Gerakan Abbasiyah sudah berlangsung sejak masa pemerintahan
Umar bin Abdul Azis, khalifah kedelapan Daulah Umayyah. Gerakannya begitu rapi
dan tersembunyi sehingga tidak diketahui pihak Bani Umayyah.
Selain itu, gerakan ini juga didukung oleh kalangan
Syiah. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam melakukan aksinya, para aktivisnya
membawa-bawa nama Bani Hasyim, bukan Bani Abbas. Maka secara tidak langsung
orang-orang Syiah merasa disertakan dalam perjuangan mereka.
Gerakan Abbasiyah mulai muncul di daerah Hamimah
(Yordania), Kufah (Irak), dan Khurasan. Salah satu pendirinya adalah Muhammad
bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Setelah Muhammad bin Ali
wafat, anaknya, Ibrahim menggantikan posisinya.
Pada 125 H, saat pemerintahan Bani Umayyah tengah
mengalami kemunduran, gerakan Abbasiyah semakin gencar. Empat tahun kemudian,
Ibrahim bin Muhammad mendeklarasikan gerakannya di Khurasan melalui panglimanya,
Abu Musim Al-Khurasani. Namun gerakan ini diketahui oleh Marwan bin Muhammad,
khalifah terakhir Bani Umayyah. Ibrahim pun ditangkap dan dipenjara.
Posisi Ibrahim digantikan saudaranya, Abdullah bin
Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Ia lahir pada
108 Hijriyah. Ada juga yang mengatakan 104 Hijriyah. Ibunya bernama Raithah
Al-Hairitsiyah. Karena tekanan dari pihak penguasa, bersama rombongan ia
berangkat ke Kufah secara sembunyi-sembunyi. Pada 3 Rabiul Awwal 132 H, Abdullah
As-Saffah dibaiat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Masjid
Kufah.
Pelantikan Abul Abbas ini mengingatkan kita pada
sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnad-nya. Dari Abu Said
Al-Khudri, Rasulullah Saw bersabda, "Akan muncul pada suatu zaman yang
carut-marut dan penuh dengan petaka, seorang penguasa yang disebut dengan
As-Saffah. Dia suka memberi harta dengan jumlah yang banyak."
Riwayat lain menyebutkan bahwa gelar As-Saffah itu
diberikan orang-orang karena ia terkenal dengan sifat yang tidak mengenal belas
kasihan terhadap Bani Umayyah. Hal itu diakibatkan oleh dendamnya yang begitu
besar, sehingga dengan dinginnya ia membunuh keturunan Bani Umayyah, termasuk
orang-orang yang tidak bersalah dan tidak ikut campur dalam urusan politik
sekalipun. Hal ini juga dilakukan oleh para pengikutnya.
Dalam sebuah peristiwa, Abdullah bin Ali, paman
As-Saffah yang saat itu menjabat gubernur Syria dan Palestina, membantai sekitar
90 orang keluarga Bani Umayyah. Hanya sedikit keturunan Bani Umayyah yang dapat
meloloskan diri.
Berita pembaiatan As-Saffah sampai juga ke telinga
Marwan bin Muhammad. Dia berangkat bersama pasukannya untuk memadamkan
"pemberontakan" As-Saffah. Abdullah bin Ali, paman As-Saffah, bersama pasukannya
menghadapi pasukan Marwan di suatu daerah dekat Mosul. Setelah terjadi
pertempuran sengit, akhirnya pasukan Marwan dapat dikalahkan. Marwan selamat dan
kembali ke Syam. Namun Abdullah terus mengejarnya sehingga dia lari ke Mesir.
Pengejaran dilanjutkan oleh adiknya, Shalih. Akhirnya Marwan berhasil dibunuh di
suatu desa bernama Bushir pada Dzulhijjah 132 H.
Kufah merupakan pusat gerakan Bani Abbas. Di tempat
ini pula As-Saffah dibaiat namun kemudian pada 134 H, ia meninggalkan Kufah
menuju daerah Anbar. Sebuah tempat di pinggiran sungai Eufrat yang dikenal
dengan Hasyimiyah yang dijadikan pusat pemerintahan. Belakangan dibangunlah
sebuah ibukota yang dikenal hingga kini, yaitu Baghdad. Kota inilah yang menjadi
ibukota Daulah Abbasiyah.
As-Saffah tidak terlalu fokus pada masalah-masalah
penaklukan wilayah karena pertempuran di kawasan Turki dan Asia Tengah terus
bergolak. Belum lagi karena kesibukannya dalam upaya konsolidasi internal untuk
menguatkan pilar-pilar negara yang hingga saat itu belum sepenuhnya stabil.
Selain ketegasannya menghabisi lawan politik, As-Saffah terkenal juga dengan
kedermawanan dan ingatannya yang kuat serta keras hati.
Pejabat pemerintah yang bertugas membantu khalifah
sebelumnya hanya dikenal dengan Al-Katib (sekretaris). Pada masa Abbasiyah ini,
mulai muncul istilah Al-Wazir (menteri).
Abul Abbas As-Saffah meninggal pada Dzulhijjah 136 H
karena penyakit yang dideritanya. Ia meninggal dalam usia 33 tahun di kota
Hasyimiyah yang dibangunnya. Sebelum meninggal, ia menunjuk saudaranya, Abu
Ja'far Al-Manshur sebagai pengganti. As-Saffah memangku jabatan khalifah selama
empat tahun.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni