Akan tetapi kondisi kesehatan beliau yang seperti itu ternyata hanya semu belaka. Beberapa saat kemudian penyakitnya berubah menjadi gawat kembali. Detik-detik terakhir hayatnya tiba dikala beliau berbaring di pangkuan isterinya, Sitti Aisyah r.a. Agak lain dari itu, menurut Imam Ahmad bin Hanbal dalam Masnadnya jilid II, halaman 300, dan menurut At-Thabariy dalam Dzakha'irul'Uqba' halaman 73, beliau wafat di atas pangkuan Imam Ali r.a. Ucapan terakhir yang keluar pada detik kemangkatan beliau ialah "Ar Rafiqul A'laa. minal jannah…"
Ada yang mengatakan beliau wafat pada bagian akhir bulan shafar tahun 11 hijriyah. Ada pula sejarawan yang menyebut permulaan Rabi'ul Awwal sebagai hari wafat beliau. Kaum Syi'ah, misalnya, mengatakan bahwa beliau wafat dua hari terakhir bulan shafar. Tetapi banyak penulis sejarah lainnya mengatakan pada permulaan bulan Rabi'ul Awwal tahun 11 Hijriyah, atau tanggal 8 Juni tahun 632 Masehi.
Tentang hari dan tanggal wafatnya Rasul Allah s.a.w. bukanlah suatu masalah yang perlu dipersoalkan. Yang penting dan yang sangat perlu ditekankan, bahwa pada saat-saat terakhir hayatnya, beliau tidak mengatakan siapa yang akan meneruskan kepemimpinan atas ummatnya. Hal ini di belakang hari akan menjadi titik perbedaan pendapat tentang kepemimpinan ummat di kalangan kaum muslimin.
Rasul Allah s.a.w pulang keharibaan Allah Rabbul'alamin hanya meninggalkan Kitab Allah yang berisi firman-firman-Nya, dan ajaran serta tauladan beliau yang kemudian dikenal sebagai Sunnah Rasul Allah s.a.w. Beliau mangkat meninggalkan Islam sebagai buah risalah suci dalam keadaan lengkap dan sempurna, yang kehadirannya di permukaan bumi akan melahirkan peradaban baru dalam kehidupan manusia.
Nabi Muhammad s.a.w. wafat meninggalkan keluarga dan para sahabat, yang ketangguhan Iman dan kesetiaannya kepada Islam bisa diandalkan untuk menjamin kelestarian agama Allah dan mengembang-luaskan manusia pemeluknya. Kebenaran telah tiba dan kebatilan pasti lenyap. Itulah motto perjuangan ummat Islam yang mau tidak mau harus diperhitungkan oleh kekuatan-kekuatan kuffar di Barat dan kekuatan-kekuatan musyrikin di Timur. Kemangkatan Rasul Allah s.a.w. merupakan peristiwa yang tidak diduga akan secepat itu. Kejadian yang terasa sangat mengejutkan itu, mengakibatkan banyak kaum muslimin terombang-ambing antara percaya dan tidak. Bahkan sahabat terdekat beliau sendiri, yaitu Umar Ibnul Khattab r.a. masih juga tidak mau percaya mendengar berita tentang wafatnya Rasul Allah s.a.w. Hingga saat ia sendiri menyaksikan jenazah suci terbaring di rumah Sitti Aisyah r.a., masih tetap berseru kepada semua orang: "Rasul Allah tidak wafat! Beliau hanya menghilang dan akan kembali lagi!"
Umar Ibnul Khattab r.a. tetap membantah, bahkan mengancam-ancam setiap orang yang mengatakan bahwa Rasul Allah telah wafat. Apa yang diperlihatkan oleh Umar Ibnul Khattab r.a. itu hanya menunjukkan betapa hebatnya goncangan kaum muslimin mendengar berita tentang wafatnya Nabi Muhammad s.a.w.
Seorang sahabat lainnya, Al-Mughirah, berusaha meyakinkan Umar r.a. bahwa Rasul Allah s.a.w. benar-benar wafat. Dengan geram Umar r.a. menuduhnya sebagai pembohong. Umar r.a. menjawab: "Beliau hanya pergi menghadap Allah, sama seperti Musa bin Imran yang menghilang dari tengah-tengah kaumnya selama 40 hari dan akhirnya kembali lagi kepada mereka."
Banyak orang yang dituduh oleh Umar r.a. sebagai munafik, hanya karena memberitakan kemangkatan Rasul Allah s.a:w. Kepada orang-orang yang sedang berkerumun di masjid Nabawi, Umar r.a. meneriakkan ancaman: "Barang siapa berani mengatakan Rasul Allah telah wafat, akan kupotong kaki dan tangannya!" Ancaman Umar r.a. yang seperti itu cukup menambah bingungnya kaum muslimnin yang sedang dirundung duka cita.
Abu Bakar r.a. yang baru saja datang dari Sunh, ketika mendengar Umar r.a. melontarkan kata-kata sekeras itu, berusaha meyakinkan dengan mensitir ayat 144 Surah Ali Imran, yang dalam bahasa Indonesianya: "Muhammad itu tiada lain hanya seorang Rasul, sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau terbunuh kamu berbalik ke belakang? Barangsiapa yang berbalik ke belakang ia tak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberikan balasan kepada orang-orang yang bersyukur." Mendengar itu sadarlah Umar Ibnul Khattab atas kekhilafannya.
Sumber
Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Post a Comment