Atas peristiwa ini kemudian terjalin cerita-cerita dengan lukisan yang lebih menyerupai cerita rekaan karya sastra daripada kejadian sejarah yang sebenarnya. Laila mendampingi suarainya yang ketika itu sedang berdialog dengan Khalid. Setelah didengarnya Khalid berkata kepada suaminya 'Akulah yang akan membunuhmu', ia bersimpuh di kaki penakluk itu mengharapkan ampun, dengan rambut yang sudah terurai ke bahunya dan air mata bersimbah membasahi kelopak matanya, sehingga sepasang mata itu tampak makin jelita. Khalid menatap wajahnya yang cantik itu, sementara perempiian itu mengerling kepadanya memohonkan belas kasihan, dengan pandangan penuh cinta dan rasa kagum. Malik berteriak: 'Aku pasti dibunuh!' Khalid menjawab, 'Bukan karena ini, tetapi hukuman ini berlaku karena kekufuranmu.' Lalu diperintahkannya agar orang itu dibunuh.
Bukan maksud kita hanya sampai pada cerita rekaan sastra dengan segala pemeriannya itu saja, tetapi yang pasti Laila memang mengagumi Khalid, dan karenanya sesudah itu Khalid menahannya dan tidak melepaskannya kendati perkawinan itu akan menimbulkan kesulitan buat dia sendiri.
Kemarahan Abu Qatadah al-Ansari
Barangkali kita sudah dapat memperkirakan betapa besarnya kesulitan itu bila kita mengetahui bahwa Abu Qatadah al-Ansari sampai begitu marah karena perbuatan Khalid yang membunuh Malik dan mengawini istrinya itu. Khalid ditinggalkannya dan ia pergi ke Medinah, dengan bersumpah tidak sekali-kali lagi mau berada di bawah satuan Khalid. Kita tahu apa yang sudah disebutkan dalam sumber itu, bahwa pasukan Khalid yang telah memenjarakan Malik dan teman-temannya itu mereka itulah yang menghabiskan riwayatnya tatkala mendengar perintah Khalid, "Berikanlah pendiangan kepada tawanan-tawanan itu"
dan bahwa Khalid marah sekali karenanya, yang kemudian berkata:
"Jika Allah menghendaki sesuatu maka akan terjadi juga." Sumber-sumber itu menambahkan bahwa Abu Qatadah menduga, apa yang terjadi itu hanya muslihat Khalid saja, dan menemuinya seraya berkata:
"Inilah perbuatanmu," tetapi Khalid membentaknya dan ia pun pergi ke Medinah.
Di sadur dari buku : Abu Bakar