Tatkala ketiga orang itu tiba, pihak Ansar masih berdiskusi, belum mengangkat Sa'd, juga belum mengambil suatu keputusan mengenai kekuasaan itu. Seperti menyesali keadaan, orang-orang Ansar itu terkejut melihat kedatangan mereka bertiga. Orang-orang Ansar berhenti bicara. Di tengah-tengah mereka ada seorang laki-laki berselimut, yang oleh Umar bin Khattab ditanya siapa orang itu.
"Ini Sa'd bin Ubadah, sedang sakit," jawab mereka.
Abu Bakr dan kedua kawannya itu juga duduk di tengah-tengah mereka dengan pikiran masing-masing sudah ditimbuni oleh pelbagai pertanyaan, apa yang akan dihasilkan oleh pertemuan itu.
Sebenarnya pertemuan ini sangat penting dalam sejarah Islam yang baru tumbuh itu. Dalam pertemuan serupa ini, kalau Abu Bakr tidak memperlihatkan sikap tegas dan kemauan yang keras seperti juga di
kawasan Arab yang lain justru di kandang sendiri hampir saja agama baru ini menimbulkan perselisihan, sementara jenazah pembawa risalah itu masih berada di dalam rumah, belum lagi dikebumikan.
Andaikata pihak Ansar tetap bersikeras akan memegang tampuk pimpinan sesuai dengan seruan Sa'd bin Ubadah, sedang pihak Kuraisy sebaliknya tidak mau menyerahkannya kepada pihak lain, maka dapat kita bayangkan, betapa jadinya Medinah Rasulullah ini akjbat tragedi pemberontakan itu kelak! Betapa hebatnya ledakan pemberontakan bersenjata itu sementara pasukan Usamah masih berada di tengah-tengah mereka, terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, masing-masing sudah bersenjata lengkap, sudah dengan baju besi dan sudah sama-sama siap tempur!
Andaikata kaum Muhajirin yang hadir di Saqifah itu bukan Abu Bakar, bukan Umar dan bukan Abu Ubaidah, melainkan orang-orang yang belum punya tempat dalam hati segenap kaum Muslimin seperti pada kedua wazir (pendamping) Rasulullah dan orang-orang kepercayaan umat ini, niscaya timbul perselisihan hebat antara mereka dengan Ansar, niscaya berkecamuk pertentangan.antara kaum Muslimin dengan segala akibatnya yang sampai sekarang belum terpikirkan oleh para sejarawan dan niscaya sebagian besar yang hadir dalam pertemuan Saqifah itu tak akan berhenti hanya pada peristiwa dan pertukarpikiran yang berakhir dengan dilantiknya Abu Bakr itu saja. Tetapi mereka yang dapat menilai peristiwa itu sebagaimana mestinya akan melihat pengaruh pertemuan bersejarah itu dalam sejarah Islam, seperti pada waktu Ikrar Aqabah dan pada hijrah Rasulullah dari Mekah ke Medinah.
Orang akan melihat bahwa sikap Abu Bakr menghadapi situasi itu adalah sikap seorang politikus, bahkan seorang negarawan yang punya pandangan jauh, yang dapat memperhitungkan hasil-hasil dan segala kemungkinannya, dengan terus mengarahkan segala usahanya dengan tujuan hendak mencapai yang baik dan mencegah bahaya dan segala yang buruk.