Masa kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. kurang lebih hanya dua tahun. Dalam waktu yang
singkat itu terjadi beberapa kali krisis yang mengancam kehidupan Islam dan
perkembangannya. Perpecahan dari dalam, maupun rongrongan dari luar cukup gawat. Di
utara, pasukan Byzantium (Romawi Timur) yang menguasai wilayah Syam melancarkan berbagai
macam provokasi yang serius, guna menghancurkan kaum muslimin Arab, yang baru saja
kehilangan pemimpin agungnya.
Dekat menjelang wafatnya, Rasul Allah s.a.w. merencanakan sebuah pasukan ekspedisi untuk
melawan bahaya dari utara itu, dengan mengangkat Usamah bin Zaid sebagai panglima. Tetapi
belum sempat pasukan itu berangkat ke medan juang, Rasul Allah wafat.
Setelah Abu Bakar r.a. menjadi Khalifah dan pemimpin ummat, amanat Rasul Allah dilanjutkan.
Pada mulanya banyak orang yang meributkan dan meragukan kemampuan Usamah, dan
pengangkatannya sebagai Panglima pasukan dipandang kurang tepat. Usamah dianggap masih
ingusan. Lebih-lebih karena pasukan Byzantium jauh lebih besar, lebih kuat persenjataannya
dan lebih banyak pengalaman. Apa lagi pasukan Romawi itu baru saja mengalahkan pasukan
Persia dan berhasil menduduki Yerusalem. Di kota suci ini, pasukan Romawi berhasil pula
merebut kembali "salib agung" kebanggaan kaum Nasrani, yang semulanya sudah jatuh ke
tangan orang-orang Persia.
Dengan dukungan sahabat-sahabat utamanya, Khalifah Abu Bakar r.a. berpegang teguh pada
amanat Rasul Allah s.a.w. Dalam usaha meyakinkan orang-orang tentang benar dan tepatnya kebijaksanaan Rasul Allah s.a.w., Imam Ali r.a. memainkan peranan yang tidak kecil. Akhirnya
Usamah bin Zaid tetap diserahi pucuk pimpinan atas sebuah pasukan yang bertugas ke utara.
Pengangkatan Usamah sebagai Panglima ternyata tepat. Usamah berhasil dalam ekspedisinya
dan kembali ke Madinah membawa kemenangan gemilang.
Bahaya desintegrasi atau perpecahan dalam tubuh kaum muslimin mengancam pula
keselamatan ummat. Muncul oknum-oknum yang mengaku dirinya sebagai "nabi-nabi". Muncul
pula kaum munafik menelanjangi diri masing-masing. Beberapa Qabilah membelot secara
terang-terangan menolak wajib zakat. Selain itu ada qabilah-qabilah yang dengan serta merta
berbalik haluan meninggalkan Islam dan kembali ke agama jahiliyah. Pada waktu Rasul Allah
masih segar bubar, mereka itu ikut menjadi "muslimin". Setelah beliau wafat, mereka
memperlihatkan belangnya masing-masing. Seolah-olah kepergian beliau untuk selama-lamanya
itu dianggap sebagai pertanda berakhirnya Islam.
Demikian pula kaum Yahudi. Mereka mencoba hendak menggunakan situasi krisis sebagai
peluang untuk membangun kekuatan perlawanan balas dendam terhadap kaum muslimin.
Tidak kalah berbahayanya ialah gerak-gerik bekas tokoh-tokoh Qureiys, yang kehilangan
kedudukan setelah jatuhnya Makkah ke tangan kaum muslimin. Mereka itu giat berusaha
merebut kembali kedudukan sosial dan ekonomi yang telah lepas dari tangan. Tentang mereka
ini Khalifah Abu Bakar r.a. sendiri pernah berkata kepada para sahabat: "Hati-hatilah kalian
terhadap sekelompok orang dari kalangan 'sahabat' yang perutnya sudah mengembang, matanya
mengincar-incar dan sudah tidak bisa menyukai siapa pun juga selain diri mereka sendiri.
Awaslah kalian jika ada salah seorang dari mereka itu yang tergelincir. Janganlah kalian sampai
seperti dia. Ketahuilah, bahwa mereka akan tetap takut kepada kalian, selama kalian tetap
takut kepada Allah…"
Berkat kepemimpinan Abu Bakar r.a., serta berkat bantuan para sahabat Rasul Allah s.a.w.,
seperti Umar Ibnul Khattab r.a., Imam Ali r.a., Ubaidah bin Al-Jarrah dan lain-lain, krisis-krisis
tersebut di atas berhasil ditanggulangi dengan baik. Watak Abu Bakar r.a. yang demokratis,dan
kearifannya yang selalu meminta nasehat dan pertimbangan para tokoh terkemuka, seperti
Imam Ali r.a., merupakan, modal penting dalam tugas menyelamatkan ummat yang baru saja
kehilangan Pemimpin Agung, Nabi Muhammad s.a.w.
Dengan masa jabatan yang singkat, Khalifah Abu Bakar r.a. berhasil mengkonsolidasi persatuan
ummat, menciptakan stabilitas negara dan pemerintahan yang dipimpinnya dan menjamin
keamanan dan ketertiban di seluruh jazirah Arab.
Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. memang seorang tokoh yang lemah jasmaninya, akan tetapi ramah
dan lembut perangainya, lapang dada dan sabar.Sesungguhpun demikian, jika sudah
menghadapi masalah yang membahayakan keselamatan Islam dan kaum muslimin, ia tidak
segan-segan mengambil tindakan tegas, bahkan kekerasan ditempuhnya bila dipandang perlu.
Konon ia wafat akibat serangan penyakit demam tinggi yang datang secara tiba-tiba.
Menurut buku Abqariyyatu Abu Bakar, yang di tulis Abbas Muhammad Al 'Aqqad", sebenarnya
Abu Bakar r.a. sudah sejak lama terserang penyakit malaria. Yaitu beberapa waktu setelah
hijrah ke Madinah. Penyakit yang dideritanya itu dalam waktu relatif lama tampak sembuh,
tetapi tiba-tiba kambuh kembali dalam usianya yang sudah lanjut. Abu Bakar r.a. wafat pada
usia 63 tahun.
Sumber
Buku : Sejarah Hidup Imam Ali bin Abi Thalib r.a.
Oleh : H.M.H. Al Hamid Al Husaini
Post a Comment