Pemimpin memegang peran penting bagi sebuah rezim. Ia bisa
menjadi penyebab maju dan runtuhnya kekuasaan. Walau bukan khalifah, namun
Muhammad bin Abu Amir yang dikenal dengan Mulk Al-Manshur merupakan tokoh
sentral Daulah Umayyah di Andalusia.
Hanya tujuh tahun setelah tokoh ini wafat, masa keemasan Islam di Andalusia terus memudar. Bahkan menjadi pangkal kemelut yang berujung pada keruntuhan kekhalifahan ini. Selama 29 tahun sejak wafatnya Mulk Al-Manshur, pemerintahan Bani Umayyah mengalami kemelut berkepanjangan. Khalifah datang dan pergi silih berganti, diwarnai pula dengan kekerasan dan ambisi.
Ketika Mulk Al-Manshur meninggal dunia, posisinya segera digantikan oleh putranya, Abdul Malik bin Muhammad bin Abu Amir dengan gelar Mulk Al-Muzhafir. Kedudukannya dikukuhkan oleh Khalifah Hisyam II.
Hanya tujuh tahun setelah tokoh ini wafat, masa keemasan Islam di Andalusia terus memudar. Bahkan menjadi pangkal kemelut yang berujung pada keruntuhan kekhalifahan ini. Selama 29 tahun sejak wafatnya Mulk Al-Manshur, pemerintahan Bani Umayyah mengalami kemelut berkepanjangan. Khalifah datang dan pergi silih berganti, diwarnai pula dengan kekerasan dan ambisi.
Ketika Mulk Al-Manshur meninggal dunia, posisinya segera digantikan oleh putranya, Abdul Malik bin Muhammad bin Abu Amir dengan gelar Mulk Al-Muzhafir. Kedudukannya dikukuhkan oleh Khalifah Hisyam II.
Seperti ayahnya, ia adalah seorang negarawan yang cakap dan ahli
strategi militer. Ia menjalankan kebijakan sang ayah sebelumnya. Selama tujuh
tahun berkuasa, pihak Kristen di bagian utara Spanyol tidak bisa berbuat
apa-apa. Masa pemerintahannya itu dikenal dengan As-Sabi'.
Ketika Mulk Al-Muzhafir meninggal pada 399 H,
kedudukannya digantikan oleh saudaranya, Abdurrahman bin Muhammad bin Abu Amir.
Ia dikenal dengan An-Nashir Lidinillah. Kedudukannya pun dikukuhkan oleh
Khalifah Hisyam II.
Pemimpin baru ini
berbeda dengan ayah dan saudaranya. Dalam waktu singkat, ia justru meminta
pengukuhan dirinya sebagai khalifah pengganti Hisyam II. Ironisnya, permintaan
ini disetujui oleh Khalifah Hisyam II. Akibatnya, muncul kemarahan dan dendam di
kalangan keluarga Umayyah sendiri.
Pada 399 H, Mulk An-Nashir berangkat dengan pasukan besarnya untuk
mengamankan wilayah Galicia di bagian utara Spanyol. Sepeninggalnya, para pemuka
Bani Umayyah memecat Hisyam II dan mengangkat Muhammad bin Hisyam bin Abdul
Jabbar bin Abdurrahman III sebagai khalifah dengan gelar Khalifah Muhammad II
Al-Mahdi.
Mantan Khalifah
Hisyam II yang diberhentikan sempat melarikan diri dari Cordoba. Ada yang
menyebutkan ia melarikan diri ke pelabuhan Malaga dan menetap di sana beberapa
lama. Ketika mendengar pergantian itu, Mulk An-Nashir yang sedang berada di
Galicia segera kembali menuju Cordoba. Ketika itu terjadi pengepungan. Tanpa
diduga olehnya, ia pun dibunuh dalam peristiwa itu.
Khalifah Muhammad II Al-Mahdi ternyata mengabaikan
unsur Barbar yang menguasai lembaga ketentaraan. Bahkan ia melakukan
tekanan-tekanan yang membangkitkan kemarahan mereka.
Tindakah Khalifah Al-Mahdi itu tidak dapat diterima
oleh pihak Barbar. Mereka berinisiatif untuk mengangkat Hisyam bin Sulaiman bin
Hakam II bin Abdurrahman III untuk menggantikan Khalifah
Al-Mahdi.
Hal itu membangkitkan
kemarahan Khalifah Al-Mahdi. Para pembesar Barbar banyak yang melarikan diri.
Bahkan Khalifah Al-Mahdi sempat menangkap Hisyam bin Sulaiman dan saudaranya,
Abu Bakar bin Sulaiman, lalu menjatuhkan hukuman mati.
Seorang keponakannya, Sulaiman bin Hakam bin Sulaiman
sempat melarikan diri bersama pasukan Barbar. Oleh pihak Barbar, ia diresmikan
sebagai khalifah dengan panggilan Khalifah Sulaiman Al-Mustain sebagai pemimpin
Bani Umayyah di Andalusia yang ke-12.
Dengan pasukan besarnya, Khalifah Al-Mahdi mengepung
kota Az-Zahra. Pertempuran sengit pun pecah. Pasukan Khalifah Al-Mustain
terpaksa mengundurkan diri ke arah selatan menuju Algeciras dan bertahan di
tempat itu. Di tempat ini pula kembali terjadi pertempuran. Pasukan Al-Mahdi
porak-poranda dan terpaksa melarikan diri ke arah utara. Ia dikejar oleh pasukan
Khalifah Al-Mustain.
Penduduk Cordoba
yang mendengar berita itu merasa khawatir. Dengan segera mereka membuka
pintu-pintu Cordoba untuk menyambut kedatangan Khalifah Al-Mustain. Dengan
demikian, resmilah dirinya menjadi Khalifah Bani Umayyah ke-5 atau pemimpin
ke-12.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi
Bastoni