Khalifah Al-Musta'in (862-866 M) dilahirkan pada 221 H. Ibunya
seorang mantan budak bernama Mukhariq. Al-Musta'in memiliki wajah putih, namun
mukanya banyak terdapat bekas cacar. Demikian dituturkan Imam As-Suyuthi dalam
Tarikh Al-Khulafa'.
Nama lengkapnya adalah Al-Musta'in Billah, Abu
Al-Abbas Ahmad bin Al-Mu'tashim bin Ar-Rasyid yang merupakan saudara
Al-Mutawakkil. Al-Musta'in dibaiat menjadi khalifah keduabelas Bani Abbasiyah
oleh para komandan pasukan perang setelah meninggalnya Al-Muntashir. Mereka
berkata, "Jika kalian hendak menobatkan salah seorang anak Al-Mutawakkil, maka
tidak ada lagi yang tersisa dari mereka. Tidak ada lagi keturunan Al-Mutawakkil
kecuali Ahmad bin Al-Mu'tashim, salah seorang guru kita."
Al-Musta'in dikenal sebagai orang yang berperangai
baik, memiliki sifat-sifat yang utama, sangat fasih berbicara, memiliki wawasan
dan pandangan yang cukup luas, baik budi pekertinya, dan dekat dengan rakyat.
Al-Musta'in merupakan penggagas pakaian lengan lebar yang luasnya sampai tiga
jengkal. Ia adalah khalifah yang pertama kali mengecilkan topi yang sebelumnya
berukuran panjang.
Ketika dibaiat menjadi khalifah, usianya baru 28
tahun. Masa-masa emas kekuasaannya hanya berlangsung awal-awal 251 H.
Al-Musta'in kemudian membunuh Wazir Washif dan Panglima Begha. Keduanya
merupakan pemuka Turki yang sangat berpengaruh saat itu. Begitu juga dengan
Baghir yang merupakan pembunuh Al-Mutawakkil, berhasil diasingkan.
Begitu Washif dan Begha terbunuh, orang-orang Turki
sangat marah, sehingga Al-Musta'in memindahkan pusat pemerintahannya dari
Samarra ke Baghdad. Orang-orang Turki menyatakan ketundukannya asalkan
Al-Musta'in mau kembali ke Samarra. Khalifah Al-Musta'in menolak tawaran
tersebut, sehingga orang-orang Turki berniat untuk memenjarakan dan
membunuhnya.
Orang-orang Turki mengatur skenario dengan cara
mengangkat Al-Mu'taz sebagai khalifah dengan maksud mengadu domba antara dia dan
Al-Musta'in. Al-Mu'taz menyiapkan pasukan melawan Al-Musta'in dan rencana ini
mendapat dukungan dari penduduk Baghdad.
Pertempuran pun terjadi antara pasukan Al-Musta'in
dengan Al-Mu'taz. Pertempuran yang berlangsung selama beberapa bulan itu
menghabiskan banyak korban nyawa dan harta di kedua belah pihak. Harga-harga
barang melonjak naik, perekonomian pun terpuruk. Sehingga di mana-mana timbul
gerakan protes rakyat menuntut pengunduran diri Al-Musta'in.
Mayat-mayat yang bergelimpangan dan tidak segera
dikuburkan, menimbulkan wabah penyakit yang menulari para penduduk sekitarnya.
Akibatnya, karena lemahnya dukungan dari rakyat dan disertai dengan peperangan
yang terus-menerus melawan Al-Mu'taz, kekuasaan Al-Musta'in sedikit demi sedikit
melemah.
Mengetahui kekuasaan Al-Musta'in kian lemah,
orang-orang Turki menggunakan strategi baru dengan cara berdamai. Mereka
mengutus Ismail, salah seorang hakim yang saat itu ditemani beberapa tokoh
masyarakat. Ismail dan kawan-kawannya menetapkan syarat-syarat pengunduran diri
Al-Musta'in. Akhirnya, berkat desakan mereka, Al-Musta'in mengundurkan diri pada
252 H. Al-Musta'in dipenjarakan di Wasith, kemudian dikembalikan ke
Samarra.
Khalifah Al-Mu'taz yang kurang puas dengan pengunduran
diri Al-Musta'in, bermaksud membunuhnya dengan mengutus Ahmad bin Thulun. Namun
Ahmad bin Thulun menolak. "Demi Allah, saya sama sekali takkan pernah membunuh
salah seorang anak khalifah," ujarnya.
Akhirnya diutuslah Sa'id bin Al-Hajib sehingga
Al-Musta'in terbunuh pada bulan Syawwal tahun itu juga.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni