Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Umar bin khattab Mendampingi nabi ( Umar dan istri-istri Nabi )

0 comments

Umar dan istri-istri Nabi

Masih ada peranan Umar yang lain dengan Nabi yang menyangkut hubungan pribadi, yang mungkin tidak akan diketahuinya kalau tidak karena Hafsah sebagai salah seorang Ummul-mu'minin. Suatu ketika istri-istri Nabi mengutus Zainab binti Jahsy kepadanya yang ketika itu sedang di rumah Aisyah — mengatakan terus terang bahwa Nabi memperlakukan mereka tidak adil, dan karena cintanya kepada Aisyah mereka merasa dirugikan. Setelah Maria melahirkan Ibrahim besar sekali cinta Rasulullah kepada bayinya ini. Hal ini dinyatakan oleh Hafsah dan Aisyah, diikuti oleh istri-istrinya yang lain, sehingga Nabi bermaksud meninggalkan mereka dan mengancam akan menceraikan mereka. Disebutkan dalam Sahih dari Ibn Abbas bahwa ia bertanya kepada Umar, siapa dari dua istri Nabi yang menunjukkan perasaan demikian itu. Hafsah dan Aisyah, jawab Umar. Kemudian katanya lagi:
"Ya, sungguh di zaman jahiliah dulu, perempuan-perempuan tidak kami hargai. Baru setelah Allah memberikan ketentuan tentang mereka dan memberikan pula hak kepada mereka." Dan katanya lagi: "Ketika saya sedang dalam suatu urusan tiba-tiba istri saya berkata: 'Coba Anda berbuat begini atau begitu. Jawab saya, 'Ada urusan apa Anda di sini, dan perlu apa dengan urusan saya.' Dia pun membalas, 'Aneh sekali Anda ini, Umar. Anda tidak mau ditentang, padahal putri kita menentang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam sehingga ia gusar sepanjang hari. Kata Umar selanjutnya: "Saya ambil mantelku, saya pergi keluar menemui Hafsah. 'Anakku', kata saya kepadanya. 'Anda menentang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam sampai ia merasa gusar sepanjang hari?! Hafsah menjawab: 'Memang kami menentangnya.' 'Anda harus tahu', kata saya. 'Kuperingatkan Anda jangan teperdaya. Orang telah terpesona oleh kecantikannya sendiri dan mengira cinta Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam hanya karenanya.'

Kemudian saya pergi menemui Umm Salamah, karena kami masih berkerabat. Hal ini saya bicarakan dengan dia. Kata Umm Salamah kepada saya: 'Aneh sekali Anda ini, Umar! Anda sudah ikut campur dalam segala hal, sampai-sampai mau mencampuri urusan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam dengan rumah tangganya!' Kata Umar lagi: 'Kata-katanya mempengaruhi saya sehingga tidak jadi saya melakukan apa yang sudah saya rencanakan. Saya pun pergi. Ada seorang kawan dari Ansar yang suka membawa berita kepada saya jika saya tidak hadir, kalau dia yang tidak hadir saya yang membawakan berita buat dia. Kami sedang dalam keadaan cemas karena konon salah seorang raja Gassan akan menuju ke tempat kami. Sementara kami sedang gelisah demikian, tiba-tiba temanku orang Ansar itu datang mengetuk pintu seraya berkata: Buka, buka. Orang Gassan itu datang?! tanya saya. Bukan, katanya. Lebih penting dari itu. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggalkan semua istrinya. Karena tunduk kepada Hafsah dan Aisyah! Saya ambil pakaianku dan saya pergi hendak menemuinya. Saya lihat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam di Masyrabah yang dinaikinya dengan anak tangga dari batang kurma yang berlekuk-lekuk. Pelayan Rasulullah orang hitam itu di atas anak tangga. Kata saya kepadanya: Katakair ada Umar bin Khattab.
Saya pun diizinkan masuk. Kata Umar selanjutnya: Maka saya ceritakan kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam peristiwa itu. Sesudah sampai pada cerita tentang Umm Salamah ia tersenyum."
Dalam sebuah sumber disebutkan bahwa Nabi meninggalkan istriistrinya sebulan penuh. Sesudah cukup satu bulan, ketika itu Muslimin yang sedang berada dalam Masjid sedang menekur dalam suasana kesedihan; mereka berkata: Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam menceraikan istri-istrinya. Ketika itulah Umar pergi hendak menemui Rasulullah Sallallahu 'alalhi wa sallam di Masyrabah. la memanggil Rabah pembantunya supaya memintakan izin, tetapi Rabah tidak menjawab. la mengulangi permintaannya. Sesudah untuk kedua kalinya Rabah tidak memberikan jawaban, dengan suara lebih keras Umar berkata: "Rabah, mintakan saya izin kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam saya kira dia sudah menduga kedatangan saya ini ada hubungannya dengan Hafsah. Sungguh, kalau dia menyuruh saya memenggal leher Hafsah, akan saya penggal lehernya." Sekali ini Nabi memberi izin dan Umar pun masuk. Tak lama kemudian kata Umar: "Rasulullah, apa yang menyebabkan Anda tersinggung karena para istri itu. Kalau mereka Anda ceraikan, niscaya Tuhan di samping Anda, demikian juga para malaikat — Jibril dan Mikail—juga saya, Abu Bakr, dan semua orang beriman berada di pihak Anda." la terus bicara dengan Nabi sehingga bayangan kemarahan di wajahnya berangsur hilang dan ia pun tertawa.
Disebutkan bahwa Umar telah menemui istri-istri Nabi sesudah mereka ditinggalkan oleh Nabi dan berkata kepada mereka: "Kalau kamu tidak mau mengubah sikap kamu Allah akan menggantikan kamu dengan yang lebih baik dari kamu semua." Salah seorang dari mereka menjawab: "Umar, Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam tak pernah menceramahi istri-istrinya, mengapa Anda yang berceramah! Dalam hal ini firman Allah turun: "Allah telah mewajibkan kepada kamu (hai manusia), melepaskan sumpah kamu (dalam beberapa hal); dan Allah Pelindung kamu, dan Dia Mahatahu, Mahabijaksana. Tatkala Nabi secara rahasia menyampaikan suatu berita kepada salah seorang istrinya, maka kemudian ia (istrinya) membocorkannya (kepada yang lain), dan Allah memberitahukan hal itu kepadanya (Nabi), ia memberitahukan sebagian dan menyembunyikan yang sebagian. Maka setelah ia memberitahukan hal demikian kepadanya (istrinya) ia berkata, "Siapa yang mengatakan ini kepadamu?" (Nabi) berkata, "Yang memberitahukan Yang Mahatahu, Maha Mengenal (segalanya)." Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, hatimu memang sudah cenderung; tetapi jika kamu saling membantu menentangnya, sungguh Allah Pelindungnya, juga Jibril dan orang yang saleh di antara orang-orang beriman — dan sesudah itu, para malaikat akan melindungi(nya). Kir any a Tuhannya, jika ia
menceraikan kamu (semua), memberinya ganti istri-istri yang lebih baik dari kamu, —perempuan-perempuan yang patuh menyerahkan kehendak, yang beriman, yang patuh, yang bertobat, yang beribadah, yang mengembara (karena iman) dan yang berpuasa, yang pernah bersuami, yang perawan." (Qur'an, 66:2-5). 

Sesudah ayat-ayat turun Rasulullah kembali kepada istri-istrinya yang sudah bertobat. Semua sejarawan mencatat peristiwa ini, yakni bahwa wahyu itu memperkuat pendapat Umar. Menurut Sahih Umar berkata: "Tuhan menyetujui pendapat saya dalam tiga hal. Kata saya: Rasulullah, kita jadikan Maqam Ibrahim tempat salat Kata saya: Rasulullah, sebaiknya istri-istri Anda itu mengenakan hijab, sebab yang berbicara kepada mereka ada orang yang baik, ada yang jahat." Maka turun ayat hijab. Tatkala istri-istri Nabi Sallallahu 'alaihi wa sallam berkumpul karena perasaan cemburu, saya berkata kepada mereka: Kalau kamu diceraikan mudah-mudahan Tuhan memberi ganti dengan istri-istri yang lebih baik, maka turun ayat ini." Barangkali turunnya wahyu sesuai dengan pendapat Umar dalam peristiwa-peristiwa itu, itu pula sampai Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Allah telah menempatkan kebenaran di lidah dan di hati Umar," atau ia katanya: "Allah telah menentukan kebenaran di lidah Umar apa yang dikatakannya."
Dari sekian banyak peristiwa yang dialami Umar, dari para tawanan Badr, Abdullah bin Ubai, Perjanjian Hudaibiah, ketentuan minuman keras sampai kepada masalah istri-istri Nabi merupakan bukti yang cukup menonjol dan mengungkapkan sebagian kepribadian Umar, yang makin lama terasa makin jelas. Dengan segala keberaniannya, keterusterangannya dan kepribadiannya yang begitu menonjol dan segala yang sudah kita sebutkan di atas, bukanlah semua itu yang menjadi tujuan kita, juga bukan dengan pendapatnya yang tepat dan pengetahuannya yang luas yang kita inginkan, tetapi yang menjadi tujuan kita dengan semua peristiwa itu hanya untuk menunjukkan betapa besar perhatiannya terhadap segala kepentingan umum yang dihadapinya serta politik bangsanya yang banyak mendapat perhatian itu. Ia mengurus semua persoalan dan pekerjaan itu dengan disiplin yang tinggi. Segi ini padanya memang lebih menonjol dari yang lain. Itu sebabnya Nabi menyebut dia sebagai wazirnya. Dan bilamana bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya ia menempatkan pendapat Umar sama dengan pendapat yang dikemukakan Abu Bakr, orang pilihan dan sahabat Rasulullah.
Penghargaan kepada Umar di mata semua Muslimin sudah begitu tinggi, padahal dalam banyak peristiwa Nabi sering menentang pendapatnya karena sikap Umar yang begitu bersikukuh sudah melampaui sikap keteguhan hati. Karenanya tidak bertemu dengan sifat-sifat Rasulullah yang mempunyai keteguhan hati dan bijaksana, mempunyai kemampuan dan sifat pemaaf.
Sesudah Muslimin berangkat akan membebaskan Mekah, Abbas bin Abdul-Muttalib keluar. Maka dilihatnya pasukan dan kekuatan kemenakannya itu, dan Kuraisy tak akan lagi mampu menandinginya.
Juga Abu Sufyan bin Harb keluar dalam satu regu hendak mencari-cari berita. Sementara Abu Sufyan berbicara dengan kawan-kawannya Abbas sudah mengenal suaranya. Maka katanya: "Hai Abu Sufyan, Rasulullah berada di tengah-tengah rombongan itu. Apa jadinya Kuraisy jika ia memasuki Mekah dengan kekerasan!" Abu Sufyan menukas: "Apa yang harus kita perbuat! Kupertaruhkan ibu-bapaku." Ketika itu Abbas di atas seekor bagal putih kepunyaan Nabi. Dinaikkannya ia di belakangnya, sedang teman-temannya disuruhnya kembali ke Mekah dan Abu Sufyan diajaknya ke tempat Nabi. Melihat bagal itu dan mengetahui ada Abu Sufyan, sadar dia bahwa Abbas mau melindunginya. Maka cepat-cepat Umar menuju ke kemah Nabi dan ia meminta izin akan memenggal leher Abu Sufyan.

Tetapi Abbas berkata: "Rasulullah, saya sudah melindunginya." Sekarang terjadi perdebatan sengit antara Umar dengan Abbas mengenai Abu Sufyan. Rasulullah menangguhkan perkara itu sampai besok.

Keesokan harinya Abu Sufyan sudah menerima Islam setelah terjadi dialog dengan Rasulullah. Nabi memberikan kehormatan kepada Abu Sufyan dengan mengatakan: "Barang siapa datang ke rumah Abu Sufyan, ia akan selamat, barang siapa menutup pintu rumahnya ia akan selamat dan barang siapa masuk ke dalam Masjid ia juga akan selamat." Umar pergi dengan hati kesal karena Abu Sufyan selamat.
Sesudah kemudian Mekah membuka pintu, baru dia tahu pentingnya perintah Rasulullah, seperti soal Abdullah bin Ubai dulu, bahwa perintah Rasulullah lebih besar artinya daripada perintahnya. Tetapi kegigihan dan keterusterangannya serta sikapnya sering menentang pendapat Nabi seperti yang sudah saya sebutkan, tak pernah mengurangi kedudukan Umar yang tetap terhormat. Soalnya karena apa yang dilihatnya dan disampaikannya itu benar-benar keluar dari hati yang ikhlas. Bagi orang yang ikhlas memang patut sekali kita hormati, kendati pendapatnya tidak kita terima. Bagaimana pendapat kita kalau apa yang dikatakannya itu dalam banyak hal memang benar. Lalu bagaimana pendapat kita kalau kita berbeda pendapat kemudian kita lihat pendapatnya itu yang benar dan kita menerima pendapatnya. Ketika Nabi mengutus Abu Hurairah agar memberitahukan bahwa barang siapa mengucapkan kalimat syahadat tiada tuhan selain Allah — dengan sungguh-sungguh dari hati, ia akan masuk surga. Setelah hal itu didengar oleh Umar, dengan keras ia mau mengoreksi Rasulullah, dan langsung ia mengikutinya akan menanyakan kembali kepada Rasulullah, benarkah ia telah mengutus Abu Hurairah dengan pengumuman berita itu. Sesudah oleh Rasulullah dibenarkan, Umar berkata: Jangan lakukan itu! Saya khawatir orang hanya akan berpegang pada itu; biarlah orang mewujudkannya dengan amal perbuatan. Pendapatnya oleh Rasulullah diterima.

Saat sakit Rasulullah yang terakhir terasa sudah makin berat, ia memberi isyarat kepada beberapa pemuka Muslimin yang ada di sekelilingnya dalam rumah ketika itu dengan mengatakan: "Bawakan dawat dan lembaran, akan saya minta tuliskan surat buat kamu sekalian, supaya sesudah itu kamu tidak lagi akan sesat." Ada sebagian mereka yang menentang, dipelopori oleh Umar dengan mengatakan:
"Rasulullah sudah dalam keadaan sakit. Pada kita sudah ada Qur'an, sudah cukup Kitabullah buat kita." Melihat perselisihan pendapat itu Nabi berkata: "Pergilah kamu sekalian! Tidak patut kamu berselisih di hadapan Nabi." Penulisan tidak jadi. Barangkali ia lebih banyak terkesan oleh pendapat Umar daripada pendapat yang lain, karena diketahuinya benar kejujuran dan keikhlasannya serta keterusterangannya dalam menyampaikan pendapat.

Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved