Dengan dua pucuk surat serta brigade-brigade yang dibentuk oleh Abu Bakr itu persiapan memerangi kaum murtad selesai sudah. Semua ini kita lihat sebagai gambaran yang lengkap tentang ketegasan politik yang diterapkan oleh Abu Bakr dalam pemerintahannya. Sebagian orang menganggap semua ini aneh sekali, mengingat Abu Bakr yang terkenal dengan perangainya yang sangat halus, lemah lembut dan biasanya banyak mengalah demi kebaikan bersama.
Tetapi sebenarnya bukan hal yang mengherankan. Dengan imannya yang kuat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya Abu Bakr tak pernah mengenai arti ragu. Orang yang berwatak lembut memang tidak menyukai kekerasan dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Tetapi bila sudah berhubungan dengan soal yang sudah menjadi keyakinannya, ia tidak lagi mengukur kekerasan dan kekuatan itu dengan kekerasannya dan kekuatannya sendiri. Pada setiap pribadi manusia sifat-sifat itu seolah sudah tersusun dengan ukuran yang hampir berimbang antara kekerasan dengan kelembutan. Kemudian dalam mengukur waktu dan kesempatan, harus dengan kekerasan atau harus dengan kelembutan, terdapat peringkat yang berbeda-beda. Ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh kekerasan, sehingga kita mengira ia tidak akan pernah mengendur. Kebalikannya, ada yang wataknya lebih sering dikuasai oleh sifat lemah lembut, dan kita mengira ia tidak akan pernah menggunakan kekerasan. Tetapi dalam kenyataan, orang yang kita lihat sering dikuasai oleh kekerasan kadang jadi lemah lembut sedemikian rupa, sehingga pada orang lain yang biasa begitu halus dan lembut pun tidak kita jumpai. Orang yang lebih sering begitu halus perasaannya, sampai ia merasa pilu dan menangisi penderitaan orang lain, kadang menjadi orang yang sangat tegar dan keras tak mengenal ampun, sehingga tak akan kita jumpai pada orang yang berwatak keras sekalipun.
Adakah orang yang akan mengira bahwa Abu Bakr akan bersikap demikian tegas menentang sahabat-sahabat besar lainnya, yang Muhajirin dan yang Ansar, ketika hendak mengirim pasukan Usamah? Atau akan bersikap begitu keras menghadapi mereka yang enggan menunaikan zakat tanpa pedulikan pasukannya yang sedang tidak di kota Medinah?
Kita nanti akan melihat sikap serupa ini, yang akan membuat kita heran dan kagum karena wataknya yang begitu keras dan tegar, watak yang biasa selalu halus dan lembut hati itu. Baru saja kita bicara tentang Abu Bakr yang sangat kuat imannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Buat dia, kebenaran itu hanya iman, tak ada kebenaran yang lain, tiada diselubungi kebatilan dari depan atau dari belakangnya. Semuanya benar, telah dijelaskan oleh Allah dalam Kitab-Nya yang telah diwahyukan kepada Muhammad, hamba dan Rasul-Nya itu. Kalau orang masih boleh tawar-menawar satu dengan yang lain dalam masalah dunia, maka tak ada tawar-menawar mengenai kebenaran yang berhubungan dengan Allah Mahaagung, dan siapa pun tak akan mampu mempersoalkan-Nya selain menerima dan tunduk kepada-Nya.
Jika ada orang bermaksud hendak melawan kebenaran-Nya tak ada cara lain buat Abu Bakr selain harus memeranginya sampai ia kembali kepada kebenaran itu. Abu Bakr akan tetap memeranginya, walau hanya seorang diri, walau di kota sudah tak ada orang lain lagi. Demikianlah halnya dalam menghadapi mereka yang menolak menunaikan zakat, apalagi yang sampai murtad atau bermaksud hendak beriman kepada seorang rasul selain Muhammad Rasulullah.