Gejala demikian itulah pada waktu itu di negeri-negeri Arab yang memperkuat argumen sebagian Orientalis, dengan perbedaan tingkat kehidupan yang jarang terdapat persamaannya dengan negeri-negeri lain, dengan segala akibatnya yang telah menimbulkan pelbagai permusuhan yang tak pernah pula reda sepanjang sejarah. Kehidupan kota dan kehidupan pedalaman di kawasan ini berdampingan demikian rupa secara mencolok sekali. Adanya perbedaan kota-pedalaman di daerah-daerah semacam itulah yang menyebabkan persatuan golongan tidak mudah dicapai. Di samping itu, kehidupan pedalaman yang mau tunduk kepada seorang penguasa seperti di kota, merupakan hal yang mustahil atau hampir mustahil. Kebebasan pribadi seorang badui di pedalaman tak dapat ditukar dengan apa pun, demikian juga kabilah di pedalaman menganggap kebebasannya adalah kehidupannya. Setiap unsur yang akan mengurangi kebebasan itu dipandang sebagai suatu permusuhan yang harus dicegah.
Inilah dan segala yang berhubungan dengan inilah penyebab yang telah menimbulkan permusuhan bebuyutan sepanjang sejarah antara Yaman dengan penduduk daerah utara.
Kalangan Orientalis dengan pendapatnya itu mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Abu Bakr. Islam adalah agama tauhid dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama? Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak.
Di sadur dari buku : Abu Bakar