Pertanyaan :
assalamu\'alaikum wr. wb Ustadz yang dirahmati Allah, dalam ajaran Islam adakah yang disebut Nisfu Sya\'ban? karena banyak orang di lingkungan saya yang melakukan ibadah-ibadah khusus (seperti shalat
khusus nisfu sya\'ban & membaca wirid2 tertentu) di malam nisfu sya'ban. benarkah malam nisfu sya'ban
berarti pergantian "buku" (saya sendiri kurang mengerti maksud "buku" di sini). adakah dalili yang menunjang itu semua? atas bantuannya, saya ucapkan syukran katsir
Wassalamu'alaikum wr wb
JAWABAN :
Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d
Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit. Hal tersebut didasrkan kepada hadits Rasulullah SAW : Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya:
“Wahai Rasulullah saw, saya tidak melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw bersabda:” Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa”
(Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)
Disamping itu bulan sya’ban yang letaknya persis sebelum ramadhan seolah menjadi starting point untuk menyambut ramadhan.
Sehingga isyaratnya adalah kita perlu menyiapkan bekal ibadah untuk menyambut bulan Ramadhan. Dalam hal mempersiapkan hati atau ruhiyah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban,
sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata: ”Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban”
(HR Muslim).
Sedangkan khusus dalam keuatamaan malam pertengahan bulan sya’ban (nisfu sya’ban), memang ada dalil yang mendasarinya meski tidak terlalu kuat.
Diantaranya hadits berikut : Sesungguhnya Allah SWT bertajalli (menampakkan diri) pada malam nisfu sya’ban kepada hamba-hamba-Nya serta mengabulkan doa mreka, kecuali sebagian ahli maksiat.
Sayangnya hadits ini tidak mencapai derajat shahih kecuali hanya dihasankan oleh sebagian orang dan didhaifkan oleh sebagian lainnya. Bahkan Al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi mengatakan bahwa tidak ada satu hadits shahih pun mengenai keutamaan malam nisfu sya’ban. Begitu juga Ibnu Katsir telah mendha’ifkan hadits yang menerangkan tentang bahwa pada malam nisfu sya’ban itu, ajal manusia ditentukan dari bulan pada tahun itu hingga bulan sya’ban tahun depan. Sedangkan amaliyah yang dilakukan secara khusus pada malam nisfu sya’ban itu seperti yang sering dikerjakan oleh sebagian umat Islam dengan serangkaian
ritual, kami tidak mendapatkan satu petunjuk pun yang memiliki dasar yang kuat. Seperti membaca surat Yasin, shalat sunnah dua raka’at dengan niat minta dipanjangkan umur, shalat dua rakaat dengan niat agar menjadi kaya dan seterusnya. Memang praktek seperti ini ada di banyak negeri, bukan hanya di Indonesia, tetapi di Mesir, Yaman dan negeri lainnya. Bahkan mereka pun sering membaca lafaz doa khusus yang -entah bagaimana- telah tersebar di banyak negeri meski sama sekali bukan berasal dari hadits Rasulullah SAW.
Kritik Terhadap Lafaz Doa Malam Nisfu Sya’ban Sering kita dapati bahwa sebagian umat Islam memanjatkan doa khusus pada malam nisfu sya’ban. Di dalam doa itu mereka meminta agar Allah SWT menghapuskan taqdir yang buruk yang telah tertulis di lauhil mahfuz. Seperti doa berikut ini : Ya Allah, jika engkau mencatat aku di sisi-Mu dalam ummul kitab, sebagai orang yang celaka (sengsara), terhalang, terusir, atau sempit rizkiku, maka hapuskanlah Ya Allah dengan dengan karunia-Mu atas kesengsaraanku, keterhalanganku, keterusiranku dan kesempitan rizkiku. Dan tetapkanlah aku disisimu di dalam ummil kitab sebagai orang yang bahagia, diberi rizki, dan diberi pertolongan kepada kebaikan seluruhnya. Karena sesungguhnya Engkau telah berfirman dan firman-Mu adalah benar, di dalam kitab-Mu yang Engkau turunkan melalui lisan nabi-Mu yang Engkau utus : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki
dan menetapkan , dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (lauhil Mahfuz) . Hal itu karena mereka berhujah bahwa Allah SWT dengan kehendak-Nya bisa menghapus apa-apa yang pernah ditulisnya di lauhil mahfuz dan menggantinya dengan taqdir yang lain. Dasarnya adalah firman Allah SWT : Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan , dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (lauhil Mahfuz).
(QS. Ar-Ra’d : 39).
Namun oleh sebagian ulama, lafaz doa seperti itu dianggap bertentangan, karena apa-apa yang sudah tertulis di lauil mahfuz tidak mungkin dihapus.
Karena ada sabda Rasulullah SAW : Dari Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Allah SWT menghapuskan apa yang dikehendakinya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya, kecuali kebahagiaan,
kesengsaran dan kematian.”
Ibnu Abbas berkata,””Allah SWT menghapuskan apa yang dikehendakinya dan menetapkan apa yang dikehendaki-Nya, kecuali penciptaan, perilaku, ajal, rizqi, kebahagiaan dan kesengsaran.”
Selain itu lafaz doa itu seolah-olah mengantungkan kepada Allah SWT apakah ingin mengabulkan atau tidak. Padahal salah satu adab berdoa adalah harus ber’azam atau bertekad kuat untuk dikabulkan. Sedangkan penggunaan lafaz {bila Engkau kehendaki}, seolah mengesankan tidak serius dalam meminta. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW : Bila kamu meminta kepada Allah SWT maka mantapkanlah permintaanmu itu Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.
Sumber :
Buku : Fiqih Puasa
pengarang : Ahmad Sarwat
Post a Comment