemudian keadaan berbalik menimpa mereka tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Rasulullah. Mereka turun dari markas mereka di atas bukit, ikut yang lain memperebutkan rampasan perang. Kesempatan ini digunakan oleh Khalid bin Walid memutar pasukan berkuda Kuraisy ke belakang pasukan Muslimin. Kemudian ia berteriak sekeras-kerasnya yang membuat pihak Kuraisy kembali menyerang Muhammad dan sahabat- sahabatnya, yang sedang sibuk mengumpulkan rampasan perang.
Karena serangan Kuraisy itu sekarang pasukan Muslimin menjadi kacau dan barisan centang-perenang, keadaan makin panik dan mereka cerai berai setelah seorang musyrik berteriak: Muhammad sudah terbunuh! Mendengar teriakan itu terbayang oleh pihak Muslimin bahwa mereka dan agama yang mereka imani tidak akan lagi tetap hidup.
Agama ini tetap hidup dan mereka juga tetap hidup karena Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya kemenangan. Sekarang Rasulullah sudah terbunuh di tangan kaum musyrik, dan sahabat-sahabatnya sudah mengalami kekalahan dihajar oleh pihak musyrik! Bahkan tokoh-tokoh Muhajirin dan Ansar pun sudah pasrah dan sudah putus asa. Mereka lalu pergi menyendiri dan duduk-duduk di sisi gunung. Ketika itulah kemudian Anas bin an-Nadr datang ke tempat mereka. Dilihatnya juga ada Umar bin Khattab, Talhah bin Ubaidillah dan beberapa orang lagi kaum Muslimin yang sedang dalam keadaan kacau balau dan putus asa, tak tahu apa yang harus diperbuat. Ketika itu ia berkata kepada mereka:
"Mengapa kamu duduk-duduk di sini?!" Mereka menjawab: "Rasulullah sudah terbunuh." "Untuk apa lagi kita hidup sesudah itu. Bangunlah! Biarlah kita juga mati untuk tujuan yang sama." Sesudah itu ia maju menghadapi musuh. Ia bertempur mati-matian, bertempur tiada taranya.
Ia menemui ajalnya setelah mengalami tujuh puluh pukulan musuh, sehingga ketika itu orang sudah tidak dapat mengenalnya lagi, kalau tidak karena saudara perempuannya yang datang dan dapat mengenalnya
dari ujung jarinya. Tetapi setelah kemudian Muslimin tahu bahwa Rasulullah masih hidup, keimanan mereka kembali menggugah mereka, bahwa Allah akan menolong Rasul-Nya. Abu Bakr, Umar, Ali bin Abi Talib, az- Zubair bin al-Awwam dan yang lain bergegas melindunginya. Mengetahui keadaan ini Khalid bin Walid naik ke atas bukit memimpin pasukan berkuda dengan tujuan menghabisi Muhammad dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi Umar bin Khattab dan beberapa orang lagi dari pihak Muslimin sudah siap menghadapi Khalid dan pasukan berkudanya.
dari ujung jarinya. Tetapi setelah kemudian Muslimin tahu bahwa Rasulullah masih hidup, keimanan mereka kembali menggugah mereka, bahwa Allah akan menolong Rasul-Nya. Abu Bakr, Umar, Ali bin Abi Talib, az- Zubair bin al-Awwam dan yang lain bergegas melindunginya. Mengetahui keadaan ini Khalid bin Walid naik ke atas bukit memimpin pasukan berkuda dengan tujuan menghabisi Muhammad dan orang-orang di sekitarnya. Tetapi Umar bin Khattab dan beberapa orang lagi dari pihak Muslimin sudah siap menghadapi Khalid dan pasukan berkudanya.
Mati-matian mereka mengadakan perlawanan dan melindungi Rasulullah sampai berhasil mengusir mereka mundur. Tujuan Khalid tidak tercapai.
Di atas Sudah kita sebutkan tentang Umar dan apa yang diduganya akan terjadi, seperti soal azan untuk salat, membuktikan bahwa agama telah menyerap ke dalam diri orang kuat ini, sehingga pikirannya hanya tertumpu pada disiplin yang akan membuat agama ini makin kukuh dan tersebar lebih luas. Sikap Umar terhadap tawanan Perang Badr dan wahyu yang kemudian turun memperkuat pendapatnya serta sikapnya menghadapi Khalid bin Walid sebelum menyergap Nabi dan orang-orang di sekitarnya, kedua sikapnya ini sudah menunjukkan bukti yang kuat sekali tentang menyatunya agama Allah ke dalam diri Umar begitu rupa sehingga ia begitu bersemangat dan makin kuat hendak membelanya.
Tidak heran, sejak mudanya hatinya sudah teguh pada apa yang diyakininya, dan orang demikian bersedia menyerahkan hidupnya demi keyakinannya. Kita sudah melihat beberapa posisi Umar di masa jahiliah. Semangatnya atau fanatiknya yang begitu besar terhadap Kuraisy di luar kabilah-kabilah yang lain, juga semangatnya dalam menghadapi dakwah Muhammad, sehingga dia sendiri juga ikut menyiksa kaum Muslimin yang mula-mula. Setelah mendapat hidayah dan Allah membimbing hatinya dengan inaan yang kuat kepada-Nya, ia berdiri tegak di samping agama Allah, membelanya dengan semangat dan cara yang sama seperti ketika memeranginya dulu. Sekarang, setelah Muslimin dapat agama dan Nabinya, dalam membela agama ini Umar mau mengorbankan segalanya, juga mau mengorbankan nyawanya.
Rasa putus asa yang sempat menimpanya dan menimpa Muslimin yang lain tatkala pihak Kuraisy mengatakan Nabi sudah meninggal, menjadi. sebagian rasa semangatnya terhadap agama ini, sehingga rasa sedihnya itu membuatnya lepas dari ketajaman pikirannya. Tetapi setelah diketahuinya bahwa Rasulullah masih hidup, ia tampil menyerahkan seluruh hidupnya demi imannya itu, dan Allah memberi kemenangan kepadanya melawan jenderal jenius yang sangat dibanggakan Kuraisy itu dan telah memberi keuntungan kepada mereka dalam Perang Uhud.
Tetapi iman dan semangat Umar terhadap imannya itu tak dapat menahan kebanggaan dirinya, tak dapat menahan kepercayaannya kepada pendapatnya di depan Rasulullah sendiri. Dalam membanggakan pendapatnya Umar termasuk orang yang paling kuat alasannya di kalangan Muslimin, dan paling menonjol. Memang benar bahwa Muslimin, semuanya tidak mengenal lemah, dan ada yang menyampaikan pendapatnya kepada Rasulullah dan be'rdebat untuk mempertahankan pendapatnya atau mau meyakinkan lawan bicaranya, yang memang sudah menjadi ciri khas orang-orang yang berpendirian kuat di masamasa revolusi, karena dengan itu mereka ingin pendirian yang menjadi cita-citanya mencapai tujuan. Tetapi Umar yang paling berterus terang dan paling berani. Tanpa mengurangi cintanya kepada Rasulullah serta kuatnya iman akan risalahnya, ia mau menyampaikan pendapatnya di depan Rasulullah dan mau mempertahankannya.
Sudah kita lihat sikapnyamengenai tawanan Perang Badr, bagaimana ia meminta izin akan mencabut dua gigi seri Suhail bin Amr sesudah Muslimin menerima tebusan para tawanan itu. Dan kelak kita akan melihat sikap demikian ini dalam persahabatannya dengan Rasulullah dan pada masa pemerintahan Abu Bakr. Kita akan melihat ijtihadnya di masa Rasulullah yang kemudian sebagian dikuatkan oleh Qur'an, di samping ketentuanketentuan hukum dan prinsip-prinsip hasil ijtihadnya yang kita lihat sesudah Rasulullah wafat, yang sampai sekarang tetap menjadi pegangan kaum Muslimin.
Setelah Rasulullah selesai menghadapi perang dengan Banu Mustaliq, ada dua orang dari kalangan Muslimin yang bertengkar mem-perebutkan mata air; yang seorang dari kalangan Muhajirin dan yang seorang lagi dari Ansar. Yang dari Muhajirin berteriak: Saudara-saudara Muhajirin! Dibalas oleh Ansar: Saudara-saudara Ansar! Pada waktu itulah Abdullah bin Ubai bin Salul, pemimpin kaum munafik di Medinah berkata kepada orang-orang di sekitarnya: "Di kota kita ini sudah banyak kaum Muhajirin. Penggabungan kita dengan mereka akan seperti kata peribahasa: 'Seperti membesarkan anak harimau.' Sungguh, kalau kita sudah kembali ke Medinah, orang yang berkuasa akan mengusir orang yang lebih hina." Kata-kata ini disampaikan kepada Rasulullah, yang ketika itu ada Umar bin Khattab. Umar naik pitam dan katanya: Rasulullah, perintahkan kepada Abbad bin Bisyir supaya membunuhnya. Tetapi Rasulullah menjawab: Umar, bagaimana kalau sampai menjadi pembicaraan orang, bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya sendiri. Lalu ia meminta diumumkan supaya kaum Muslimin segera berangkat pada waktu yang tidak biasa mereka lakukan.