Nama lengkapnya adalah Abu Manshur Al-Fadhl bin Al-Mustazhir
Billah. Dikenal sebagai sosok yang mempunyai kepribadian kuat, disiplin,
memiliki pemikiran yang cemerlang dan sangat berwibawa. Mampu mengatur masalah
negara dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak heran bila ia dicintai
rakyatnya.
Al-Mustarsyid dilahirkan pada Rabiul Awwal 485 H.
Ibunya mantan budak. Ia dilantik menjadi khalifah Bani Abbasiyah ke-29
(1118-1135 M) ketika ayahnya meninggal pada Rabiul Awwal 512 H.
Ibnu As-Subki dalam Thabaqat Asy-Syafi'iyah,
mengatakan di awal-awal pemerintahannya Al-Mustarsyid menjadi seorang ahli
ibadah. Ia sering menyendiri di tempat ibadah dan memakai kain wol yang kasar.
Namanya ditulis dalam mata uang pada 488 H. Khalifah acap kali melakukan koreksi
dengan memberikan masukan kepada sekretarisnya.
Berbeda dengan para khalifah sebelumnya yang rela
menyesuaikan diri dengan kedudukannya dan bersedia menjadi sekedar lambang
kekuasaan. Khalifah Al-Mustarsyid ingin memulihkan wewenang dan wibawa khalifah.
Apalagi saat itu ia melihat sengketa antara keluarga Bani Seljuk dan Sultan
Mahmud yang memperebutkan jabatan sultan di Baghdad.
Sultan Mahmud lebih banyak berada di luar Baghdad
untuk menghadapi lawan-lawan politik yang ingin menumbangkannya. Khalifah
Al-Mustarsyid berkesempatan membuat pasukan sendiri di Baghdad dengan alasan
menjaga keamanan ketika Sultan Mahmud tidak ada. Belakangan, pasukan itu menjadi
kekuatan besar dan tangguh.
Masa pemerintahan Al-Mustarsyid sempat dikotori oleh
banyaknya rongrongan dan gangguan dari para pemberontak. Hampir semua
pemberontakan yang ada dihadapi langsung oleh khalifah dengan gagah berani tanpa
kenal takut. Pemberontakan yang terbesar adalah yang terjadi di Irak di mana
akhirnya khalifah mengalami kekalahan.
Pada 525 H, Sultan Mahmud bin Muhammad Malik Syah
meninggal dunia. Ia digantikan anaknya yang bernama Dawud. Tak lama kemudian
terjadilah pemberontakan yang dilakukan pamannya, Mas'ud bin
Muhammad.
Setelah sekian lama berperang, keduanya mengadakan
perjanjian damai dan membagi wilayah kekuasaan menjadi dua. Keduanya menjadi
raja kecil di wilayah itu. Kemudian Khalifah Al-Mustarsyid menobatkan keduanya
sebagai sultan.
Ketika terjadi perselisihan antara khalifah dan
Mas'ud, khalifah memeranginya. Saat kedua pasukan bertemu, banyak tentara
khalifah yang melakukan pengkhianatan, sehingga akhirnya peperangan dimenangkan
oleh tentara Mas'ud. Khalifah bersama para panglima perangnya akhirnya ditawan
dalam sebuah benteng di Hamadzan.
Berita tertangkapnya khalifah segera tersiar luas di
Baghdad. Banyak penduduk Baghdad yang menyesali tertangkapnya khalifah. Mereka
meminta agar sang pemimpin dibebaskan.
Sultan Sanjar mengirimkan utusan kepada saudaranya,
Mas'ud, agar membebaskan khalifah. Hal ini didorong oleh protes massal yang
dilakukan penduduk Baghdad. Akhirnya Mas'ud menuruti saran saudaranya itu,
khalifah dibebaskan dengan syarat mencium bumi dan ia meminta khalifah
mengampuni apa yang telah dilakukannya.
Tak lama kemudian, datanglah utusan Sultan Sanjar
disertai sejumlah tentara. Namun tentaranya disusupi oleh orang-orang dari
kelompok Bathiniyah yang bermaksud membunuh khalifah.
Ibnul Atsir menyebutkan, ada 24 orang Bathiniyah yang
masuk ke kemah khalifah. Mereka membunuh Khalifah Al-Mustarsyid dengan sadis.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis, 17 Dzulqa'dah 529 H. Saat itu usia Khalifah
Al-Mustarsyid 43 tahun, masa pemerintahannya 17 tahun 6 bulan 20
hari.
Mengenai hal ini ada dua pendapat yang beredar.
Pendapat pertama mengatakan, Mas'ud tidak tahu-menahu tentang hal itu dan
semuanya di luar koordinasinya. Pendapat kedua mengatakan, Mas'udlah yang
merencanakan semua itu untuk membunuh khalifah.
Pasukan penyusup itu kemudian menyerang dan membunuh
khalifah beserta para pengawalnya. Kejadian itu tidak sempat diketahui oleh para
tentara yang lain. Ketika mengetahui khalifah terbunuh, mereka segera mencari
penyusup itu dan membunuhnya.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni