Namanya adalah Ahmad, Abu Al-Qasim bin Azh-Zhahir Biamrillah.
Dalam sejarah, ia dikenal dengan Al-Musta'shim Billah. Ia sekaligus paman dari
Khalifah Al-Musta’shim Billah.
Menurut Syekh Quthbuddin sebagaimana dikutip Imam
As-Suyuthi, Al-Mustanshir dipenjara di Baghdad. Ketika pasukan Tartar menguasai
kota itu, dia dilepaskan dan melarikan diri. Dia berjalan ke perbatasan Irak dan
dan tinggal di sana. Namun menurut Joesoef Sou’yb, ketika pembantaian terjadi,
ia sedang berada di luar Baghdad, sehingga ia selamat dari maut.
Tatkala Azh-Zhahir Baybars menobatkan diri sebagai
sultan, Al-Mustanshir datang bersama sepuluh orang dari Bani Muharisy. Sultan
yang disertai para hakim segera keluar menyambut kedatangannya. Timbul rumor di
Kairo tentang siapa sebenarnya dia. Akhirnya ia menegaskan di depan hakim agung,
Tajuddin bin Al-A’azz. Setelah itu, Al-Mustanshir dilantik sebagai khalifah
(1261-1262 M).
Yang pertama kali membaiatnya sebagai khalifah adalah
Sultan Azh-Zhahir sendiri, disusul Hakim Tajuddin, lalu Syekh Al-Izz bin Abdus
Salam dan disusul pejabat lain secara bergilir sesuai dengan kedudukan
masing-masing. Pembaiatan itu berlangsung pada Rajab 660 H.
Dia diberi gelar sama dengan gelar saudaranya, yakni
Al-Mustanshir Billah. Penduduk menyambut gembira pelantikannya sebagai khalifah.
Setiap Jumat, dia keluar untuk melakukan shalat. Dia sendiri yang naik mimbar
dan berkhutbah di tengah manusia dengan menyebutkan keutamaan Bani Abbas. Tidak
lupa dia juga selalu mendoakan sultan dan kaum Muslimin secara keseluruhan.
Setelah itu dia menjadi imam shalat Jumat.
Al-Mustanshir berencana mengangkat sultan dalam sebuah
upacara yang resmi dan menuliskan pengangkatannya secara formal. Setelah itu
didirikanlah perkemahan di kota Kairo. Pada Senin 4 Sya’ban, Al-Mustanshir
Billah II dan sultan datang ke kemah itu. Hadir dalam kesempatan itu para
pejabat tinggi, para hakim, dan menteri. Saat itulah khalifah mengenakan pakaian
kebesaran untuk sultan dengan tangannya sendiri dan dia kalungkan tanda
kehormatan baginya.
Imam
Adz-Dzahabi berkata, “Tak seorang pun yang menjadi khalifah setelah anak
saudaranya kecuali dia (Al-Mustanshir Billah II) dan Al-Muqtafi.”
Sedangkan penguasa di Halb, Syamsuddin Aqusy juga
mendirikan khilafah dan bergelar Al-Hakim Biamrillah. Dia juga didoakan di
mimbar-mimbar dan namanya ditulis pada uang dirham.
Khalifah Al-Mustanshir Billah II berhasil menaklukkan
Al-Haditsah, lalu Hita. Saat itulah datang pasukan Tartar. Kedua pasukan itu pun
segera terlibat dalam pertempuran sengit. Sebagian kaum Muslimin terbunuh dalam
peperangan tersebut. Sedangkan Khalifah Al-Mustanshir sendiri dihukum pancung.
Ada juga yang mengatakan dia selamat dalam peperangan itu dan melarikan diri.
Penduduk negeri itu tidak memberitahukan ke mana khalifah melarikan
diri.
Peristiwa ini terjadi pada 3 Muharram 661 H. Dengan
demikian, ia menjabat sebagai khalifah hanya dalam jangka waktu kurang dari enam
bulan. Setelah itu Al-Hakim Biamrillah menjadi khalifah yang sebelumnya telah
dilantik pada masa hidupnya di Halb.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni