Pertempuran Kadisiah, bagaimana mulanya
Mendengar Mugirah menyebut-nyebut soal jizyah yang harus dibayarkan Persia kepada Arab, timbul kesombongan teman-temannya.
Ada yang naik pitam di antara mereka. Tetapi Rustum meminta Mugirah menunggu dulu sambil mempertimbangkan keadaan. Keesokan harinya ia mengirim orang lagi kepada Sa'd agar mengirimkan delegasi yang akan membicarakan masalah perdamaian. Utusan Sa'd itu pun berbicara sama seperti yang dikatakan Mugirah. Rustum menawarkan kepadanya seperti yang ditawarkan Yazdigird kepada sahabat-sahabatnya, bahwa ia akan memberikan bahan makanan untuk kesejahteraan orang-orang Arab, menghormati pemuka-pemuka mereka asal mau pulang ke negeri mereka. Setelah utusan Muslimin itu menolak kecuali Islam, jizyah atau perang, sekali lagi Rustum memintanya menunggu dulu. Setelah itu ia mengutus orang lagi dengan permintaan agar dikirim seorang utusan yang lain lagi. Kaum Muslimin sejak masa Nabi dulu tak pernah mau menunda-nunda tugas-tugas delegasi lebih dari tiga hari; sesudah itu damai atau perang. Setelah pihak Muslimin tetap bertahan dengan pendirian mereka: Islam, jizyah atau perang, sekarang memang sudah tak ada jalan lain kecuali perang.
Coba kita lihat, sampai berapa jauhkah pengaruh ramalan buruk Rustum dan keprihatinannya itu mengenai kesudahan perang nanti sehingga ia mau mencari jalan damai berapa pun harga yang harus dibayarnya? Beberapa sumber ada yang berpendapat demikian, dan beberapa sejarawan menyebutkan bahwa hati Rustum memang sudah cenderung kepada Islam kalau tidak karena stafnya yang menolak. Pendapat ini lebih dapat diterima mengingat apa yang akan kita lihat sebentar lagi mengenai kekuatan dan keberanian pihak Persia dalam dua hari pertama Pertempuran Kadisiah. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa maksud Rustum mengulur-ngulur pasukan Muslimin dengan harapan akan terjadi perselisihan pendapat di kalangan mereka. Kalau mereka berselisih sesudah melihat kekuatan pasukan Persia yang begitu besar menuju ke tempat mereka, mereka akan makin lemah, mereka tidak akan mampu melawan panglima yang terkenal perkasa dan pasukannya itu. Mana pun dari kedua pendapat itu yang benar, sikap Muslimin tetap tak berubah, satu sama lain tak berbeda pendapat:
Islam, jizyah atau perang. Ketika itulah Rustum mengirim orang kepada Sa'd dengan mengatakan: Kalian menyeberang ke tempat kami atau kami yang akan menyeberang ke tempat kalian. Sa'd tidak akan menyeberangi sungai itu. Contoh seperti Perang Jembatan masih terbayang dalam pikirannya. Juga ia tidak akan membiarkan Rustum menyeberang dan menyusun barisan untuk memeranginya. Oleh karena itu ia tetap tenang di tempatnya dengan posisinya yang dilindungi sungai di depannya, Parit Shapur di sebelah kanannya dan sahara yang membentang luas di belakangnya.
Sa'd memang tidak akan menyeberangi sungai, dan Rustum pun tidak akan tetap kaku di tempatnya itu. Wibawa kerajaan sudah centang perenang, kekuasaannya di Mada'in sudah makin lemah dalam hati penduduk Irak yang terdiri dari orang-orang Persia dan Arab. Kalau Rustum tak dapat menghajar Kadisiah dengan sekali pukul, kekuasaan itu akan hancur dan wibawanya akan lenyap. Di samping itu, pasukan Yazdigird memang sudah berapi-api ingin menghadapi pasukan Muslimin, ingin menghapus kenistaan dan kehinaan yang dulu tercoreng di kening kawan-kawan mereka. Jadi buat Rustum tak ada jalan lain harus menyeberangi sungai dan menghadapi musuh. Ketika Sa'd menolak menyeberangi Atiq lewat jembatan, ia berkata kepada mereka: Tak ada kemenangan yang sudah kami peroleh yang akan kami kembalikan kepada kalian. Rustum menunda dan menunggu sampai malam gelap. Ia memerintahkan anak buahnya menimbun Sungai Atiq dengan tanah dan batang-batang kayu dan segala yang ada pada mereka yang tak diperlukan
dalam perang.
dalam perang.
Sekarang pasukan Persia menyeberangi jembatan itu. Kemudian Rustum menempatkan pasukan gajah di tengah-tengah, di sayap kanan dan kiri yang membawa peti-peti dan anggota pasukan, sementara pasukannya sendiri di belakangnya. Untuk dia sendiri dipasang kemah yang dilengkapi dengan peterananya yang mewah dan bersulam emas.
Demikianlah kedua angkatan bersenjata itu sudah bersiap-siap akan bertempur. Dari detik ke detik kedua pihak saling menunggu dimulainya perang. Mereka sadar, bahwa mereka sedang menghadapi suatu pertempuran yang paling dahsyat, yang akan menentukan, pasukan Persia yang kalah dan jalan ke Mada'in terbuka bagi pihak Arab, atau pasukan Muslimin yang kalah lalu kembali ke padang pasir di Semenanjung.
Hanya Allah Yang tahu, masih akan dapatkah mereka kembali ke Irak sekali lagi?
Menghadapi pertempuran demikian Yazdigird ingin sekali mengikuti perkembangannya dari waktu ke waktu, bahkan dari detik ke detik, sehingga seolah ia berada di tempat itu. Kebalikannya dari Rustum, ia percaya akhirnya akan memenangkan pertempuran. Bukankah ia masih muda, pemuda tidak mengenal putus asa, kegagalan dan kekalahan tidak akan pernah dibayangkan! Bukankah Persia sudah seia sekata dengan dia, hal yang tak pernah terjadi sebelumnya terhadap siapa pun yang naik takhta? Sudah dapat dipastikan yang menang adalah Persia!
Persia akan pasti menang. Makin kuat keinginannya akan mengikuti jalannya pertempuran yang akan dimenangkan Persia itu. Oleh karenanya, ia menempatkan orang-orangnya dari Mada'in ke Kadisiah. Mereka yang terdekat dari medan pertempuran akan menyampaikan beritaberita itu kepada yang lebih dekat dan yang ini akan meneruskan kepada yang berikutnya, dan begitu seterusnya hingga sampai ke Mada'in.
Dengan demikian berita demi berita akan. masuk ke telinganya. Ia percaya sekali, bahwa berita terakhir yang akan diterimanya adalah tentang kemenangan pasukannya yang telak.