Ibadah shalat didasarkan atas tiga prinsip:
1) bahwa hati merendah ketika memandang Keagungan Allah dan Ketinggian- Nya;
2) bahwa lidah menyatakan Ketinggian Allah dan kerendahan ini disampaikan dengan pernyataan yang paling jelas; dan
3) bahwa anggota tubuh dididik (dilatih) sesuai dengan kerendahan ini.
Seorang penyair menyampaikan kesaksiannya:
Tiga bagian tubuhku dilimpahi kemurahan-Mu, Tanganku, lidahku, dan relung-relung hatiku Di antara perbuatan-perbuatan mengagungkan adalah berdiri di hadapan-Nya, mengadu kepada-Nya dengan doa yang mendalam, dan menghadap kepada-Nya. Sikap yang lebih kuat dari ini adalah menyadari kerendahan dirinya dan ketinggian Tuhannya, dengan cara menundukkan kepalanya.
Manusia dan binatang, semuanya, biasanya cenderung mengangkat leher sebagai tanda kesombongan dan keangkuhan, dan menundukkannya sebagai tanda kepatuhan dan kerendahan.
Inilah makna firman Allah Swt., “Senantiasa leher-leher mereka tunduk kepada-Nya dalam kerendahan” (QS Al-Syu‘arâ’ [26]: 4).
Kemudian, sikap yang lebih kuat lagi adalah meletakkan wajah, yang merupakan bagian tubuh yang paling mulia dan tempat pertemuan semua perasaannya, di atas tanah di hadapan- Nya. Ketiga bentuk pengagungan tersebut telah dikenal luas di berbagai kalangan masyarakat, dari berbagai tradisi dan budaya yang berbeda, dan mereka terus mempraktikkannya di dalam penyembahan mereka dan di hadapan raja-raja serta ratu-ratu mereka. Bentuk shalat yang paling utama menggabungkan ketiga sikap tersebut (secara berurutan) mulai dari yang paling rendah kepada yang paling tinggi, untuk semakin meningkatkan perasaan kepatuhan dan kerendahan diri mereka.
Sumber :
Buku : Buat apa shalat
Dr. Haidar Bagir
Post a Comment