Al-Mutawakkil Alallah II, Abu Al-Izz bernama Abdul
Azis bin Ya'kub bin Al-Mutawakkil Alallah. Dia lahir pada 819 H, ibunya bernama
Haj Malik, putri seorang tentara. Ayahnya tidak pernah menjadi
khalifah.
Al-Mutawakkil II tumbuh dan berkembang secara terhormat. Ia banyak dimintai pendapat dan sangat dicintai masyarakat dan para pembesar negara karena memiliki akhlak yang baik dan mulia. Dia dikenal sebagai khalifah yang rendah hati. Tingkah lakunya tenang dan menyejukkan. Wajahnya selalu ceria ketika berjumpa dengan siapa saja.
Selain itu, Al-Mutawakkil II juga dikenal sebagai sosok yang memiliki wawasan luas, banyak menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan. Dia dinikahkan oleh pamannya, Al-Mustakfi, dengan putrinya. Istrinya melahirkan anak yang saleh.
Al-Mutawakkil II tumbuh dan berkembang secara terhormat. Ia banyak dimintai pendapat dan sangat dicintai masyarakat dan para pembesar negara karena memiliki akhlak yang baik dan mulia. Dia dikenal sebagai khalifah yang rendah hati. Tingkah lakunya tenang dan menyejukkan. Wajahnya selalu ceria ketika berjumpa dengan siapa saja.
Selain itu, Al-Mutawakkil II juga dikenal sebagai sosok yang memiliki wawasan luas, banyak menyibukkan diri dengan ilmu pengetahuan. Dia dinikahkan oleh pamannya, Al-Mustakfi, dengan putrinya. Istrinya melahirkan anak yang saleh.
Tatkala Al-Mustanjid
menderita sakit yang berlangsung lama, dia mewasiatkan kekhalifahan kepada
Al-Mutawakkil II. Dan pada saat Al-Mustanjid meninggal dunia, Al-Mutawakkil II
langsung diangkat sebagai khalifah (1485-1507 M) pada Senin 16 Muharram yang
dihadiri oleh sultan, para hakim dan para pembesar.
Awalnya ia ingin menggunakan gelar Al-Musta'in atau
Al-Mutawakkil, akhirnya dia memilih Al-Mutawakkil Alallah. Setelah itu dia
kembali ke kediamannya dengan diiringi oleh para hakim dan pembesar. Hari itu
adalah hari yang sangat bersejarah baginya. Namun pada akhir pemerintahannya,
Al-Mutawakkil II kembali ke benteng tempat Al-Mustanjid dulu pernah
tinggal.
Pada tahun ini,
Sultan Al-Asyraf Qayatabay melakukan perjalanan ke Hijaz untuk menunaikan ibadah
haji. Peristiwa ini merupakan peristiwa penting karena lebih dari seratus tahun
para sultan tidak pernah melakukan ibadah haji ke Tanah Suci
Makkah.
Khalifah
Al-Mutawakkil Alallah II wafat pada Rabu akhir Muharram 903 H. Dia mewasiatkan
kekhalifahan kepada anaknya, Ya'kub, yang bergelar Al-Mustamsik
Billah.
Imam As-Suyuthi dalam
kitabnya, Tarikh Al-Khulafa',
tidak meneruskan riwayat dua khalifah berikutnya, yakni Khalifah Al-Mustamsik
Billah dan Al-Mutawakkil Alallah III. Ia menutup tulisannya dengan Khalifah
Al-Mutawakkil Alallah II ini.
Al-Mustamsik Billah
Selanjutnya,
kekhalifahan dipegang oleh Khalifah Al-Mustamsik Billah. Joesoef Sou'yb dalam
bukunya Sejarah Daulah Abbasiyah III menyebutkan, Khalifah Al-Mustamsik berkuasa selama tiga tahun
(1507-1510 M).
Al-Mutawakkil Alallah III
Setelah itu,
kekuasaan diambil alih oleh Muhammad Al-Mutawakkil Alallah III. Ia berkuasa dari
1510 M hingga 1517 M. Dia merupakan khalifah terakhir Bani Abbasiyah di
Mesir.
Al-Mutawakkil
III didepak sebelum akhir masa pemerintahannya pada 1516 oleh pendahulunya,
Al-Mustamsik. Namun kedudukannya segera dipulihkan kembali pada tahun
berikutnya.
Pada 1517,
Sultan Salim I dari Turki Utsmani berhasil mengalahkan kekhalifahan Mamluk dan
menjadikan Mesir bagian dari negaranya. Al-Mutawakkil III dibawa ke Istanbul dan
terjadilah timbang resmi jabatan khalifah.
Konon, saat itu juga Al-Mutawakkil III
menyerahkan jabatan khalifah dan lambangnya, pedang dan mantel Nabi Muhammad SAW
kepada Sultan Salim I. Sejak saat itu, para penguasa Turki Utsmani dipanggil
juga dengan sebutan khalifah, yang sebelumnya mereka menamakan diri sebagai
Sultan.
Dengan
demikian, berakhirlah era kekuasaan Daulah Abbasiyah di Mesir. Tongkat
kekhalifahan beralih ke tangan penguasa Turki Utsmani. Sebagian sejarawan
menganggap para penguasa di Istanbul ini bukan khalifah tapi kesultanan. Namun
tak bisa dihindari, yang berkuasa penuh kala itu adalah kesultanan Turki
Utsmani.
Para penguasa
Muslim di beberapa wilayah, menyatakan tunduk kepadanya. Oleh sebab itu, tidak
salah kalau pemerintahan Turki Utsmani adalah kekhalifahan Islam yang diakui
kaum Muslimin secara keseluruhan.
Hal ini berlangsung hingga 3 Maret 1924 Masehi, ketika presiden
pertama Turki sekuler, Mustafa Kamal Ataturk, menghapuskan sistem khilafah dari
muka bumi dan menggantinya dengan sistem sekuler hingga kini.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni