Muhammad III adalah Sultan Turki Utsmani sejak 1595
hingga 1603. Ia dilahirkan pada 974 H, dan menduduki kursi kesultanan pada 1003
H, dua belas hari setelah kematian ayahnya. Ketika ayahnya meninggal, dia sedang
berada di Magnesia. Ibunya bernama Sophia, wanita berdarah Italia.
Walaupun pemerintahan Utsmani tengah dilanda kelemahan, namun panji-panji jihad melawan kaum Salibis masih terpancang. Salah satu yang sangat patut disebutkan mengenai Sultan Muhammad III ini adalah tatkala ia menyadari bahwa salah satu pangkal kelemahan Kekhilafahan Utsmani ialah karena sultan tidak ikut terjun langsung ke medan perang. Oleh sebab itu, ia pun terjung langsung ke medan laga dan mengambil posisi yang sebelumnya ditinggalkan Sultan Salim II dan Sultan Murad III, yakni komandan perang.
Dia berangkat menuju Belgrade dan dari sana dia berangkat ke medan-medan jihad. Dengan terjunnya sultan ke medan perang, bangkitlah semangat perang di tengah-tengah pasukan Utsmani. Dia mampu menaklukkan benteng Arlo yang sebelumnya tidak mampu ditaklukkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni pada 1557.
Dia juga mampu menghancur-leburkan pasukan Hungaria dan Austria di Lembah Karzat, dekat benteng tersebut pada 26 Oktober 1596. Peristiwa ini hampir diserupakan dengan peristiwa Muhakaz, di mana Sultan Sulaiman memenangkan peperangan yang sama pada 1526. Setelah itu, berlangsung peperangan terus-menerus, namun tak ada perang yang penting dan menegangkan.
Pada masa kekuasaannya, pemerintahan Utsmani menghadapi pemberontakan dalam negeri yang demikian sengit yang dipimpin oleh Qarah Yaziji dan pemberontakan Khayaliyah. Namun sultan mampu meredam semua pemberontakan tersebut walaupun dengan susah payah. Dari peristiwa-peritiwa ini, tampak pada semua peneliti sejarah yang jeli bahwa telah terjadi kelemahan organisasi militer serta ketidakmampuannya menjaga nama baik pemerintah dan kehormatannya di mata musuh-musuhnya.
Syekh Sa'duddin Afandi adalah salah seorang guru Sultan Muhammad III dan salah seorang yang mendorongnya memimpin langsung pasukannya. Dia berkata pada Sultan, "Sesungguhnya aku dan engkau adalah tawanan hingga aku bisa lepas dari dosa-dosa. Sebab sesungguhnya aku menjadi tawanan dosa-dosa itu."
Dalam sebuah pertempuran, hampir saja Sultan Muhammad III tertawan, sedangkan para pembantunya melarikan diri. Syekh Sa'duddin Afandi berujar, "Tegarlah wahai Raja, engkau akan ditolong oleh pelindungmu yang telah memberikan karunia padamu dan dengan nikmat-nikmat yang telah dilimpahkan padamu."
Sultan Muhammad III dikenal memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan kesusastraan yang luas. Dia dikenal sebagai sosok religius yang mencintai tasawuf. Selain itu, ia memiliki beberapa syair yang memiliki kandungan makna yang tinggi dan mendalam.
Sultan Muhammad III meninggal dunia setelah berhasil memadamkan semua gerakan pembangkangan dan pemberontakan yang demikian sengit, dan setelah ia sendiri yang memimpin pasukannya. Ia meninggal pada 18 Rajab 1012 H setelah berkuasa selama sembilan tahun dua bulan dua hari. Saat wafatnya, ia berusia 38 tahun.
Salah satu kebiasaan baik Muhammad III adalah jika mendengar nama Nabi Muhammad SAW disebutkan, dengan serta merta ia berdiri sebagai tanda penghormatan kepada kekasih Allah tersebut.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni