1. Ketika seseorang meninggalkan kewajiban ibadah puasa, maka ada konsekuensi yang harus dikerjakan. Konskuensi itu merupakan resiko yang harus ditanggung karena meninggalkan kewajiban puasa yangtelah ditetapkan.
Adapun bentuknya, ada beberapa bentuk, yaitu qada` (mengganti puasa di hari lain), membayar fidyah (memberi makan fakir miskin) dan membayar kaffarah (denda).
Masing-masing bentuk itu harus dikerjakan sesuai dengan alasan tidak puasanya.
1. Qadha`
Qadha` adalah berpuasa di hari lain di luar bulan Ramadhan sebagai pengganti dari tidak berpuasa pada bulan itu. Yang wajib mengganti (mengqadha`) puasa dihari lain adalah :
a. Wanita yang mendapatkan haidh dan nifas.
Mereka diharamkan menjalankan puasa pada saat mendapat haidh dan nifas. Karena itu wajib menggantinya di hari lain
b. Orang sakit termasuk yang dibolehkan untuk tidak berpuasa Ramadhan. Karena itu apabila telah sehat kembali, maka wjaib menggantinya di hari lain setelah dia sehat.
c. Wanita yang menyusui dan hamil karena alasan kekhawatiran pada diri sendiri. Mereka dibolehkan
tidak berpuasa karena dapat digolongkan sebagai orang sakit
d. Bepergian (musafir). Orang yang bepergian mendapat keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi
harus mengganti di hari lain ketika tidak dalam perjalanan.
e. Orang yang batal puasanya karena suatu sebab seperti muntah, keluar mani secara sengaja, makan
minum tidak sengaja dan semua yangmembatalkan puasa. Tapi bila makan dan minum karena lupa,
tidak membatalkan puasa sehingga tidak wajib mengqadha`nya.
2. Bagaimana hukumnya bila Ramadhan telah tiba sementara masih punya hutang qadha` puasa
Ramadhan tahun lalu ?
Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Sebagian fuqoha seperi Imam Malik, Imam as-Syafi`i dan Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan bahwa harus mengqadha` setelah Ramadhan dan membayar kaffarah (denda). Perlu diperhatikan meski disebut dengan lafal ‘kaffarah’, tapi pengertiannya adalah membayar fidyah, bukan kaffarah dalam bentuk membebaskan budak, puasa 2 bulan atau memberi 60 fakir miskin. Ini dijelaskan dalam Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
Dasar pendapat mereka adalah qiyas, yaitu mengqiyaskan orang yang meinggalkan kewajiban mengqadha` puasa hingga Ramadhan berikutnya tanpa uzur syar`i seperti orang yang menyengaja tidak puasa di bulan Ramadhan. Karena itu wajib mengqadha` serta membayar kaffarah (bentuknya Fidyah). Sebagian lagi mengatakan bahwa cukup mengqadha` saja tanpa membayar kaffarah. Pendapat ini didukung oleh Mazhab Hanafi, Al-Hasan Al-Bashri dan Ibrahim An-Nakha`i. Menurut mereka tidak boleh mengqiyas seperti yang dilakukan oleh pendukung pendapat di atas. Jadi tidak perlu membayar kaffarah dan cukup mengqadha` saja. Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in,
Sumber :
Buku : Fiqih Puasa
pengarang : Ahmad Sarwat
Post a Comment