Kemampuan ayah, tak selamanya menurun pada sang
anak. Jika Muhammad I—Khalifah Kelima Daulah Umayyah di Andalusia—mampu mempertahankan kekuasaan hingga 34
tahun lamanya, membangun negeri dan memperluas wilayahnya, maka tidak demikian
dengan putranya, Mundzir. Sang anak yang naik tahta menggantikan ayahnya ini
hanya mampu mengendalikan pemerintahannya tak sampai dua tahun.
Hal ini bukan karena kemampuannya sendiri, tetapi keadaan yang memang kacau sepeninggal ayahnya. Ia diangkat pada 273 H. Masa pemerintahannya bersamaan dengan Raja Alfonso III dari kerajaan Austria-Leon dan Khalifah Al-Mu’tamid dari Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Ketika Khalifah Muhamad meninggal, pemimpin beberapa wilayah berniat melepaskan diri. Di antaranya Ghalib bin Umar. Dia adalah putar Umar bin Hafishan. Ia berasal dari wilayah Maraga, bagian selatan Spanyol. Umar bin Hafishan pernah mengumumkan diri sebagai penguasa wilayah Aragon.
Hal ini bukan karena kemampuannya sendiri, tetapi keadaan yang memang kacau sepeninggal ayahnya. Ia diangkat pada 273 H. Masa pemerintahannya bersamaan dengan Raja Alfonso III dari kerajaan Austria-Leon dan Khalifah Al-Mu’tamid dari Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Ketika Khalifah Muhamad meninggal, pemimpin beberapa wilayah berniat melepaskan diri. Di antaranya Ghalib bin Umar. Dia adalah putar Umar bin Hafishan. Ia berasal dari wilayah Maraga, bagian selatan Spanyol. Umar bin Hafishan pernah mengumumkan diri sebagai penguasa wilayah Aragon.
Pada sebuah
pertempuran, ia tewas memprtahankan benteng dan kota Saragossa. Putranya, Ghalib
bin Umar, terpaksa mengundurkan diri dan bersembunyi di daerah pegunungan
Pyreneen.
Dalam bentangan
sejarah, Ghalib bin Umar dikenal sebgai tokoh perkasa yang disegani lawan. Ia
juga cukup disegani, oleh Raja Alfonso III maupun penguasa di
Cordoba.
Begitu mendengar
kemangkatan Khalifah Muhammad I, Ghalib langsung keluar dari persembunyiannya.
Dalam waktu singkat, ia mendapatkan dukungan dari beragam kalangan. Bersama
pasukannya, ia berhasil menaklukkan beberapa wilayah seperti kota dan benteng
Uesca, Tudela, dan Lerida. Bahkan Ghalib berhasil merebut benteng Saragossa yang
terkenal itu.
Dalam waktu singkat
ia mampu membentangkan kekuasaannya hingga pinggiran sungai Ebro. Setelah
berhasil wilayah Aragon, Ghalib mengarahkan matanya ke wilayah Toledo dan
Castile.
Sementara itu,
Khalifah Mundzir tak bisa berbuat banyak menghadapi serangan di wilayah Aragon
itu. Sebab saat itu ia sedang memadamkan kerusuhan di wilayah
Lusitania.
Pada 275 H, barulah
Khalifah Mundzir berangkat dengan pasukannya untuk menghadang serangan Ghalib
sekaligus merebut kembali kota-kota yang sudah dikuasai. Akhirnya, Saragossa
berhasil direbut kembali. Begitu pun kota dan benteng Lerida.
Dalam gerakannya untuk merebut Uesca, pasukan musuh
bertahan di sebuah tempat yang dikenal dalam sejarah. Tempat itu bernama
Barbastro, terletak antara Lerida dan Uesca. Pasukan Khalifah Mundzir dijebak di
lembah tersebut dan menghadapi serangan mendadak.
Pertempuran besar pun pecah. Dalam sejarah, peristiwa
itu dikenal dengan Perang Barbastro. Pasukan Khalifah Mundzir tak kuasa
membendung serangan lawan, dan kocar-kacir. Ia sendiri terpaksa mengakhiri
riwayat kepemimpinannya sekaligus hidupnya. Ia gugur dalam perang
ini.
Sementara itu,
pasukan Ghalib berhasil menaklukkan wilayah Aragon. Selanjutnya, dengan mudah ia
bisa memasuki wilayah Toledo. Benteng dan kota itu jatuh ke tangannya. Kini,
satu wilayah besar berada di depannya, Castile !
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi
Bastoni