Tetapi Umar melihat perbuatan Khalid itu tak dapat diterima. Perasaan dan hati kecilnya menolak. Bagaimana ia akan diam, bagaimana akan membiarkan Khalid tenang-tenang begitu saja, merasa tak pernah berbuat kesalahan, tak pernah berdosa! Ia harus mengulangi lagi kata-katanya kepada Abu Bakr dan mengatakannya terus terang, bahwa musuh Allah ialah orang yang melanggar hak seorang Muslim lalu membunuhnya dan mengawini istrinya. Samasekali tidak jujur perbuatan demikian itu jika tidak dijatuhi hukuman. Menghadapi kemarahan Umar itu tak ada jalan lain buat Abu Bakr harus memanggil Khalid dan menanyakan segala yang diperbuatnya itu.
Tatkala kemudian Khalid datang dari medan perang ke Medinah, dan masuk ke mesjid dengan perlengkapan perang, mengenakan pakaian luar berbercak karat besi, di ikat kepalanya diselipkan beberapa anak panah. Begitu dilihatnya melangkah ke dalam mesjid, Umar berdiri, direnggutnya anak panah itu dari kepalanya dan diremukkannya seraya berkata:
"Engkau membunuh seorang Muslim kemudian mengawini istrinya heh! Sungguh akan kurajam engkau dengan batu!"
Khalid diam, tidak melawan dan tidak berkata sepatah kata pun. Menurut dugaannya, Abu Bakr pun akan sependapat dengan Umar. la terus menemui Abu Bakr dan dilaporkannya keadaan Malik dan pembelaannya terhadap Sajah serta sikapnya yang maju mundur setelah itu.
Pelbagai alasan dikemukakannya mengenai pembunuhan itu. Abu Bakr memaafkannya dan dapat memahami atas segala kejadian yang masih dalam suasana perang itu. Tetapi ia mendapat teguran keras karena perkawinannya dengan seorang perempuan sementara darah suaminya belum lagi kering. Dalam perang orang Arab sangat menjauhi perempuan, dan berhubungan dengan mereka selama itu dipandang sangat tercela.
Khalid keluar dari tempat Khalifah dengan tetap sebagai seorang pemimpin pasukan. Ia bersiap-siap akan kembali kepada mereka dan akan memimpin mereka ke Yamamah.
Ketika melewati Umar yang masih ada di mesjid Khalid berpaling kepadanya seraya berkata:
"Marilah, anak Umm Salamah!"
Ia mengeluarkan kata-kata itu dengan pandangan mata mengejek, dan nada suaranya menyiratkan kemenangan seolah ia hendak berkata: simpanlah batu-batumu itu, dan rajamkanlah kepada orang lain.
Umar yakin sudah bahwa Abu Bakr telah memaafkannya dan rupanya ia diterima dengan baik. Sekarang giliran Umar yang diam. Hari itu persoalan antara kedua orang itu selesai sudah dengan sekadar tukar menukar kata-kata.
Di sadur dari buku : Abu Bakar