Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Membangun kota Kufah dan Basrah

0 comments

Membangun kota Kufah dan Basrah

Sa'd segera memanggil Abdullah bin al-Mu'tam dari Mosul dan Qa'qa' bin Amr dari Jalula kemudian mengutus mereka untuk meneliti tempat yang baik buat pemukiman orang-orang Arab seperti digambarkan oleh Amirulmukminin. Umar menanyakan orang-orang di sekitarnya di Medinah siapa orang yang tahu tentang seluk beluk tempat di Irak, adakah yang mengetahui tempat yang ia lukiskan itu. Mereka sependapat bahwa kota Kufah yang di dekat Hirah itulah letak yang terbaik. Kufah kotanya hijau, segar dan sehat, seperti Hirah, terletak di sepanjang Furat, dan tidak jauh dari padang pasir. Sa'd berangkat dari Mada'in ke Kufah dan mencari tempat yang paling tinggi. Di tempat itu ia membangun sebuah mesjid, dan halaman luas di sekitarnya kira-kira sejauh sasaran anak panah dari tengah mesjid, dibiarkan untuk dijadikan pasar bagi orang yang berjual beli. Sesudah mesjid dibangun kemudian dipasang sebuah tenda seluas dua ratus depa dengan tiang-tiang dari pualam yang diambil dari istana-istana Kisra, langit-langitnya menyerupai langit-langit gereja Rumawi. Di sekeliling pekarangan mesjid digali parit supaya orang tidak berebut menyerbu bangunan itu. Seorang ahli bangunan orang Persia membangun sebuah rumah model bangunan Kisra dari batu merah untuk Sa'd yang sekaligus dijadikan baitulmal, berhadapan dengan mesjid dan diberi nama Istana Sa'd. Di sekitar halaman mesjid dibangun pula tempat-tempat tinggal tentara, setiap kabilah memilih tempatnya sendiri kemudian dipasang kemah.

Sesudah keadaan mereka mantap Sa'd menulis laporan kepada Umar dengan mengatakan: "Saya sudah sampai di sebuah tempat di Kufah, terletak di antara daratan Hirah dengan Sungai Furat. Di,tempat ini rerumputan esparto dan tanaman untuk makan ternak tumbuh subur. Saya biarkan pasukan Muslimin memilih tempat ini atau Mada'in. Mereka yang senang tinggal di Mada'in saya biarkan di sana sebagai
tempat pengintaian."


Sekarang mereka sudah betah tinggal di Kufah. Kekuatan mereka pun sudah pulih. Mereka meminta izin kepada Umar akan mendirikan tempat-tempat tinggal dari batang-batang buluh (bambu) yang lebih tahan daripada kemah. Umar mengizinkan dengan suratnya yang mengatakan: 
"Barak tentara lebih penting bagi kalian. Saya tidak ingin menentang kalian." 
Begitu surat Umar dibacakan kepada mereka, segera mereka mendirikan tempat-tempat tinggal dari batang-batang buluh. Tetapi kemudian terjadi kebakaran di tempat itu yang melalap semua tempat tinggal mereka. 

Malam itu mereka sudah tak mempunyai tempat berteduh lagi. Adakah mereka akan mengulang lagi kembali ke kemah? Itu adalah tempat berteduh yang mutlak perlu untuk melindungi orang dari tempat terbuka. Tetapi mereka kini sudah biasa tinggal dalam rumah sehingga mereka tidak tahan lagi tinggal di kemah-kemah.

Mereka mengutus orang kepada Umar untuk menyampaikan berita kebakaran dan sekaligus meminta izin akan mendirikan rumah-rumah dari batu bata. Umar pun mengizinkan dengan mengatakan: "Lakukanlah tetapi jangan ada yang melebihi tiga bilik, dan dalam membangun jangan saling berlomba. Berpeganglah pada kebiasaan, seperti yang sudah ditentukan oleh negara." Sama seperti rumah-rumah yang dibangun di Kufah, sekarang mereka mendirikan demikian. Kedudukan kota ini menyaingi Hirah, sehingga ibu kota Banu Lakhm itu mirip sebuah desa yang berdiri di samping kota yang dalam beberapa tahun kemudian telah menjadi sebuah ibu kota penting dalam sejarah Islam.

Sekarang Sa'd sudah menetap di Kufah. Di gedung itu ditambah sebuah pintu ke pelampang, karena keributan orang di pasar mengganggu pembicaraan. Ada orang yang menuduh bahwa Sa'd memerintahkan kepada ahli bangunannya: Redamlah suara itu dari tempatku.

Berita ini sampai juga kepada Umar, dan orang menamakan rumah itu Istana Sa'd. Umar menugaskan Muhammad bin Maslamah ke Kufah dengan pesan: Pergilah ke istana itu dan bakarlah pintunya, kemudian kembalikanlah seperti yang semula." Sesampainya di Kufah Ibn Maslamah menyampaikan berita itu kepada Sa'd. la meminta Ibn Maslamah datang, tetapi ia menolak masuk ke dalam gedung itu. Sa'd datang menemuinya dan menawarkan bantuan nafkah kepadanya, tetapi ditolak dan hanya menyodorkan surat Umar yang isinya: "Saya mendapat berita bahwa Anda telah membangun sebuah istana yang sekaligus dijadikan benteng dan diberi nama Istana Sa'd, dan jarak antara Anda dengan rakyat dipasang pintu. Itu bukanlah istana Anda, tetapi itulah istana celaka. Pindahlah ke rumah yang di sebelah baitulmal dan tutuplah, dan janganlah ada pintu ke istana yang akan merintangi orang masuk dan menghilangkan hak-hak mereka, dan sesuaikan tempat pertemuanmu dengan jalan keluar dari rumah Anda."

Sesudah membaca isi surat itu Sa'd bersumpah bahwa ia tak pernah melakukan seperti yang katakan itu. Ibn Maslamah dapat menerima kebenaran sumpahnya. Ia kembali pulang dan menyampaikan semua berita itu kepada Umar. "Mengapa tidak Anda terima dari Sa'd?!" tanya Umar. "Kalau Anda setuju tentu Anda tulis atau mengizinkan saya melakukan itu." Dalam hal ini Umar menjawab: "Orang yang paling sempurna pendapatnya, kalau tak ada suatu pesan yang dibawanya ia akan mengambil keputusan sendiri atau memberikan pendapatnya tanpa harus mengelak." Tetapi Amirulmukminin dapat memaafkan Sa'd dan membenarkan tindakannya itu.

Kota Basrah dibangun bersamaan waktunya dengan dibangunnya kota Kufah di dekat Ubullah di Delta Furat-Tigris yang bersambung ke Teluk Persia. Kejadian ini dalam tahun 18 Hijri, tahun keempat pemerintahan Umar. Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa Basrah dibangun sebelum Kufah, kendati bangunan-bangunan rumahnya baru dibuat dengan bata setelah rumah-rumah di Kufah. Al-Balazuri menyebutkan bahwa Utbah bin Gazwan menyerbu Ubullah dalam tahun ke-14 Hijri, yang sesudah dibebaskan ia menulis kepada Umar: Untuk pasukan Muslimin perlu ada tempat tinggal untuk musim dingin, dan dapat menernpatinya usai perang. Dalam jawabannya Khalifah berkata:
Kalau sahabat-sahabat Anda setuju di satu tempat, tetapi dekat dengan mata air dan tempat penggembalaan, laporkanlah kepada saya suasananya.

Umar cukup puas dengan letak Basrah itu ketika Utbah melukiskannya. Orang berdatangan -ke tempat itu dan membangun tempat-tempat tinggal dari buluh, dan Utbah membangun sebuah mesjid juga dari batang buluh. Kalau pasukan itu berperang mereka mencabuti bambu-bambu itu lalu diikat. Bilamana kelak kembali dari medan perang mereka bangun kembali. Karena kebakaran yang dulu pernah melalap Kufah, Umar mengizinkan penduduk Basrah membangun dari batu bata seperti yang kemudian dilakukan oleh pihak Kufah. Kota Basrah setelah itu menjadi pelabuhan Irak ke Teluk Persia. Tempattempat tinggal di sana dibangun dari batu dan didirikan pula sebuah mesjid yang termasuk mesjid paling megah. Pengaruhnya dalam sejarah Islam kemudian sama dengan Kufah dulu.

Sementara kita sedang menulis sejarah di masa Umar kita tidak bermaksud melampauinya dengan menyebut perkembangan kedua kota itu kemudian hari. Cukup kita singgung saja bahwa kedua kota ini telah mewariskan berbagai aliran atau mazhab dalam sejarah, bahasa, sastra, fikih dan peradaban Islam, yang pengaruhnya masih terasa sampai sekarang. Dalam hal ini kedua kota itu berlomba, seperti juga halnya dalam mengarahkan roda politik negara secara umum, dan khususnya di Irak. Kedua kota itu pada masa Umar mulai memantapkan kedudukan nya masing-masing. Hal ini wajar saja mengingat Kufah merupakan ibu
kota Irak dan Basrah pelabuhannya yang pertama. Penduduk Semenanjung Arab seperti sudah disebutkan di atas memonopoli kedua kota itu; penduduk daerah Yaman dan sekitarnya di selatan memilih Kufah, kalangan Medinah dan penduduk bagian utara ke Basrah. Perpindahan ini dalam perang dengan Persia kemudian hari baik sekali pengaruhnya.

Sesudah kedua kota itu dibangun sumber penghasilan mana yang menjadi tumpuan hidup mereka. Sudah lama seluruh Irak dalam keadaan tenang sebelum angkatan bersenjata Muslimin harus berperang lagi menghadapi Yazdigird dan pasukannya di Persia, dan berhasil memperoleh rampasan perang. Orang-orang Arab tidak biasa bertani dalam arti menggantungkan pekerjaannya pada tanah pertanian Irak. Adakah mereka lalu memeras jerih payah para petani itu seperti yang dilakukan dulu oleh para pejabat Persia?
Jawaban atas pertanyaan ini akan terasa mengganggu sehubungan dengan soal Kufah dan Basrah serta penduduknya yang menggantungkan hidupnya kepada kedua kota itu. Sama halnya dengan angkatan bersenjata Muslimin di Mada'in, Jalula, Tikrit, Mosul dan tempat-tempat lain di seluruh Irak, yang juga menggantungkan hidupnya ke daerah-daerah itu. Di atas sudah kita sebutkan bahwa Umar menjalankan kebijakan politiknya seperti yang sudah dijalankan oleh Abu Bakr sebelumnya. Dipesankannya kepada para perwira dan anggota-anggota pasukannya untuk tidak mengganggu para petani, dan supaya berlaku adil terhadap semua penduduk- sehingga mereka merasa benar-benar aman di bawah pemerintahan Muslimin, kharaj atau jizyah yang diberlakukan oleh pejabat Muslim tidak boleh memberatkan. Sesudah Jalula dibebaskan Sa'd menulis kepada Umar mengenai nasib para petani itu.

Di antara mereka ada yang lari, tetapi ada juga yang tinggal. Mereka yang sudah melarikan diri sekitar 130.000 orang dari sekitar 30.000 kepala keluarga. Dalam jawabannya Umar mengatakan: "Biarkan para petani seperti dalam keadaan mereka, kecuali yang ikut memerangi atau menyeberang kepada musuh. Perlakukan mereka seperti terhadap petani- petani lain sebelum itu. Kalau saya sudah menulis kepada Anda mengenai suatu masyarakat teruskanlah begitu. Adapun yang di luar para petani cara mengatur rampasan perangnya yakni pembebasannya terserah kepada kalian. Barang siapa dari yang ikut berperang meninggalkan tanahnya, maka itu untuk kalian. Kalau kalian ajak mereka dan kalian menerima jizyah dan kalian kembalikan kepada mereka sebelum pembagian, biarkanlah begitu, dan yang tidak kalian panggil,
maka rampasan perang yang sudah ditentukan Allah itu untuk kalian."

Semua perintah Umar itu oleh Sa'd dilaksanakan. Para petani dikembalikan ke tempat mereka, dan yang masih berkepala batu dipanggil, dan yang kembali dikenakan kharaj dan mendapat perlindungan. Segala yang menjadi milik Kisra dan para keluarga Istana serta pejabat-pejabat tinggi dan yang lain bersama mereka tetapi masih keras kepala, disita. Dari harta yang disita ini banyak yang dibagikan kepada penduduk
yang berada di antara gunung Persia dengan perbatasan Arab.

Harta yang disita oleh Sa'd ditahan tak boleh dijual, juga semua kemudahan (fasilitas) untuk kepentingan umum tak boleh dijual, seperti benteng, saluran air, segala sarana-sarana penghubung dan yang berhubungan dengan rumah-rumah ibadah kaum Majusi. Akibat pelaksanaan kebijakan ini maka semua tanah tetap di tangan kaum petani dan mereka dianggap kaum zimmi,2 baik yang tinggal di tanahnya selama masa perang atau yang lari karena ketakutan kemudian kembali lagi sesudah perang. Tanah yang sudah dikuasai dikembalikan kepada petani atau yang bukan petani yang ikut berperang, kemudian mereka dipanggil oleh Sa'd dan dianggap kaum zimmi yang tanahnya belum dibagikan kepada pasukan Muslimin. Adapun tanah-tanah milik para kisra (raja-raja), anggota keluarganya, kaum ningrat dan para pejabat yang ikut berperang, menjadi milik negara, tak boleh diperjualbelikan, sementara petani-petani Irak boleh menggarapnya atas dasar sewa yang dibayar untuk perbendaharaan negara. Undang-undang itu berlaku atas tanah-tanah yang sudah dikuasai uhtuk rumah-rumah ibadah kaum Majusi. Mengenai segala kemudahan untuk kepentingan umum seperti saluran air dan segala sarana penghubung sudah dijadikan milik umum.

Larangan diperjualbelikan tetap berlaku atas kemanfaatan yang sudah ditentukan untuk itu. Ketentuan ini telah menyebabkan rnelimpahnya pemasukan ke dalam kas negara dari berbagai sumber dari kharaj, jizyah dan sewa tanah milik negara. Dari sumber inilah segala anggaran dikeluarkan untuk pasukan dan keluarganya di Kufah, Basrah serta keperluan persenjataan Iainnya. Anggota-anggota pasukan itu sebenarnya mengharapkan sekiranya tanah di Sawad itu dibagikan kepada mereka dan menjadi milik pribadi dan ahli warisnya di kemudian hari. Pemberian yang sudah begitu melimpah diberikan kepada mereka itu tidak membuat mereka enggan untuk menyampaikan keinginannya kepada kalangan eksekutif. Tetapi permintaan mereka oleh Umar ditolak dengan inengatakan: 
"Kalau kalian tidak akan saling tinju tentu saya berikan." 
Sejak semula Umar memang sudah menolak memberikan pembagian tanah kepada anggota pasukan, supaya mereka tidak mendiami daerah pertanian dan membiasakan diri hidup menetap dan akan membuat mereka bermalas-malas jika ada mobilisasi, sementara negara masih memerlukan tenaga dan semangat mereka, dan memerlukan angkatan bersenjata yang sepenuhnya harus selalu siap. Bagaimana Amirulmukminin akan merasa tenang melihat anggota pasukannya mau hidup menetap padahal pihak Persia besok akan kembali datang untuk membalas dendam, dan mereka sudah menghasut Irak seperti yang mereka lakukan dulu! Biarlah tanah Kisra itu menjadi milik negara yang akan digarap oleh para petani penduduk Irak. Biarlah pasukan Musiimin itu tinggal di barak-barak siap memenuhi setiap panggilan untuk menghadapi perang.

Pemberian kepada penduduk Kufah dan Basrah jumlahnya sama seperti yang diberikan kepada prajurit-prajurit. Bahkan pemberian ini telah menambah banyaknya para penetap di kedua kota itu sehingga penduduk di sana hidup nyaman dan berkecukupan. Sungguhpun begitu penduduk Basrah masih merasa iri terhadap penduduk Kufah karena letak kota mereka serta rezeki yang melimpah kepada mereka. Umar bin Khattab bertanya kepada sebuah delegasi yang datang menemuinya dari Basrah sehubungan dengan keperluan mereka. Ahnaf bin Qais yang datang bersama mereka berkata: "Amirulmukminin, rezeki memang di tangan Allah. Saudara-saudara kami yang tinggal di kota-kota menempati rumah-rumah orang dahulu, yang letaknya di sekitar air tawar dan kebun-kebun rimbun, sedang kami tinggal di tanah rawa yang asin dan lembab, rumput pun tak dapat tumbuh. Dari arah timur, laut asin dan dari arah barat padang pasir tandus. 

Pertanian dan peternakan tak ada di tempat kami. Segala keperluan dan makanan kami seperti keluar dari kerongkongan burung unta. Laki-laki yang lemah mencari air tawar dari jarak dua farsakh,1 dan untuk keperluan yang sama seorang perempuan pergi dengan mengikat anaknya dengan tambang seperti mengikat kambing, karena khawatir diserang musuh atau dimakan binatang buas. Kalau keadaan kami tidak diangkat dari kesengsaraan dan kemiskinan kami, kami akan seperti mereka yang sudah punah." Setelah itu pemberian kepada mereka oleh Umar ditambah, dan dengan memerintahkan wakilnya di Kufah ketika itu
Abu Musa al-Asy'ari untuk dibuatkan sungai yang airnya disalurkan dari Sungai Tigris sejauh tiga farsakh di sebelah utara.

Dengan demikian kaum Muslimin di Irak hidup makmur yang tak ada taranya di Semenanjung itu. Di samping kemakmurannya itu mereka hidup terhormat sebagai pihak pembebas yang telah membawa kemenangan. Mereka tinggal dalam keadaan demikian selama beberapa tahun. Mereka tidak lagi memikirkan akan menaklukkan Persia atau berusaha mengadakan pembebasan baru. Cukup dengan menangkis Hormuzan jika ia mencoba menyerang bagian tenggara dari arah Basrah. Soalnya, karena Umar tetap dengan pendapatnya, bahwa cukup sampai Irak saja dan perbatasannya hams dipertahankan. Itu sebabnya ia menolak keinginan pasukannya yang sudah memukul mundur Hormuzan untuk mengejar terus sampai ke dalam negerinya. Ia memerintahkan mereka untuk mengadakan gencatan senjata dengan syarat-syarat yang sudah berulang kali dilanggar oleh Hormuzan. Orang ini ditawan lalu dikirimkan kepada Umar di Medinah. Rasanya bukan tempatnya di sini menguraikan lebih terinci apa yang telah diperbuat Hormuzan terhadap pasukan Muslimin dan perlakuan mereka terhadapnya. Tak lama lagi sesudah ini kita akan kembali ke soal ini.

 Penulis :Muhammad Husain Haekal

Download Film Umar Bin Khattab 30 Episode Gratis!!!!
Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved