Para tokoh terkemuka di Baghdad sempat membicarakan siapa yang
akan menggantikan Khalifah Al-Qaim. Pembicaraan itu berlangsung di bawah
pimpinan Menteri Nizham Al-Muluk yang mewakili Sultan Malik Syah. Pilihan
akhirnya jatuh pada Al-Muqtadi Biamrillah. Hal ini sesuai dengan wasiat Khalifah
Al-Qaim sebelumnya.
Namanya Abul Qasim Abdullah bin Adz-Dzakhirah Abul
Abbas Muhammad bin Al-Qasim Biamrillah. Ayahnya meninggal saat Khalifah Al-Qaim
masih hidup. Saat itu dia masih berada dalam kandungan.
Dia dilahirkan enam bulan setelah kematian ayahnya.
Ibunya seorang mantan budak bernama Arjuwan dari keturunan Seljuk. Konon ibunya
diberi gelar Qurratu A'yun. Ia sempat menikmati masa pemerintahan anaknya, juga
kekhalifahan Al-Mustazhir Billah dan Al-Mustarsyid Billah.
Dia dilantik sebagai khalifah Bani Abbasiyah ke-27
(1075-1094 M) setelah kakeknya meninggal. Saat itu Al-Muqtadi berumur 19 tahun 3
bulan. Pembai'atannya sebagai khalifah dihadiri oleh seorang ulama besar, yaitu
Sykeh Abu Ishaq Asy-Syairazi dan Ibnu Shabbaghah Ad-Damighani.
Al-Muqtadi dikenal sebagai sosok yang taat beragama,
memiliki perilaku yang baik, jiwa yang kokoh, serta cita-cita dan keinginan yang
tinggi. Dia merupakan salah seorang terpandai di antara Khalifah Bani
Abbasiyah.
Pada masanya, pondasi kekhilafahan sangat kokoh dan
mantap, serta memiliki kehormatan yang tinggi. Satu hal yang sangat jauh berbeda
dengan pemerintahan sebelumnya.
Di antara hasil kerja baiknya adalah mengasingkan
penyanyi wanita dan wanita yang tidak sopan dari Baghdad. Dia juga memerintahkan
kepada setiap rakyat agar tidak masuk ke tempat mandi kecuali menggunakan
sarung. Dia juga menghancurkan bangunan-bangunan tempat pengawasan orang-orang
mandi dengan tujuan untuk menjaga kehormatan orang yang mandi.
Pada 484 H, orang-orang Eropa menguasai pulau Sisilia.
Pulau itu sebenarnya merupakan pulau yang berhasil ditaklukkan orang-orang Islam
pada tahun dua ratusan Hijriyah. Pada masa itu yang berkuasa di wilayah tersebut
adalah keluarga Aghlab sebelum datangnya Bani Ubaidi Al-Mahdi dari kalangan
Syi'ah di Maroko.
Pada 485 H, Sultan Malik Syah datang ke Baghdad dengan
rencana jahat. Dia mengirimkan seorang utusan kepada khalifah dengan membawa
sepucuk surat, di dalamnya ia mengatakan, "Khalifah harus menyerahkan Baghdad
kepada saya, dan pergilah kemana saja engkau suka!"
Khalifah Al-Muqtadi sangat terkejut mendengar
ancaman ini. Dia berkata pada utusan itu, "Beri saya waktu sebulan untuk
memikirkan permintaannya."
Namun dengan kasar Malik Syah mengirim kembali
utusan itu seraya berkata, "Tak mungkin aku tunda walau hanya satu
jam!"
Khalifah akhirnya mengirim utusan kepada pembantu
Malik Syah untuk menundanya hingga sepuluh hari. Dalam masa penundaan ini, Malik
Syah jatuh sakit lalu meninggal dunia. Peristiwa ini dianggap sebagai karomah
yang diberikan Allah kepada khalifah.
Disebutkan bahwa dalam masa-masa penundaan itu,
Khalifah Al-Muqtadi selalu melakukan puasa. Jika waktu berbuka tiba, ia duduk di
atas debu dan mendoakan semoga Malik Syah celaka. Dan Allah mengabulkan doanya,
sehingga sultan tamak itu pergi dijemput ajal.
Saat kematian Sultan Malik Syah, istrinya yang bernama
Turkan sengaja merahasiakannya. Setelah kematian suaminya, ia mengirim beberapa
utusan kepada beberapa pejabat secara rahasia. Dia meminta mereka agar
menyatakan sumpah setia kepada anaknya, Mahmud, dan menjadikannya sebagai
sultan. Para pejabat pun menyatakan sumpah setia.
Kemudian Turkan meminta Khalifah Al-Muqtadi untuk
mengangkat anaknya sebagai sultan. Al-Muqtadi mengabulkan permintaannya dan
menggelari Mahmud dengan Nashir Ad-Dunya wa Ad-Din.
Setelah itu, muncul pemberontakan yang dilakukan
saudara Mahmud sendiri yang bernama Barkiyaruq bin Malik Syah. Akhirnya
Barkiyaruq diangkat sebagai sultan dengan gelar Rukn Ad-Daulah. Peristiwa ini
terjadi pada bulan Muharam 487 H.
Keesokan harinya, 15 Muharam 487 H, Khalifah
Al-Muqtadi meninggal secara mendadak. Disebutkan bahwa salah seorang budaknya
yang bernama Syam An-Nahr telah meracuninya.
Setelah khalifah mangkat, ia digantikan oleh anaknya
yang bernama Al-Mustazhir. Masa pemerintahan Al-Muqtadi berlangsung selama 19
tahun 8 bulan kurang dua hari. Usianya ketika wafat 38 tahun 8 bulan 7
hari.
Sumber: Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni