Ketika khalifah Abu Ja'far Al-Manshur meninggal di tengah
perjalanan untuk menunaikan ibadah haji, Al-Mahdi sedang berada di Baghdad
mewakilinya mengurus kepentingan negara. Di sanalah Al-Mahdi mendengar kabar
kematian ayahnya tercinta sekaligus pengangkatan dirinya sebagai
khalifah.
Setelah merasa mampu menguasai kesedihannya, ia
berpidato di hadapan orang banyak. Di antara isi pidatonya, “Sesungguhnya Amirul
Mukminin adalah seorang hamba yang diminta, lalu dia penuhi permintaan itu.
Rasulullah Saw pernah menangis saat berpisah dengan orang-orang yang
dicintainya. Kini aku berpisah dengan sosok yang agung, kemudian aku diberi
beban yang sangat berat. Hanya kepada Allah aku mengharap pahala untuk Amirul
Mukminin, dan hanya kepada-Nya aku memohon pertolongan untuk memimpin kaum
Muslimin.”
Al-Mahdi dikenal sebagai sosok dermawan, pemurah,
terpuji, disukai rakyat serta banyak memberikan hadiah-hadiah. Selain itu, ia
juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar. Ia lahir pada
129 H. Ada juga yang mengatakan 126 H. Ibunya bernama Ummu Musa binti Al-Manshur
Al-Himyariyah.
Al-Mahdi adalah khalifah pertama yang memerintahkan
ulama untuk menulis buku menentang orang-orang Zindiq dan mulhid (ingkar).
Menurut Adz-Dzahabi seperti dikutip Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’,
dialah yang pertama kali membuat jaringan pos antara Irak dan Hijaz.
Berbeda dengan pemerintahan ayahnya yang penuh dengan
perjuangan melawan berbagai kesulitan untuk menstabilkan keadaan negara, masa
pemerintahan Al-Mahdi bisa dikatakan masa kejayaan dan kemakmuran. Rakyat dapat
hidup dengan tenteram dan damai. Sebab negara pada waktu itu berada dalam
keadaan stabil dan mantap. Keuangan negara terjamin dan tidak ada satu pun
gerakan penting dan signifikan yang mengancam keselamatan negara.
Masa pemerintahan Al-Mahdi dimulai dengan pembebasan
para napol (narapidana politik) dan tapol (tahanan politik). Kebanyakan dari
golongan Alawiyah (pendukung Ali), terkecuali para kriminal yang dipenjarakan
menurut undang-undang yang berlaku.
Pembangunan yang dilakukan di masa itu meliputi
peremajaan bangunan Ka’bah dan Masjid Nabawi, pembangunan fasilitas umum,
pembangunan jaringan pos yang menghubungkan kota Baghdad dengan kota-kota besar
Islam lainnya.
Di antara kebijakan Al-Mahdi adalah menurunkan pajak
bagi golongan kafir dzimmi, juga memerintahkan pegawai-pegawainya untuk tidak
bersikap kasar ketika memungut pajak, karena sebelumnya mereka diintimidasi
dengan berbagai cara agar membayar pajak.
Penaklukan di masa Khalifah Al-Mahdi meliputi daerah
Hindustan (India) dan penaklukan besar-besaran terjadi di wilayah Romawi. Selain
itu, Al-Mahdi juga bersikap keras terhadap orang-orang yang menyimpang dari
ajaran Islam, yaitu mereka yang menganut ajaran Manawiyah Paganistik (penyembah
cahaya dan kegelapan) atau lebih dikenal dengan sebutan kaum Zindiq. Setelah itu
sebutan Zindiq dialamatkan kepada siapa saja yang mulhid atau para ahli
bid’ah.
Gerakan lain yang muncul pada masa kepemimpinannya
adalah gerakan Muqanna Al-Khurasani yang menuntut dendam atas kematian Abu
Muslim Al-Khurasani. Selain itu, gerakan ini merupakan percobaan Persia untuk
merebut kembali kekuasaan dari pengaruh dari bangsa Arab, khususnya Bani
Abbasiyah. Al-Muqanna mengajarkan kepada para pengikutnya tentang pengembalian
ruh ke dunia dalam jasad yang lain, yang lebih dikenal dengan reinkarnasi. Tentu
saja gerakan ini sangat sesat dan menyesatkan.
Kemunculan Al-Muqanna menimbulkan kekhawatiran
khalifah, selain karena para pengikutnya yang bertambah banyak, mereka juga
sering memenangkan peperangan menghadapi kaum Muslimin serta menawan Muslimah
dan anak-anak. Oleh sebab itu, Al-Mahdi mengirim pasukan besar menghadapi
gerakan tersebut.
Terjadilah pengepungan di sebuah kota di mana
Al-Muqanna bersembunyi. Pengepungan itu berlangsung cukup lama. Di luar
perkiraan pasukan Al-Mahdi, sebuah aksi bunuh diri massal dilakukan Al-Muqanna
bersama pengikut-pengikutnya, yaitu dengan cara membakar diri.
Pada tahun 159 H, Al-Mahdi mengangkat kedua anaknya,
Musa Al-Hadi dan Harun Ar-Rasyid, sebagai putra mahkota secara berurutan. Pada
tahun 169 H, Al-Mahdi meninggal dunia. Ia memerintah selama 43 tahun. Satu
riwayat menyebutkan dia meninggal karena jatuh dari kudanya ketika sedang
berburu. Riwayat lain mengatakan dia meninggal karena diracun.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni