Para Ulama telah sapakat mengatakan bahwa berpuasalah ketika sudah melihat bulan sabit bulan Ramadhan dan Berbukalah atau berlebaranlah ketika kamu melihatnya.
Namun Mereka berbeda pendapat tentang apa yang di maksud dengan melihat, Melihat dengan mata kepala atau melihat dengan mata hati (perhitungan), Melihat dengan secara faktual atau melihat walau tidak terlihat dengan mata kepala tetapi dapat di lihat dengan mata kepala.
Akhirnya tidak jarang kita berbeda dalam berpuasa dan dalam beridulfitri. Satu hal yang perlu di sadari bersama bahwa banyak sekali ketentuan-ketentuan agama yang berkaitan dengan rincian agama yang sifatnya hanya dugaan. Sehingga bisa jadi ada seorang ulama atau cendikiawan memahami sabda nabi dalam keadaan tertentu dan cendikiawan lain memahaminya dalam makna yang lain.Karena memang semua itu hasil dari pemikiran dan dugaan.
Oleh karena itu seandainya kita menerima secara pasti suatu penafsiran maka pastilah kita tidak berbeda dan dari sini kita harus memiliki kelapangan dada dan bertoleransi jika terjadi perbedaan pada waktu awal berpuasa dan pada waktu hari lebaran.
Yang terpenting kita tulus melaksanakan ajaran agama dan tuntunan Allah serta Tuntunan Rasulullah.
Hal lain yang hendak kita renungkan bersama adalah apakah kita dapat menemukan jalan keluar agar kita selalu memulai puasa kita bersama-sama dan berlebaran bersama-sama pula. Sudah ada upaya dari para cendekiawan dan ulama untuk mengusulkan suatu jalan keluar. Misalnya seperti yang diusulkan oleh organisasi dan konvrensi islam. Mereka bertemu dan bersidang di Cechnya mereka berkata di manapun bulan terlihat di seluruh penjuru Dunia ini maka di penjuru lainnya selama ketika dilihat itu masih ada secercah malam maka di penjuru itu mereka boleh berlebaran bersama.
Inilah salah satu jalan keluar tapi masih belum bisa lagi menyepakati hal-hal tersebut.
Bulan adalah ibarat perjalanan manusia dia berbulat tidak nampak kecil sampai akhirnya purnama lalu sedikit demi sedikit menurun. Itulah kehidupan manusia yang tadinya tidak ada lalu lahir kecil, remaja, dewasa dan akhirnya menurun dan wafat
Namun Mereka berbeda pendapat tentang apa yang di maksud dengan melihat, Melihat dengan mata kepala atau melihat dengan mata hati (perhitungan), Melihat dengan secara faktual atau melihat walau tidak terlihat dengan mata kepala tetapi dapat di lihat dengan mata kepala.
Akhirnya tidak jarang kita berbeda dalam berpuasa dan dalam beridulfitri. Satu hal yang perlu di sadari bersama bahwa banyak sekali ketentuan-ketentuan agama yang berkaitan dengan rincian agama yang sifatnya hanya dugaan. Sehingga bisa jadi ada seorang ulama atau cendikiawan memahami sabda nabi dalam keadaan tertentu dan cendikiawan lain memahaminya dalam makna yang lain.Karena memang semua itu hasil dari pemikiran dan dugaan.
Oleh karena itu seandainya kita menerima secara pasti suatu penafsiran maka pastilah kita tidak berbeda dan dari sini kita harus memiliki kelapangan dada dan bertoleransi jika terjadi perbedaan pada waktu awal berpuasa dan pada waktu hari lebaran.
Yang terpenting kita tulus melaksanakan ajaran agama dan tuntunan Allah serta Tuntunan Rasulullah.
Hal lain yang hendak kita renungkan bersama adalah apakah kita dapat menemukan jalan keluar agar kita selalu memulai puasa kita bersama-sama dan berlebaran bersama-sama pula. Sudah ada upaya dari para cendekiawan dan ulama untuk mengusulkan suatu jalan keluar. Misalnya seperti yang diusulkan oleh organisasi dan konvrensi islam. Mereka bertemu dan bersidang di Cechnya mereka berkata di manapun bulan terlihat di seluruh penjuru Dunia ini maka di penjuru lainnya selama ketika dilihat itu masih ada secercah malam maka di penjuru itu mereka boleh berlebaran bersama.
Inilah salah satu jalan keluar tapi masih belum bisa lagi menyepakati hal-hal tersebut.
Bulan adalah ibarat perjalanan manusia dia berbulat tidak nampak kecil sampai akhirnya purnama lalu sedikit demi sedikit menurun. Itulah kehidupan manusia yang tadinya tidak ada lalu lahir kecil, remaja, dewasa dan akhirnya menurun dan wafat
Sumber : Mutiara Hati Sctv
Post a Comment