Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Sikap Hidup Ali Bin Abi Thalib R.A

0 comments

Sikap dan cara hidup Imam Ali r.a. benar-benar telah manunggal dengan kezuhudan dan
ketinggian tingkat taqwanya kepada Allah s.w.t. Pernah terjadi, ada seorang telah melakukan
suatu kesalahan. Untuk menutupi kesalahannya, ia menyanjung-nyanjung Imam Ali r.a. Sebagai
orang yang sudah tahu duduk persoalannya, Imam Ali r.a. menjawab: "Aku ini sebenarnya tidak
setinggi seperti yang kaukatakan itu, tetapi aku ini sebenarnya memang lebih tinggi daripada
apa yang ada pada dirimu."

Perkataan itu diucapkannya dengan wajar, di samping menunjukkan bahwa ia tidak mabok
sanjung-puji, sekaligus pula mengeritik orang yang bersangkutan, bahwa perbuatan buruk
berakibat memerosotkan martabat.

Lain contoh lagi tentang kesederhanaan sikapnya. Dalam satu peperangan, lawan-lawan yang
dihadapinya semua berseragam tempur, lengkap dengan baju dan topi besi. Tidak dimilikinya
seragam tempur seperti itu, tidak membuat Imam Ali r.a. malu dan gentar. Ia terjun ke kancah
pertempuran tanpa mengenakan baju besi atau topi pelindung. Sikap Imam Ali r.a. yang seperti
itu mencerminkan kewajaran dan kesederhanaannya, walau dalam keadaan menghadapi bahaya
menantang. Prinsip kesederhanaan yang tidak dibuat-buat itulah yang melahirkan sikap polos,
jujur dan terus terang, baik dalam ucapan maupun perbuatan, dalam keadaan sulit atau pun
tidak.

Kepolosan dan kewajaran dalam menghadapi lawan seperti di atas tadi, sering disalah-artikan
atau disalah-gunakan orang untuk mengecap Imam Ali r.a. sebagai orang yang sombong dan
sok. Benarlah apa yang pernah dikatakan salah seorang sahabatnya: "Ali bin Abi Thalib r.a.
adalah orang yang mengenal perang hanya dengan modal keberanian. Ia tidak kenal bagaimana
dalam peperangan orang harus mendaya-gunakan tipu-muslihat."

Benarnya ucapan itu tampak jelas pada kata-kata Imam Ali r.a. sendiri, yang dengan gamblang
menegaskan: "Bukti keberanian ialah engkau harus mengutamakan kejujuran dan bukannya
kebohongan, walau kejujuran itu akan mengakibatkan kerugian, dan kebohongan akan
mengakibatkan keberuntungan. Dalam berbicara dengan orang lain hendaknya engkau tetap
selalu taqwa dan patuh kepada Allah s.w.t."

Dibanding dengan Khalifah-khalifah sebelumnya, memang tak ada seorang pun yang sedemikian
zuhudnya dalam menghindari nikmatnya kekuasaan dan kekayaan atau kesenangan-kesenangan
duniawi lainnya. Ia makan roti yang terigunya berasal dari cucuran keringat isterinya sendiri,
Sitti Fatimah r.a.

Tiap kali isterinya selesai menumbuk gandum, ia sendirilah yang turun tangan menggaruki
ujung antan (alu) dengan jari jemarinya guna mengumpulkan sisa-sisa tepung yang melekat.
Sambil mengerjakan hal itu Imam Ali r.a. berkata kepada isterinya: "Aku tak ingin perutku ini
dimasuki sesuatu yang aku tak tahu dari mana asalnya…"

Bagaimana lugu dan cara hidupnya yang berada di bawah tingkat sederhana itu diungkapkan
oleh Uqbah bin Alqamah, yang mengisahkan pengalaman sendiri, sebagai berikut: "Pada satu
hari aku berkunjung ke rumah Ali bin Abi Thalib r.a. Kulihat ia sedang memegang sebuah
mangkuk berisi susu yang sudah berbau asam. Bau sengak susu itu sangat menusuk hidungku.
Kutanyakan kepadanya: "Ya Amiral Mukminin, mengapa anda sampai makan seperti itu?"
"Hai Abal Janub," jawabnya, "Rasul Allah s.a.w. dulu minum susu yang jauh lebih basi dibanding
dengan susu ini. Beliau juga mengenakan pakaian yang jauh lebih kasar daripada bajuku ini
(sambil menunjuk kepada baju yang sedang dipakainya). Kalau aku sampai tidak dapat
melakukan apa yang sudah dilakukan oleh beliau, aku khawatir tak akan dapat berjumpa
dengan beliau di hari kiyamat nanti."

Imam Ali r.a. sebagai seorang shaleh, zuhud, tahan menderita dan sanggup membebaskan diri
dari kesenangan duniawi, belum pernah makan sampai merasa kenyang. Makanannya bermutu
sangat rendah dan pakaiannya pun hampir tak ada harganya. Abdullah bin Rafi' menceritakan
penyaksiannya sendiri sebagai berikut: "Pada suatu hari raya aku datang ke rumah Imam Ali r.a.
Ia sedang memegang sebuah kantong tertutup rapat berisi roti yang sudah kering dari remuk.
Kulihat roti itu dimakannya. Aku bertanya keheran-heranan: "Ya Amiral Mukminin, bagaimana
roti seperti itu sampai anda simpan rapat-rapat?"
"Aku khawatir," sahut Imam Ali r.a., "kalau sampai dua orang anakku itu mengolesinya dengan
samin atau minyak makan."

Tidak jarang pula Imam Ali r.a. memakai baju robek yang ditambalnya sendiri. Kadang-kadang
ia memakai baju katun berwarna putih, tebal dan kasar. Jika ada bagian baju yang ukuran
panjangnya lebih dari semestinya, ia potong sendiri dengan pisau dan tidak perlu dijahit lagi.
Bila makan bersama orang lain, ia tetap menahan tangan, sampai daging yang ada di
hadapannya habis dimakan orang. Bila makan seorang diri dengan lauk, maka lauknya tidak lain
hanyalah cuka dan garam. Selebihnya dari itu ia hanya makan sejenis tumbuh-tumbuhan.
Makan yang lebih baik dari itu ialah dengan sedikit susu unta. Ia tidak makan daging kecuali
sedikit saja. Kepada orang lain ia sering berkata: "Janganlah perut kalian dijadikan kuburan
hewan!"

Sungguh pun tingkat penghidupannya serendah itu, Imam Ali r.a. mempunyai kekuatan jasmani
yang luar biasa. Lapar seolah-olah tidak mengurangi kekuatan tenaganya. Ia benar-benar
bercerai dengan kenikmatan duniawi. Padahal jika ia mau, kekayaan bisa mengalir kepadanya
dari berbagai pelosok wilayah Islam, kecuali Syam. Semuanya itu dihindarinya dan sama sekali
tidak menggiurkan seleranya.

Sumber

Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Share this article :

Post a Comment

 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved