Kepemimpinannya Adalah Penaklukan, Hijrahnya Adalah Kemenangan, Keteladanannya Adalah Rahmat, Download Gratis Film Umar Bin Khattab 30 Episode di sini http://omar.collectionfree.com

Ayahanda Ali Bin Abi Thalib

0 comments

Ayahanda Imam Ali r.a. adalah seorang pemimpin Qureisy. Ia sangat terpandang, dicintai, dihormati dan disegani oleh penduduk Makkah. Beliau dihormati bukan semata-mata karena kedudukannya, tetapi lebih-lebih karena budi pekertinya yang luhur, jiwanya yang besar, kepribadiannya yang tinggi dan tindakannya yang senantiasa adil. Satu pribadi yang mengungguli semua orang pada zamannya. Baik dalam soal kesanggupannya, kemantapannya maupun dalam kegigihannya membela sesuatu yang diyakininya benar.

Tentang kesanggupan, kemantapan dan kegigihan Abu ThalIib dapat disaksikan dari penampilan-penampilan beliau menghadapi orang-orang kafir Qureiys. Dengan kekuatan sendiri ia memikul beban membela Nabi Muhammad s.a.w. dari tantangantantangan dan perlawanan orang-orang Qureiys. Satu beban yang tak pernah dipikul oleh paman-paman serta keluarga atau kerabat Nabi Muhammad s.a.w. yang lain. Penilaian yang semacam itu terhadap Abu Thalib, diterima bulat oleh para sejarawan dari segala mazhab.

Abu Thalib adalah orang yang teguh berdiri membentengi Nabi Muhammad s.a.w. dari segala bentuk rongrongan komplotan kafir Qureiys. Abu Thalib berbuat demikian didorong oleh pandangannya yang luas, penglihatan hati dan fikirannya yang tajam, tekad serta semangatnya yang tak terpatahkan.

Hal ini tercermin pula ketika untuk pertama kalinya Abu Thalib melihat puteranya, Imam Ali r.a., secara diam-diam bersembahyang di belakang Rasul Allah s.a.w. Diamatinya putera yang masih muda belia itu telah menjadi pengikut Nabi Muhammad s.a.w. Diperhatikan pula puteranya itu tidak gelisah bersembahyang meskipun dilihat ayahnya. Malahan Imam Ali r.a. setelah mengetahui ayahnya melihat ia bersembahyang di belakang Rasul Allah, segera menghadap kepadanya, kemudian berkata: "Ayah, aku telah beriman kepada Allah  dan Rasul-Nya. Aku mempercayai dan membenarkan agama yang dibawa olehnya dan aku bertekad hendak mengikuti jejaknya!"

Mendengar pernyataan puteranya yang terus terang tanpa dibikin-bikin, Abu Thalib berkata:
"Sudah pasti ia mengajakmu ke arah kebajikan, oleh karena itu tetaplah engkau bersama dia!"
Lain kali Abu Thalib melihat puteranya sedang berdiri di sebelah kanan Nabi Muhammad s.a.w. yang siap menunaikan sembahyang. Dari kejauhan Abu Thalib melihat puteranya yang seorang lagi yaitu Ja'far. Ja'far segera dipanggil, kemudian diperintahkan: "Bergabunglah engkau menjadi sayap putera pamanmu di sebelah kiri, dan bersembahyanglah bersama dia!" Abu Thalib seorang pemimpin yang mempunyai kebijaksanaan tinggi. Ia tidak bersitegang leher mempertahankan kebekuan zaman dan tidak menghalang-halangi hadirnya masa mendatang yang lebih cemerlang. Kebijaksanaan yang tinggi itu tercermin benar dari wasiyat yang diucapkannya pada detik-detik menjelang ajalnya, ditujukan kepada orang-orang Qureiys:
"…Wahai orang-orang Qureiys. Kuwasiatkan agar kalian senantiasa mengagungkan rumah itu (Ka'bah). Sebab di sanalah tempat keridhoan Tuhan dan sekaligus juga merupakan tiang penghidupan… Eratkanlah hubungan silaturrahmi, janganlah sekali-kali kalian putuskan.

Jauhilah perbuatan dzalim… Betapa banyaknya sudah generasi-generasi terdahulu hancur binasa karena dzalim...!
"Wahai orang-orang Qureiys. Sambutlah dengan baik orang yang mengajak ke jalan yang benar, dan berikanlah pertolongan kepada setiap orang yang membutuhkan... Sebab dua perbuatan terpuji itu merupakan kemuliaan bagi seseorang, selagi ia masih hidup dan sesudah mati… Hendaknya kalian selalu berkata benar dan setia menunaikan amanat…! 
"Kuwasiatkan kepada kalian supaya berlaku baik terhadap Muhammad. Sebab ia orang yang paling terpercaya di kalangan Qureiys dan tidak pernah berdusta…!
"Apa yang kuwasiatkan kepada kalian, semuanya telah terhimpun padanya. Kepada kita ia datang membawa missi yang sebenarnya dapat diterima oleh hati-sanubari, tetapi diingkari dengan ujung lidah, hanya karena takut akan tidak disukai orang lain. Demi Allah, aku seakanakan dapat melihat bahwa orang-orang Arab lapisan bawah, orang-orang yang hidup terluntalunta, dan orang-orang yang lemah tidak berdaya, sudah siap menyambut baik seruannya, membenarkan tutur-katanya, dan menjunjung tinggi missi yang di bawanya. Bersama mereka itulah Muhammad mengarungi ancaman gelombang maut!

"Namun aku juga seolah-olah sudah melihat, bahwa orang-orang Arab akan dengan tulus hati mengikhlaskan kecintaan mereka dan mempercayakan kepemimpinan kepadanya."
"Demi Allah, barang siapa yang mengikuti jejak langkahnya, ia pasti akan menemukan jalan yang benar. Dan barang siapa yang mengikuti petunjuk serta bimbingannya, ia pasti selamat!"
"Seandainya aku masih mempunyai sisa umur, semua rong-rongan yang mengganggu dia, pasti akan kuhentikan dan kucegah, dan ia pasti akan kuhindarkan dari tiap marabahaya yang akan menirnpanya…"
Wasiat yang gamblang itu tidak memerlukan ulasan lagi. Dari wasiyat yang diucapkan sesaat sebelum ajalnya datang, orang dapat mengambil kesimpulan sendiri, siapa sebenarnya Abu Thalib itu, bagaimana sikapnya terhadap Nabi Muhammad s.a.w. dan sejauh mana pandangan dan fikirannya terhadap Islam.

Sikap, pandangan dan fikiran yang sangat positif itulah yang memberi kesanggupan kepadanya untuk mencurahkan seluruh hidupnya melindungi pembawa da'wah yang mengajak manusia ke jalan yang benar.
Abu Thalib bukan hanya mengenal kebenaran Nabi Muhammad s.a.w., tetapi juga mengenal pribadi beliau dengan baik. Ia paman beliau, pengasuh dan pemelihara beliau sejak kanak-kanak sampai dewasa. Dalam waktu yang amat panjang, Abu Thalib menyaksikan sendiri bagaimana praktek kehidupan Nabi Muhammad s.a.w. sehari-hari. Abu Thalib rindu sekali ingin melihat hakekat kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w. Hatinya pedih dan kesal menyaksikan kaumnya menyia-nyiakan akal fikiran dan hidup mereka di depan tumpukan batu, yang dianggapnya sebagai sesembahan dan tuhan-tuhan.

Dengan tangguh Abu Thalib menghadapi tantangan-tantangan kafir Qureiys serta menggagalkan rencana-rencana jahat yang mereka tujukan terhadap Rasul Allah s.a.w. Ketika orang-orang kafir Qureiys sudah merasa putus asa dan tidak sanggup lagi membendung da'wah risalah Nabi Muhammad s.a.w., dan tidak berdaya lagi menggertak Abu Thalib supaya menghentikan perlindungan dan pembelaannya kepada Rasul Allah s.a.w., maka tokoh-tokoh mereka mengambil keputusan: melancarkan blokade dan pemboikotan total terhadap semua orang Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib.

Blokade dan pemboikotan total yang demikian itu adalah cara-cara yang di cela oleh tradisi dan moral bangsa Arab sendiri. Tetapi bagi kaum kafir Qureiys, itu bukan soal. Yang penting, tujuan harus tercapai. Segala cara atau jalan mereka halalkan demi tujuan. Blokade kafir Qureiys itu ternyata lebih mendorong orang-orang Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib untuk bertambah cenderung dan berfihak kepada Abu Thalib. Orang-orang Bani Hasyim dan Bani Abdul Mutthalib berhimpun dalam sebuah Syi'ib (lembah di antara dua bukit).

Dengan semangat baja mereka hadapi kepungan ketat serta pemboikotan total di bidang ekonomi dan sosial. Selama lebih kurang 3 tahun mereka menahan penderitaan dan kelaparan. Mereka sampai terpaksa menelan dedaunan sekedar untuk mengganjel perut yang lapar. Selama masa yang penuh derita dan sengsara itu, Abu Thalib tetap tegak berdiri laksana gunung raksasa yang kokoh-kuat, tak tergoyahkan oleh gelombang badai dan tiupan angin ribut. Dengan tegas Abu Thalib menolak setiap kompromi dan tawar-menawar yang diajukan oleh orang-orang kafir Qureiys. Penolakkannya itu diucapkan dengan bait-bait syair. Inilah di antara
syair-syair tersebut :
"Sadarlah kalian, sadarlah,
sebelum banyak liang digali orang,
dan orang-orang tak bersalah diperlakukan sewenang-wenang.
Janganlah kalian ikuti perintah orang jahat tiada berakhlaq
untuk memutuskan tali persahabatan
dan persaudaraan dengan kita.
Demi Tuhan Penguasa Ka'bah,
Kami tak akan menyerahkan Muhammad ke dalam marabahaya yang dirajut orang-orana penentang zaman,
sebelum terbedakan mana leher kami dan mana leher kalian,
dan sebelum tangan berjatuhan ditebas pedang mengkilat tajam!"

Ya… benarlah. Jika Abu Thalib sudah mempercayai suatu kebenaran, kepercayaannya itu benarbenar keras dan mantap. Sekeras dan semantap kepercayaan yang diwariskan kepada putera bungsunya, Imam Ali r.a., bahkan sampai kepada anak cucu keturunan Imam Ali r.a.! Abu Thalib bergerak membela Nabi Muhammad s.a.w. bukan disebabkan karena beliau putera saudaranya sendiri. Abu Thalib menyingsingkan lengan baju, karena Nabi Muhammad s.a.w. seorang yang menyerukan kebenaran dan mengajak manusia ke arah kebajikan! Ia membela kebenaran dan bukan membela kekerabatan. Ia menentang dan melawan saudaranya sendiri, Abu Lahab, karena ia tahu, Abu Lahab berada di atas kebatilan.

Tentang betapa adil dan jujurnya Abu Thalib dapat pula disaksikan dari peristiwa berikut. Pada suatu hari Rasul Allah s.a.w. memberitahukan kepada Abu Thalib, bahwa naskah pemboikotan yang ditempelkan oleh orang-orang kafir Qureiys pada dinding Ka'bah sudah hancur di makan rayap, sehingga tak ada lagi bagian yang tinggal selain yang bertuliskan: "Dengan Nama Allah."

Setelah mendengar keterangan Rasul Allah s.a.w., Abu Thalib segera mendatangi sejumlah tokoh Qureiys. Kepada tokoh-tokoh kafir Qureiys itu, Abu Thalib berkata dengan lantang: "Hai orang-orang Qureiys, putera saudaraku telah memberitahu kepadaku, bahwa naskah pemboikotan yang kalian tulis dan kalian gantungkan pada Ka'bah, sekarang sudah hancur.

Tengoklah naskah kalian itu! Kalau benar terjadi seperti apa yang dikatakan oleh Muhammad, hentikanlah pemboikotan kalian terhadap kami. Tetapi jika Muhammad ternyata berdusta, ia akan kuserahkan kepada kalian!"
Abu Thalib mengatakan semuanya itu hanya berdasarkan kepercayaan yang penuh kepada Nabi Muhammad s.a.w. Ia sendiri belum pernah melihat bagaimana keadaan naskah yang tergantung ada dinding Ka'bah.

Tokoh-tokoh Qureiys merasa puas dengan kesediaan Abu Thalib menyerahkan Nabi Muhammad s.a.w., bila terbukti beliau berdusta. Mereka segera pergi menuju Ka'bah untuk menengok naskah pemboikotan dan ternyata benar apa yang dikatakan Nabi Muhammad s.a.w. Tokoh-tokoh kafir Qureiys lemas, tak berdaya dan terpaksa mengumumkan penghentian pemboikotan pada hari itu juga. Aksi komplotan mereka berakhir dengan kegagalan.

Dari peristiwa tersebut Abu Thalib memperoleh pembuktian langsung dari Allah s.w.t. tentang benarnya kepercayaan yang selama ini dipertahankan dan dijaganya baik-baik. Pembuktian yang didapatnya sebagai mu'jizat Rasul Allah s.a.w. itu datang dari kekuasaan Allah dan bukan datang dari seorang famili yang harus diikuti.

Jauh sebelum kejadian di atas, orang-orang kafir Qureiys sudah berkali-kali menghimbau Abu Thalib baik dengan bujuk rayu, maupun dengan ancaman kekerasan. Orang-orang kafir Qureiys pernah mengancam Abu Thalib dengan kata-kata: "Hai Abu Thalib, engkau orang yang sudah lanjut usia, terhormat dan mempunyai kedudukan terpandang… Kami telah berkali-kali meminta kepadamu supaya engkau melarang putera saudaramu terus menerus berda'wah, tetapi engkau tidak mau melarangnya… Kami tidak dapat lagi menahan kesabaran mendengar orangtua kami dicerca, tuhan-tuhan kami dicela, dan orang-orang arif kami dijelek-jelekkan... Silakan engkau pilih… Apakah engkau bersedia mencegah Muhammad supaya tidak terus menerus menyerang kami, atau, kamilah yang akan bertindak memerangi dia, termasuk engkau sekaligus, sampai salah satu fihak binasa…"

Mendengar ancaman itu, Abu Thalib bukannya menjadi mundur dalam membela kebenaran Nabi Muhammad s.a.w., malahan justru bertambah teguh pendiriannya, semakin tinggi semangatnya dan merasa lebih mampu memberikan tamparan keras terhadap muka orang Qureiys yang sudah semakin nekad. Melalui syairnya dengan tegas Abu Thalib menjawab:
"Aku tahu bahwa agama Muhammad, agama terbaik bagi segenap manusia. Demi Allah, hai Muhammad, mereka tak akan dapat menyentuhmu, sebelum aku terkapar berkalang tanah."

Pada suatu hari Abu Thalib sedang duduk santai di rumah. Tiba-tiba datang Rasul Allah s.a.w. kelihatan sedih dan kesal. Setelah duduk, Rasul Allah s.a.w. segera menyampaikan persoalannya. Mendengar keterangan beliau, Abu Thalib segera mengerti, bahwa orang-orang kafir Qureiys telah berhasil membujuk salah seorang yang berperangai jahat di kalangan mereka melemparkan kotoran ternak dan gumpalan darah beku ke atas kepala Rasul Allah s.a.w. Pelemparan itu dilakukan, di saat Nabi Muhammad s.a.w. sedang sujud bermunajat ke hadirat Allah s.w.t.

Dengan tidak menunggu waktu lagi Abu Thalib bangkit. Dengan tangan kanan membawa pedang terhunus dan tangan kiri menggandeng Nabi Muhammad s.a.w., ia berangkat mendatangi gerombolan Qureiys yang telah mengganggu Nabi Muhammad s.a.w. Setiba di depan gerombolan itu, Abu Thalib berhenti sejenak. Diperhatikannya gerak-gerik gerombolan itu. Seorang demi seorang mereka mundur. Rupanya di luar perkiraan mereka, bahwa Nabi Muhammad s.a.w. akan datang kembali bersama pamannya.

Abu Thalib terus berteriak kepada gerombolan itu: "Demi Allah, yang Muhammad beriman kepada-Nya. Jika ada seorang dari kalian yang berani melawan, akan kupersingkat umurnya dengan pedang ini!"
Setelah itu Abu Thalib dengan tangannya sendiri membersihkan tubuh Nabi Muhammd s.a.w. dari kotoran ternak dan darah. Semua kotoran itu dikumpulkan, digenggam, lalu dilemparkan ke wajah orang-orang Qureiys yang sedang siap hendak lari. Di hadapan Abu Thalib kelihatan sekali kekerdilan gerombolan itu.

Dalam membela dan melindungi Rasul Allah s.a.w. dari marabahaya keteguhan Abu Thalib dapat diandalkan benar. Keteguhannya itu tercermin juga dari syair-syair yang diucapkannya sendiri:
Janganlah kalian sulut api pengobar perang,
Yang akibat-pahitnya akan ditelan semua orang!
Demi Allah, Muhammad tak nanti 'kan kuserahkan
Kepada tangan pencetus bencana mengerikan.
Kenalkah kalian siapa Hasyim,
Ksatria yang pernah berpesan,
Agar kami berani berperang dengan semangat jantan?
Kami bukan pejuang-pejuang yang jemu perang,
Tak'kan kami sesali yang gugur di medan juang!
Kubela Rasul, utusan Penguasa Maha Kuasa,
Pembawa amanat berkilauan laksana kilat bercahaya,
Kubela dan kulindungi utusan Tuhan Ilahi,
Karena ia manusia kesayanganku sendiri,
Kulindungi ia dari serangan musuh-musuhnya,
Laksana gadis kulindungi dari gangguan pria!
Hai Abu Ya'la,
Teguh dan sabarlah dalam agama Muhammad,
Nyatakan dirimu terang-terangan sebagai muslim yang mantap,
Bulatkan tekad mendampingi pembawa kebenaran Tuhan,
Betapa riang hatiku mendengar engkau beriman,
Janganlah engkau menjadi kafir tidak bertuhan,
Jadikan dirimu pembela Rasul dan pembela Tuhan,
Tunjukkan agamamu di mata Qureiys terang-terangan,
Katakanlah: Muhammad bukan si tukang sihir!

Sumber

Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Share this article :

Post a Comment

 
TEMPLATE ASWAJA| Umar Bin Khattab - All Rights Reserved