Abdul Malik bin Marwan menjabat khalifah kelima Dinasti
Umayyah pada usia 39 tahun. Ia menjadi khalifah atas wasiat ayahnya, Marwan bin
Hakam. Selama 21 tahun memerintah ia dianggap khalifah perkasa, negarawan
berwibawa yang mampu memulihkan kesatuan kaum Muslimin.
Setelah selesai pengangkatan baiat di Masjid Damaskus
pada 65 Hijriyah, Khalifah Abdul Malik bin Marwan naik mimbar dan menyampaikan
pidato singkat namun tegas yang dicatat sejraah. Di antara isi pidato itu
adalah, “Aku bukan khalifah yang suka menyerah dan lemah, bukan juga seorang
khalifah yang suka berunding, bukan juga seorang khalifah yang berakhlak rendah.
Siapa yang nanti berkata begini dengan kepalanya, akan kujawab begini dengan
pedangku.”
Setelah ia turun dari mimbar, sejak saat itu wibawanya
dirasakan oleh segenap hadirin. Mereka mendengarkan ucapannya dengan rasa hormat
dan kepatuhan.
Sementara itu, posisi Khalifah Abdullah bin Zubair
yang berkedudukan di wilayah Hijaz yang meliputi Makkah dan Madinah, semakin
kuat. Ia berhasil mengamankan wilayah Irak dan Iran yang sempat dicemari aliran
Syiah yang menyesatkan. Ia menempatkan saudaranya, Mush’ab bin Zubair untuk
menjadi gubernur di wilayah itu. Di mata masyarakat, posisi Abdullah bin Zubair
semakin kuat. Para jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru, “terpaksa”
berbaiat kepadanya saat mereka datang ke Makkah.
Khalifah Abdul Malik tak bisa membiarkan hal itu. Ia
pun mempersiapkan segalanya untuk menundukkan kekuasaan Abdullah bin
Zubair.
Mengawali rencananya, Abdul Malik tak langsung
menyerang pusat kekuasaan Abdullah bin Zubair di Makkah dan Madinah. Pasukan
besarnya bergerak menaklukkan wilayah Irak, Iran, Khurasan dan Bukhara, yang
merupakan sumber dana Abdullah bin Zubair.
Mush'ab bin Zubair wafat dan jabatan gubernurnya
diambil oleh Bashir bin Marwan, saudara Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Usia
gubernur ini memang masih muda. Ia didampingi oleh penasihat terpandang yang
dikenal sejarah; Musa bin Nushair.
Setelah berhasil merebut wilayah Irak dan sekitarnya,
Khalifah Abdul Malik mengerahkan 3.000 tentara di bawah pimpinan Hajjaj bin
Yusuf. Pasukan besar itu pun berangkat dan akhirnya tiba di Thaif, sekitar 120
kilometer dari Makkah. Pasukan Abdullah bin Zubair yang semula ditempatkan di
bagian utara Madinah, dikerahkan ke Thaif.
Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Abdullah bin
Zubair porak-poranda. Abdullah bin Zubair gugur tertusuk pedang. Nyawa putra
sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir di Madinah itu,
menemui Rabb-nya setelah sekitar 9 tahun memerintah. Ia wafat pada Jumadil Awal
73 Hijriyah.
Pada tahun 77 Hijriyah, Abdul Malik bin Marwan
menyerang Romawi untuk merebut Asia Kecil dan Armenia. Pertempuran cukup dahsyat
terjadi sehingga menyebabkan 200.000 kaum Muslimin gugur. Pihak Romawi menderita
kekalahan lebih dari itu. Namun pasukan Islam berhasil menguasai Mashaisha di
bawah pimpinan Panglima Abdullah bin Abdul Malik.
Bersamaan dengan itu, Khalifah Abdul Malik bin Marwan
juga mengirim 40.000 pasukan berkuda menuju Afrika Utara di bawah pimpinan Hasan
bin Nu’man yang dibantu oleh pasukan dari Mesir dan Libya. Melalui perjuangan
cukup panjang, akhirnya pasukan itu bisa mengalahkan pasukan Romawi dan
menduduki benteng Kartago. Pasukan Hasan bin Nu’man juga berhasil menghalau
serangan suku Barbar di bawah pimpinan Ratu Kahina di wilayah Aljazair. Ratu
Kahina selanjutnya dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 81 Hijriyah, sebuah armada laut siap
berangkat dari pelabuhan Tunisia. Perjalanan pun dimulai. Daerah demi daerah
berhasil dibebaskan. Ketika pasukan kaum Muslimin sedang merangkai kemenangan
demi kemenangan itulah, Abdul Malik bin Marwan wafat.
Ia mewariskan banyak hal dalam sejarah keemasan Islam.
Pada masa pemerintahannya dibentuk Mahkamah Tinggi untuk mengadili para pejabat
yang menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap rakyat. Selain itu, Abdul
Malik juga mengganti bahasa resmi negara dengan bahasa Arab yang sebelumnya
menggunakan bahasa Persia atau Romawi. Abdul Malik juga mendirikan bangunan
seperti pabrik senjata dan kapal perang di Tunisia. Ia juga membangun Masjid
Umar atau Qubbatush Shakra’ di Yerusalem dan memperluas Masjidil Haram di
Makkah.
Dalam sejarah, Abdul Malik dikenal dengan “Abdul
Muluk” atau ayah para raja atau khalifah. Dijuluki demikian karena keempat
anaknya sempat menjadi khalifah Bani Umayyah menggantikannya. Mereka itu adalah
Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam. Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia pada
pertengahan bulan Syawwal tahun 86 Hijriyah dalam usia 60 tahun. Ia meninggalkan
karya besar bagi sejarah Islam.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni