Dalam situasi tidak menentu, kaum pemberontak dan penduduk Madinah berpendapat, bahwa hanya salah seorang di antara 5 orang sahabat dekat Rasul Allah s.a.w. yang patut dibai'at sebagai Khalifah pengganti. Mereka itu ialah yang dulu bersama-sama Utsman bin Affan r.a. pernah dicalonkan oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. sebelum wafatnya. Namun dari yang 5 orang itu, hanya 4 orang saja yang masih hidup. Abdurrahman bin A'uf sudah tiada. Tragedi pembunuhan Khalifah Utsman r.a. sangat menggoncangkan dan memilukan Sa'ad bin Abi Waqqash. Karena sebelum itu, Khalifah Umar r.a. juga mati terbunuh, sungguhpun pembunuhnya bukan seorang muslim (tetapi majusi) dan terjadinya bukan akibat konflik politik di antara sesama kaum muslimin. Oleh karena itu Sa'ad bin Abi Waqqash mengambil keputusan untuk menjauhkan diri sama sekali dari kegiatan politik kenegaraan dan kemasyarakatan. Ia tidak mau melibatkan diri atau dilibatkan dalam proses pembai'atan seorang Khalifah baru. Dengan demikian dari 4 orang sahabat Nabi Muhammad s.a.w. yang masih hidup, kini hanya tinggal 3 orang saja yang dapat dicalonkan.
Jalan mennuju terbai'atnya Khalifah ke 4 ternyata tidak selicin seperti yang diperkirakan orang. Dalam proses permulaan saja sudah menghadapi kesukaran berat. Karena ketiga orang calon tersebut sudah tidak ada yang bersedia dibai'at sebagai Khalifah. Usaha pendekatan yang dilakukan oleh kaum muslimin yang memberontak terhadap Khalifah Utsman r.a. sukar diterima oleh tiga orang sahabat Rasul Allah s.a.w. itu. Kemacetan berlangsung selama 8 hari. Sedangkan kaum muslimin, baik yang tinggal di kota Madinah maupun yang di daerah-daerah, cemas-cemas gelisah menantikan adanya pimpinan yang baru.
Tragedi pembunuhan kejam terhadap Khalifah Utsman r.a., dikuasainya ibukota oleh kaum pemberontak, macetnya pemilihan Khalifah baru, semuanya merupakan kerawanan yang amat berbahaya. Pasukan-pasukan muslimin yang sedang bertugas di luar daerah dengan gelisah menunggu adanya instruksi-instruksi baru. Jika krisis itu berlarut-larut, mereka sangat khawatir kalau-kalau musuh Islam akan memanfaatkan krisis kepemimpinan itu sebagai peluang yang baik untuk melancarkan serangan-serangan.
Di Mesir, seorang Kepala Daerah yang tidak disukai oleh penduduk dan dituntut pemberhentiannya (Abdullah bin Abi Sarah) masih tetap berkuasa. bersama dengan itu, seorang Kepala Daerah yang terkenal cakap dan erat hubungannya dengan Khalifah Utsman r.a., yakni Muawiyah, hanya sibuk dalam kegiatan meningkatkan kedudukannya.
Kaum pemberontak menyadari, tanpa kerjasama dan bantuan aktif kaum Muhajirin dan Anshar, mereka tidak akan berhasil menentukan pengganti Khalifah Utsman r.a. Setelah mengadakan pembahasan secara mendalam tentang situasi gawat yang akan timbul akibat tidak adanya pemerintahan pusat, dan dengan dukungan kaum Muhajirin dan Anshar, para sahabat Rasul Allah s.a.w., sepakat untuk secepat mungkin mengadakan pemilihan seorang calon, yang akan dibai'at sebagai Khalifah baru. Calon itu ialah Imam Ali r.a.
Sumber
Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Post a Comment