Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

ABU UBAID DAN MUSANNA DI IRAK ( Kemenangan pasukan Muslimin )

0 comments

Kemenangan pasukan Muslimin

Pasukan Persia sudah tak dapat lagi menahan kekuatan itu. Mereka sudah porak poranda dan berbalik mundur melarikan diri hendak menyeberangi jembatan. Melihat mereka sudah berantakan demikian Musanna cepat-cepat mendahului mereka ke jembatan dan mereka dihalau kembali dari jembatan. Mereka makin kacau-balau. Satu regu naik ke pantai sungai dan yang lain menggempur mereka. Barisan berkuda Muslimin kini mengepung mereka yang sedang kacau dan ketika itulah mereka digempur habis-habisan. Demikian rupa pasukan Persia itu dalam ketakutan, sehingga seorang prajurit dari pasukan Muslimin dapat membunuh beberapa orang dari mereka tanpa ada yang mampu balik membunuh, sehingga peristiwa di Buwaib ini dinamai "Peristiwa Puluhan," karena setiap satu orang dari seratus orang pasukan Muslimin dapat membunuh sepuluh orang anggota pasukan Persia. Titik kelemahan musuh terus diikuti dan dihujani dengan pukulan-pukulan mematikan sampai malam.

Paginya mereka terus dikejar lagi sampai malam. Oleh karena itu nyawa melayang di medan perang Buwaib ini lebih banyak daripada di tempat mana pun. Anggota pasukan Persia yang terbunuh sudah mencapai seratus ribu, mayatnya tergeletak di medan pertempuran sampai busuk dan hanya meninggalkan timbunan tulang belulang, sampai selama bertahun-tahun tanpa dikuburkan. Baru kemudian tertimbun oleh tanah setelah dibangunnya kota Kufah. Kemenangan pasukan Muslimin di Buwaib ini meyakinkan sekali.

Kecintaan anggota pasukan Muslimin yang serentak kepada Musanna menjadi salah satu penyebab kemenangan itu, bahkan itulah penyebab utamanya. Mereka sudah menyaksikan ia terjun ke dalam pertempuran dengan gagah berani dan penuh keyakinan. Yang lain pun mengikutinya bertempur habis-habisan. Maka Allah telah memberi pertolongan kepada mereka. Mereka yang dulu pernah lari dari Per-tempuran Jembatan, sekarang bertempur mati-matian tanpa pedulikan maut untuk menebus kekalahan yang dulu tercoreng di kening mereka.


Sementara Musanna sedang mengatur barisan untuk menghadapi pertempuran dilihatnya ada yang maju keluar dari barisan hendak menyerbu pasukan Persia, tetapi oleh Musanna ia diketuk dengan tombak sambil berkata: "Jangan meninggalkan tempatmu! Jika datang lawanmu di medan perang, bantulah kawanmu dan jangan mempertaruhkan diri." 
Orang itu menjawab: "Saya memang pantas untuk itu." Kemudian ia kembali ke tempatnya dalam barisan. Para perwira dan prajurit-prajurit yang lain memang mempunyai peranan luar biasa yang patut dibanggakan. Tatkala pertempuran sedang sengit-sengitnya, Mas'ud bin Harisah saudara Musanna menyerbu ke tengah-tengah medan. Dia jatuh terkapar dan teman-temannya merasa sudah tak berdaya sebelum pihak Persia dapat dikalahkan. Hal ini dilihatnya saat ia sudah dalam sekarat. "Saudara-saudara Bakr bin Wa'il!" katanya. "Angkatlah bendera kalian, semoga Allah mengangkat kalian! Kejatuhanku ini jangan sampai membuat kalian kehilangan semangat!" Sebelum ia terkena itu ia pernah befkata kepada mereka: ."Hati kalian jangan cemas hanya karena melihat saya sudah terkena sasaran. Tentara itu datang dan pergi. Pertahankanlah garis barisan kalian. Manfaatkanlah kemampuan mereka yang di belakang kalian." Juga Anas bin Hilal an-Namiri orang Nasrani itu, bertempur sampai ia menemui ajalnya. Seorang budak Nasrani Banu Taglab datang menyerang Mehran dan berhasil membunuhnya kemudian merampas kudanya. Ia lalu pergi sambil berdendang:
"Saya budak Taglabi. Saya yang membunuh pemimpin Persia."
Sesudah Musanna dapat mengejar pasukan Persia di jembatan dan dapat mencegah mereka menyeberang, Arfajah bin Harsamah menggiring satu regu pasukan berkuda Persia sampai ke Furat. Setelah mereka merasa terjepit mereka mengadakan perlawanan dan menyerang Arfajah dan anak buahnya. Maka terjadilah lagi pertempuran sengit, tetapi berhasil mereka dilumpuhkan. Salah seorang dari mereka berkata kepada Arfajah: "Bawalah benderamu mundur ke belakang!" Tetapi Arfajah menjawab: "Siapa yang paling berani dari kalian, majulah!''
Lalu diserangnya mereka, dan mereka lari ke arah Furat. Tetapi tak seorang pun yang sampai ke sana dalam keadaan hidup. Dari pihak Muslimin yang luka-luka dan terbunuh juga tidak sedikit, termasuk dari Banu Namir, Banu Taglab dan dari kabilah-kabilah Arab yang lain di Irak. Sungguhpun begitu, kemenangan telah memahkotai mereka, dan nama-nama mereka tercatat kekal dalam sejarah. Dalam pandangan Tuhan mereka tetap hidup.

Setelah pertempuran pun usai, Musanna merangkul Mas'ud, saudaranya, dan Anas bin Hilal orang Nasrani itu dengan perasaan amat sedih, tanpa membedakan agama kedua orang itu. Pasukan Muslimin yang gugur disalatkan oleh Musanna, kemudian katanya: "Sungguh kesedihan saya terasa sudah lebih ringan karena mereka telah menyaksikan Pertempuran Buwaib. Mereka pemberani, sabar dan tabah, tak kenal putus asa dan tak pernah mundur. Mati syahid adalah suatu penebusan dosa."

Petang itu selesai pertempuran pasukan Muslimin duduk-duduk dengan perasaan gembira. Musanna berkata: "Saya sudah berperang melawan orang-orang Arab dan bukan Arab di masa jahiliah dan Islam. Seratus orang Arab di masa jahiliah dulu bagi saya lebih berat daripada seribu orang Arab sekarang, dan seratus orang Arab sekarang bagi saya lebih berat daripada seribu orang bukan Arab. Allah telah melumpuhkan kekuatan mereka, membuat tipu daya mereka menjadi tak berdaya.

Janganlah kalian gentar melihat segala gemerlapan mereka itu. Tak ada kesulitan yang tak dapat diatasi. Mereka seperti binatang, jika sudah terdesak atau kehilangan arah, ke mana pun kamu bawa mereka akan ikut." Di antara mereka ada yang bercerita bagaimana Musanna merebut jembatan itu dari pasukan Persia, yang mengakibatkan hancurnya mereka. Tetapi Musanna tidak membiarkan orang itu meneruskan ceritanya dengan membantah bahwa itu adalah hasil kerjanya dan ia menyatakan penyesalannya dengan mengatakan: "Saya benar-benar tidak berhasil, tetapi Allah masih melindungi saya dari bencana dengan mendahului mereka ke jembatan sehingga saya dapat mempersulit gerak mereka. Saya tidak akan kembali dan kalian jangan kembali dan jangan meneladani saya. Saudara-saudara, itu adalah langkah saya yang salah. Tidak seharusnya orang mengganggu siapa pun kecuali orang yang sudah tidak dapat menahan diri."

Kata-kata yang keluar dari mulut seorang panglima yang menang perang besar ini telah menghapus arang yang tercoreng di kening pasukan Muslimin karena peristiwa di jembatan itu, membuktikan tentang keberanian Musanna dan keterusterangannya memvonis dirinya sendiri sama dengan keberaniannya memimpin pertempuran dahsyat dan menerjunkan diri ke dalamnya. Kalau dia seorang yang senang membangga-banggakan diri dan dimabuk pujian, tentu ia tak akan mengeluarkan kata-kata itu. Dia melihat pasukan Persia yang berbalik dari jembatan itu membunuhi pasukan Muslimin dan mati-matian ingin
membalas dendam. la merasa sedih sekali atas kematian beberapa orang prajuritnya, dan menyesali perbuatannya, dan barangkali sejauh apa yang berlaku karena tindakan musuhnya yang mati-matian sehingga
kemenangan berbalik ke pihaknya. Di samping itu, ia berani menyatakan kesalahannya, supaya yang lain tidak mengalami seperti dia.

Dalam Perang Buwaib itu pasukan Muslimin mendapat rampasan perang yang tidak sedikit, terdiri dari sapi, kambing dan tepung terigu, yang kemudian dikirimkan di tangan orang-orang yang datang dari Medinah
kepada keluarga-keluarga yang ditinggalkan di perbatasan Semenanjung Arab, dan kepada keluarga-keluarga yang tinggal di Hirah yang sudah lebih dulu ke Irak sebelum terjadi Perang Buwaib dan pertempuran di jembatan. Perempuan-perempuan yang tinggal di perbatasan Semenanjung itu melihat kedatangan kafilah berkuda yang membawa perbekalan mereka kira ada serangan musuh. Di depan anak-anak mereka segera bersiap-siap dengan batu dan tiang-tiang. Tetapi Amr bin Abdul-Masih yang bersama kafilah itu berkata: "Istri-istri pasukan ini seharusnya demikian." Kaum lelaki itu meminta jaminan keamanan dari perempuan-perempuan itu dan membawakan kabar gembira kepada mereka tentang kemenangan dan menyerahkan segala yang dibawa kepada mereka, dengan mengatakan: "Inilah rampasan perang pertama."

Musanna mengeluarkan perintah kepada para perwira dan anak buahnya. Mereka berangkat melalui Sawad hingga sampai ke Sabat, yang dari Mada'in sudah terlihat. Pasukan Persia di depan berlarian lintang pukang. Pada gilirannya Musanna pun berangkat mengadakan serangan ke Khanafis dan Anbar pada hari pasar kedua kota itu. Di kedua tempat ini pasukannya mendapat rampasan yang tidak sedikit pula. Pasukan Muslimin sekarang sudah sampai di Tigris dan mengadakan serangan ke desa Bagdad sampai ke Tikrit. Setiap serangan itu mereka membunuh pasukan tentara, menawan keluarga mereka dan mengambil harta yang ada sehingga tak terhitung banyaknya. Dengan demikian barulah seluruh Irak mau tunduk sekali lagi. Hasil rampasan itu oleh Musanna dibagi-bagikan, dan penduduk negeri lebih diutamakan daripada semua kabilah. Seperempatnya diberikan untuk daerah Bajilah sesuai dengan pesan Umar, dan yang tiga perempat dikirimkan kepada Amirulmukminin di Medinah.

Keadaan di bawah Musanna sekarang sudah stabil kembali seperti pada masa Khalid bin Walid. Kaum Muslimin yang tersebar di Sawad Irak juga ikut menikmati hasil rampasan perang itu. Selama tinggal di Hirah yang dipikirkan Musanna siapa saja dari anggota pasukan Muslimin yang gugur dalam pertempuran sengit itu, serta cara-cara untuk memperkuat pasukannya dengan orang yang akan menggantikannya.

Barangkali belum perlu meminta bala bantuan cepat-cepat. Pihak Persia sudah dalam ketakutan setelah malapetaka yang menimpa mereka di Buwaib, sehingga ia membayangkan bahwa sesudah itu mereka tak akan mampu lagi mengadakan perlawanan. Malah akibatnya, perselisihan mereka di Mada'in akan makin keras, yang akan mengakibatkan pula berkecamuknya pemberontakan di seluruh Persia.

Mereka akan makin lemah dan organisasi mereka pun akan goyan. Baik kita tinggalkan dulu Musanna memikirkan posisinya yang sekarang, dan kita sendiri memikirkan tanda-tanda (indikasi) apa akibat
yang dibawa oleh Perang Buwaib terhadap sejarah. Dalam perang ini terdapat beberapa tanda. Kita melihat kaum Nasrani Arab penduduk Irak berada dalam barisan Muslimin, bersama-sama memerangi pasukan Persia, dengan semangat yang sama seperti semangat Muslimin. Kita menyaksikan Musanna berkata kepada Anas bin Hilal an-Namiri: "Anda orang Arab sekalipun tak seagama dengan kami. Kalau-Anda melihat saya sudah menyerang Mehran, ikutlah menyerang bersama saya." Kemudian kata-kata yang sama dikatakannya juga kepada Ibn Mirda al-Fihri dari Banu Taglib. Bukankah ini sudah memastikan bahwa perang di Irak itu bukan perang salib, juga bukan perang Islam, karena bukan dibangkitkan oleh agama, melainkan oleh keinginan orang-orang Arab membebaskan golongannya dari kekuasaan asing yang sudah berabad-abad menjajah mereka, dan supaya masyarakat Arab mempunyai kesatuan politik, bagaimanapun, posisinya? Saya rasa soalnya memang sudah jelas, tak perlu diragukan lagi. Segala pertimbangan yang membangkitkan perang di Irak sama dengan di Syam. Bahwa perang itu untuk menyebarkan Islam tak pernah terlintas, baik dalam pikiran Abu Bakr ataupun Umar. Pikiran yang ada pada mereka hanya supaya dakwah Islam bebas tanpa ada rintangan apa pun. Jadi jelas, bahwa ajakan kepada Islam dengan kekuatan senjata tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dan tidak pula dibenarkan oleh Qur'an.

Rasulullah dan para penggantinya selalu ingat firman Allah: Ajaklah mereka ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan pesan yang baik; dan berbantahlah dengan mereka dengan cara yang lebih baik. (Qur'an,
16: 125). 
Dan firman-Nya lagi: Tolaklah (kejahatan) dengan yang lebih baik; maka akan ternyata permusuhan yang ada antara Anda dengan dia akan menjadi seperti teman dekat. 
(Qur'an, 41: 34).

Islam tersebar sejalan dengan meluasnya daerah-daerah yang dibebaskan, sebab penduduk daerah-daerah itu melihat dasar-dasar agama yang benar ini, maka mereka sangat mengagumi, sangat menghormatinya, lalu mereka pun menganutnya, kadang dengan pembuktian dan pemikiran, kadang dengan melihat orang-orang yang datang dengan segala cara yang menakjubkan dalam usaha pembebasan dan cara menjalankan kekuasaan. Kalau dengan alasan itu dapat dibenarkan mengaitkan tersebarnya Islam dengan perluasan daerah-daerah yang dibebaskan itu, maka tidaklah benar untuk mengatakan bahwa tujuan pembebasan itu untuk menyebarkan Islam dengan kekuatan pedang.

Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved