Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Pertimbangan-pertimbangan dan kebijakan Umar bin khattab di Irak

0 comments

Pertimbangan-pertimbangan dan kebijakan Umar di Irak

Sesudah keadaan pasukan Muslimin mulai tenang di Irak, sekarang tiba saatnya memikirkan untuk menyusun organisasi mereka sendiri.

Adakah perkiraan kita, bahwa mereka dibiarkan cukup dengan mengajarkan agama kepada penduduk yang sudah menerima Islam, dan menerima jizyah dari yang bukan Muslim? Itulah yang sudah dilakukan Rasulullah tatkala kabilah-kabilah dan kota-kota di Semenanjung Arab menyatakan sudah menjadi keluarga Muslim. la mengirim orang-orang yang ditugaskan mengajarkan agama kepada mereka, dan ada yang bertugas memungut zakat. Coba kita lihat, kalau Umar melakukan hal serupa itu untuk Irak, terjaminkah keamanan masa depannya? Rasulullah tidak pernah memerangi kabilah-kabilah dan tidak pula membebaskan kota-kota yang sudah masuk ke dalam lingkungan Islam kecuali Mekah dan Ta'if. Sungguhpun begitu, kaum murtad di seluruh Semenanjung Arab telah mengambil kesempatan pertama dengan menyatakan pembangkangan tak lama sebelum Rasulullah wafat, dan yang kemudian menyebar luas seperti api di tengah-tengah jerami kering setelah Abu Bakr dibaiat, padahal Semenanjung itu berpenduduk Arab, dan kekuasaan Medinah tidak pula membebani mereka dan hati mereka pun tidak membencinya seperti kebencian mereka yang bukan Arab.


Seperti sudah kita lihat, mengingat pembangkangan orang-orang Arab yang berakibat pecahnya perang di sana sini, maka wajar sekali jika Umar merasa khawatir orang-orang Persia penduduk Irak, yang kebanyakan belum lagi masuk Islam, akan membangkang, bahkan membangkangnya orang-orang Arab Irak sendiri, baik yang sudah masuk Islam atau yang masih dalam kepercayaan lama. Mereka semua sudah biasa dengan segala kenikmatan dan kesenangan hidup di bawah ke kuasaan Hirah dan Mada'in, juga sudah biasa dengan berbagai kehidupan serba mewah, yang dalam banyak hal tidak sesuai dengan cara-cara kehidupan Arab di Semenanjung, dan dengan ajaran agama yang diwahyukan Allah kepada Nabi berbangsa Arab itu. 

Kalau Arab Semenanjung itu dibiarkan dalam keadaan mereka sendiri, mereka lebih cenderung memberontak. Umar mempunyai pandangan yang lebih jauh dan lebih berhati-hati untuk membiarkan kekacauan yang mulai terlihat gejalanya di negeri-negeri yang sudah dibebaskan itu, yang masih bertetangga dengan Semenanjung Arab. Percikan-percikan kekacauan demikian adakalanya akan meluas. Bagi Amirulmukminin, semua itu sudah cukup untuk memperkirakan segala akibatnya. Bukan itu saja yang menimbulkan kekhawatiran Umar. Kalau dia merasa aman dari pembangkangan penduduk Irak jika dibiarkan begitu, dan membiarkan kaum Muslimin memberi pelajaran agama kepada mereka yang sudah masuk Islam, dia hams juga membuat perhitungan sungguh-sungguh terhadap pasukan Persia yang sudah dipukul mundur oleh pasukannya ke balik pegunungan mereka sendiri. Umar sudah pernah berangan-angan sekiranya ada sebuah gunung penyekat dari api sehingga ia tak dapat mencapai mereka dan mereka pun tak dapat mencapainya. Tetapi gunung demikian tidak ada. Jadi tidak heran jika pasukan Persia yang dipukul mundur sampai dataran Iran itu berpikir ingin kembali ke Irak untuk membalas dendam dan merebut kembali apa yang lepas dari tangan mereka, seperti yang pernah mereka lakukan setelah Khalid bin Walid menguasai Hirah dan Anbar kemudian ditinggalkan pergi ke Syam untuk membantu pasukan Muslimin di sana.

Usaha balas dendam pihak Persia itu lebih cenderung akan berhasil kalau kekuatan pasukan Muslimin ditarik dari Irak. Sebaliknya, kalau ia tetap di sana dan kedudukannya diperkuat, pihak Persia akan lebih dulu berpikir seribu kali sebelum melakukan tindakannya untuk membalas dendam. Kalaupun mereka berani bertindak, angkatan bersenjata Amirulmukminin sudah cukup kuat dan siap menghadapi mereka, menumpas atau memukul mundur mereka ke balik pegunungan Persia. Bahkan sudah siap maju sampai ke dataran mereka serta menguasai negeri mereka, seperti yang sudah dilakukannya terhadap Irak dan menghabiskan
kekuasaan dan pengaruh mereka di sana.

Dua pertimbangan ini tidak lepas dari perhitungan Umar. Bahkan barangkali bukan itu yang menjadi pusat pemikirannya selama ini, mengingat keduanya adalah hal yang wajar, dan karena ketika Umar berencana meneruskan perang di Irak tidak bermaksud hendak mengusir orang-orang Persia dari sana dan sesudah itu membiarkan mereka begitu saja. Tujuan Umar hendak menggabungkan Irak dengan Syam dalam satu kesatuan tanah Arab yang terbentang dari Teluk Aden sampai ke Samudera Indonesia dan dari Teluk Persia di selatan jauh ke utara pedalaman Sahara Syam. Oleh karena itu sudah selayaknya yang akan mengurus Irak adalah pihak yang menang, dan memastikan keberadaannya di sana serta yang mengatur sistem pemerintahannya. Adakah sistem pemerintahan ini akan seperti sistem yang dibuat oleh Rumawi dan Persia di negeri-negeri yang mereka duduki? Atau bagaimana sistem yang akan diterapkan oleh Umar di negeri-negeri yang sudah dibebaskan untuk kedaulatan Islam yang baru tumbuh itu?

Andaikata Umar memutuskan untuk memperturutkan keinginan pasukannya yang sudah mendapat kemenangan di Irak, niscaya ia menempuh kebijakan seperti Persia dan Rumawi yang memberikan segalanya
kepada pihak militer, dan untuk penduduk tak ada yang ditinggalkan selain remah dan sisa-sia kelebihan dari pasukannya, seperti halnya dengan pejabat-pejabat Persia yang tidak pernah meninggalkan apa pun untuk petani-petani yang bekerja mengolah tanah mereka, selain remah yang oleh mereka sudah tidak diperlukan lagi. Pasukan Muslimin di Kadisiah, di Mada'in, di Jalula dan di tempat-tempat pertempuran yang lain mendapat rampasan perang yang semula tidak mereka impikan samasekali. Mereka melihat kekayaan di segenap penjuru Irak, kekayaan yang akan mendorong mereka hidup bersenang-senang dan bermewah- mewah sesuka hati mereka, di bawah lindungan pedang. Tetapi kita masih ingat, apa yang dikatakan Khalid bin Walid kepada pasukannya tatkala mendapat kemenangan di Walajah pada pertama kali pasukan Muslimin menyerbu Irak. Ia berpidato di hadapan mereka dengan mengatakan: "Tidakkah kalian lihat makanan ini yang setinggi gunung? Demi Allah, kalau hanya untuk mencari makan, dan bukan karena kewajiban kita berjuang demi Allah dan mengajak orang kepada ajaran Allah Subhanahu wa ta'ala, pasti kita gempur desa ini sehingga hanya tinggal kita yang berkuasa di sini, dan orang yang enggan berjuang seperti yang kalian lakukan ini, kita biarkan dalam kelaparan dan kekurangan." Apa artinya makanan di Walajah ini dibandingkan dengan makanan yang ada di Mada'in! Apa artinya kekayaan Furat dibandingkan dengan kekayaan Tigris! Apa artinya keagungan Hirah dan kemegahan Khawarnaq dan Sadir dibandingkan dengan keagungan Istana Kisra dan tempat bersemayam raja diraja dan takhtanya! Yang berkuasa dan berhak menikmati semua ini adalah pasukan Muslimin. Merekalah yang sekarang berada di puncak kemenangan itu. 

Bukankah sudah sepantasnya jika Umar memperturutkan keinginan mereka dan membiarkan mereka menikmati segala kekayaan Irak seperti yang dilakukan Kisra terhadap pasukannya yang sudah mendapat kemenangan, demikian juga yang dilakukan Kaisar!

Ke sanalah arah pemikiran Umar, yang juga dimusyawarahkan dengan sahabat-sahabatnya. Yang pertama sekali terlintas dalam pikirannya ketika ia teringat pada perintah-perintah Abu Bakr kepada para panglimanya saat melepas mereka untuk membebaskan Irak. Pekerjaan orang-orang Arab di Irak sebagai petani yang mengolah tanah mereka sendiri, tetapi sedikit sekali hasil yang mereka peroleh. Kebanyakan hasilnya jatuh ke tangan para pemuka-pemuka Persia yang memperlakukan orang-orang Arab begitu hina dan kejam. Abu Bakr sudah berpesan kepada para panglimanya agar tidak memperlakukan orang-orang Arab secara tidak baik. Jangan sampai ada yang terbunuh dari mereka, juga jangan ada yang ditawan, dan segala yang berhubungan dengan kepentingan mereka jangan sampai mereka dirugikan. Politik ini semua merupakan kebijakan yang harus diberlakukan terhadap semua penduduk Irak, yang Arab dan yang bukan Arab. Lebih dari itu, orang-orang Persia sendiri harus merasa mereka yang tidak mengadakan perlawanan
dan tidak merintangi pasukan Muslimin bahwa pemerintahan baru ini tidak akan mengganggu kepentingan mereka. Mereka secara pribadi dan keluarga mereka tak boleh dirugikan. Mereka yang tinggal di tanah itu semua sama. Kalau ada di antara mereka yang melarikan diri karena takut melihat perang, kemudian kembali lagi ke tanah mereka, keamanan mereka harus dijamin. Kharaj atau jizyah yang diberlakukan oleh pejabat Muslim tidak boleh memberatkan. Dengan demikian, dan dengan ditegakkannya keadilan di antara penduduk, maka semua warga di bawah pemerintahan Muslimin akan merasa tenteram.


Share this article :
 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved