Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Gelar Imam Untuk Khalifah Ali Bin Abi Thalib R.A

0 comments

Gelar "Imam" adalah khusus bagi Khalifah Ali bin Abi Thalib di samping gelar "Amirul Mukminin"
yang lazim dipergunakan orang pada masa itu, untuk menyebut seorang pemangku jabatan
sebagai pemimpin tertinggi dan Kepala Negara Islam.

Tentang ta'rif (definisi) dari perkataan "imamah" (keimaman) oleh para ahli ilmu kalam,
dirumuskan: "Imamah ialah kepemimpinan umum dalam segala urusan agama dan keduniaan
yang ada pada seseorang…"

Jadi menurut ta'arif tersebut, maka yang dimaksud dengan "Imam" ialah seorang pemimpin atau
seorang ketua yang ditaati dan memiliki kekuasaan yang menyeluruh atas semua orang
muslimin dalam segala urusan mereka, baik di bidang keagamaan maupun di bidang keduniaan.
Menurut mazhab "Imamiyah", imamah merupakan keharusan objektif dalam kehidupan
masyarakat muslimin, yang dalam keadaan bagaimana pun tak dapat diabaikan. Dengan adanya
imamah, semua yang tidak lurus dalam tata pelaksanaan agama dan tata kehidupan dunia,
dapat diluruskan. Dengan imamah pula, keadilan yang dikehendaki Allah harus berlaku di muka
bumi, dapat diusahakan realisasinya. Sebab terpenting perlunya diadakan imamah, ialah untuk
mendorong masyarakat supaya dengan benar menjalankan ibadah kepada Allah s.w.t., untuk
menyebar luaskan ajaran agama-Nya, untuk menanamkan jiwa keimanan serta ketakwaan di
kalangan anggota-anggota masyarakat.

Dengan demikian manusia akan mampu menghindarkan diri dari hal-hal yang buruk dan
menghayati hal-hal yang baik, sebagaimana yang dikehendaki Allah s.w.t. Untuk itu, ummat
Islam wajib mentaati seseorang Imam dan melaksanakan perintah-perintahnya selama imam itu
taat dan tidak menyimpang dari perintah-perintah Allah s.w.t. Sebab hanya dengan ketaatan
kaum muslimin, seorang Imam dapat membereskan keadaan yang tidak beres, mempererat
persatuan dan kerukunan ummat, dan memberikan bimbingan ke jalan yang lurus dan benar.
Banyak sekali tugas dan kewajiban yang terpikul di pundak seorang Imam. Antara lain ialah
menjaga dan memelihara pelaksanaan perintah serta larangan agama; menjaga keselamatan
Islam dan kemurniannya dari perbuatan orang-orang yang mengabaikan nilai-nilai susila dan
moral; melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum agama; menjamin pengayoman dan
kesentosaan wilayah Islam; menjamin terlaksananya keadilan bagi orang-orang yang teraniaya
(madzlum); memimpin ummat dalam perjuangan menegakkan kebenaran Allah dan lain
sebagainya.

Untuk dapat menjadi Imam, orang harus memiliki syaratsyarat. Antara lain ia harus mempunyai
pengetahuan yang luas; mempunyai rasa keadilan yang tinggi; berani karena benar, mampu
memberikan pertolongan dan menanggulangi kesukaran, serta yang terpenting di atas segalagalanya
ialah kebersihan pribadi.

Semua kaum muslimin menyadari, bahwa kebersihan pribadi ini merupakan karunia Allah yang
dilimpahkan kepada hamba-Nya yang sempurna. Dengan kebersihan dan kesucian pribadi itu
orang sanggup menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa dan maksiyat, baik yang
mungkin dilakukan dengan sengaja atau tidak. Sifat luhur seperti itu sudah tentu lebih terjamin
adanya pada para Imam yang berasal dari Ahlu-Bait Rasul Allah s.aw., yaitu orang-orang yang
sanggup menjadi benteng dan pengawal agama Islam, atau orang-orang yang hidup sepenuhnya
mendambakan keridhoan Allah semata-mata.

Dalam kaitannya dengan masalah tersebut, Imam Ali r.a. menegaskan: "Barang siapa yang
hendak menjadikan diri sebagai Imam di kalangan masayarakat, maka ia harus mengajar dirinya
sendiri lebih dulu sebelum mengajar orang lain. Ia harus mendidik dirinya dengan perilaku yang
baik lebih dulu sebelum mendidik orang lain dengan ucapan. Orang yang sanggup mengajar dan
mendidik diri sendiri lebih berhak dihormati daripada orang yang hanya pandai mengajar dan
mendidik orang lain."

Diantara empat orang Khalifah Rasyidun, hanya Khalifah Imam Ali bin Abi Thalib r.a. sajalah
yang disandangi gelar "Imam" oleh kaum muslimin. Gelar ini tidak dikenakan kepada orang lain
yang menjadi pemimpin kaum muslimin. Mengapa? Bukankah Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. juga
seorang Imam seperti Khalifah Ali? Bukankah Umar Ibnul Khattab r.a. juga seorang Imam seperti
Ali? Bukankah Utsman bin Affan r.a. juga seorang Imam seperti Khalifah Ali? Bukankah Khalifah-
Khalifah itu juga Khalifah Rasyidun seperti Imam Ali? Bukankah juga Khalifah-Khalifah itu
penerus kepemimpinan Rasul Allah s.a.w. sepeninggal beliau?

Bila pengertian "imamah" hanya terbatas pada kekhalifahan saja, tentu tiga orang Khalifah itu
semuanya adalah Imam-Imam juga seperti Imam Ali r.a. Bahkan mereka memegang "imamah"
lebih dulu daripada Imam Ali r.a.

Mengenai hal itu, seorang penulis modern berkebangsaan Mesir, Abbas Al Aqqad, berpendapat,
bahwa kalau yang disebut "imamah" pada masa itu hanya terbatas pengertiannya di bidang
hukum, tentu persamaan antara empat orang Khalifah itu tidak perlu disangkal lagi. Tetapi,
demikian kata Aqqad seterusnya, tiga orang Khalifah Rasyidun di luar Imam Ali r.a., tak ada
seorang pun diantara mereka itu mengibarkan bendera imamah untuk menghadapi tantangan
kekuasaan duniawi yang muncul di kalangan ummat. Tak ada yang menghadapi adanya dua
pasukan bersenjata yang saling berlawanan di dalam satu ummat. Dan tidak ada yang menjadi
lambang imamah dalam menghadapi masalah-masalah rumit, yang penuh dengan berbagai
problema yang menimbulkan syak dan keraguan di kalangan ummat.

Al Aqqad menambahkan, bahwa dalam keadaan tidak adanya problema-problema seperti itu,
tiga orang Khalifah sebelum Imam Ali r.a., boleh saja disebut Imam. Tentu saja pengertian
"Imam" itu sangat berlainan dengan gelar "Imam" yang ada puda Imam Ali bin Abi Thalib r.a. Ia
adalah seorang Imam yang menghadapi berbagai kejadian dan peristiwa yang banyak
menimbulkan keragu-raguan berfikir di kalangan ummat. Oleh karena itulah gelar Imam
diberikan kaum muslimin secara khusus kepada khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. Begitu luasnya
gelar itu dikenal orang sampai menjadi buah bibir. Hingga anak-anak pun mengenal Imam Ali
lewat sanjungan-sanjungan yang dikumandangkan orang di jalan-jalan, tanpa perlu disebut
nama orang yang menyandang gelar itu sendiri.

Seterusnya Al Aqqad menjelaskan, bahwa "kekhususan imamah yang ada pada Ali bin Abi Thalib
r.a. ialah bahwa ia seorang Imam yang tidak ada persamaannya dengan Imam-Imam lainnya.
Sebab Imam Ali mempunyai kaitan langsung dengan mazhab-mazhab yang ada di kalangan kaum muslimin, bahkan dimulai semenjak kelahiran mazhab-mazhab itu sendiri pada masa
pertumbuhan Islam. Jadi sebenarnya Imam Ali adalah pendiri mazhab-mazhab, atau dapat juga
disebut sebagai poros di sekitar mana golongan mazhab itu berputar. Hampir tak ada satu
golongan madzhab pun yang tidak berguru kepada Imam Ali bin Abi Thalib. Hampir tidak ada
satu golongan madzhab pun yang tidak memandang Imam Ali sebagai pusat pembahasan ilmu
agama."

Menurut kenyataannya, Imam Ali r.a. adalah Imam yang benar-benar memiliki semua syarat
yang diperlukan. Satu keistimewaan yang paling menonjol dan tidak dipunyai oleh Khalifahkhalifah
lainnya, ialah penguasaannya di bidang-bidang ilmu agama. Tentang hal ini akan kita
bicarakan di bagian lain buku ini.

Di sini kami hanya ingin mengemukakan, bahwa Abdullah bin Abbas, seorang ulama yang
terkenal luas ilmu pengetahuannya sampai diberi sebutan "habrul ummah" (pendekar ummat)
dan "juru tafsir Al Qur'an," mengatakan dengan jujur, bahwa dibanding dengan ilmu Imam Ali,
ilmunya sendiri ibarat setetes air di tengah samudera. Khalifah Umar Ibnul Khattab r.a. juga
mengatakan: "Hai Abal Hasan (nama panggilan Imam Ali r.a.) mudah-mudahan Allah s.w.t. tidak
membiarkan aku terus hidup di bumi tanpa engkau!"

Sumber

Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Share this article :

Post a Comment

 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved