Pendirian Umar tidak berubah apa pun yang telah dilakukan Khalid. Setelah Abu Bakr wafat, dan Umar kemudian dibaiat sebagai penggantinya, yang pertama sekali dilakukan ialah mengutus orang ke Syam mengabarkan kematian Abu Bakr, dan bersamaan dengan utusan yang membawa berita itu dibawanya pula sepucuk surat keputusan memecat Khalid dari pimpinan militer. Ketika kembali ke Medinah Khalid langsung
menegurnya atas pemecatannya itu.
"Aku memecat engkau bukan karena menyangsikan engkau," jawab Umar. "Tetapi orang banyak akan terpengaruh kepadamu, maka aku khawatir engkau pun akan terpengaruh oleh mereka." Alasan itu masuk akal juga. Tetapi ahli-ahli sejarah umumnya sependapat bahwa Umar masih terpengaruh oleh pendiriannya yang dulu juga, tentang Khalid yang membunuh Malik bin Nuwairah serta mengawini istrinya itu. Dan pendirian ini berdampak juga pada pemecatan Khalid.
Mutammam setelah pembuniihan saudaranya
Usaha Mutammam bin Nuwairah tidak pula kurang dari usaha Abu Qatadah sejak ia tiba di Medinah. la menuntut diat (uang tebusan) atas kematian Malik itu kepada Abu Bakr, yang kemudian dipenuhinya. Selanjutnya ia membicarakan masalah tawanan perarig. Abu Bakr menulis surat supaya tawanan itu dikembalikan.
Di Medinah Mutammam masih tinggal agak lama, sampai sesudah ekspedisi Yamamah. Umar menaruh simpati kepadanya karena pendiriannya mengenai Khalid yang begitu gigih. Dalam pada itu Mutammam
banyak membuat elegi sajak-sajak meratapi kematian saudaranya itu yang dinilai termasuk karya sastra Arab bermutu. Mengenai hubungan Mutammam dengan Umar disebutkan, bahwa ketika pada suatu pagi
Umar bin Khattab usai salat subuh, ia melihat ada seorang laki-laki pendek dan bermata sebelah sedang bertelekan pada sebuah busur dengan memegang sebatang gada (tongkat besar). Setelah ditanya barulah
tahu dia bahwa orang itu Mutammam bin Nuwairah. Dimintanya ia membacakan sajaknya tentang saudaranya itu. Mutammam membacakan salah satu puisinya sampai pada kata-kata:
Kami seperti menyesali Jazimah selama bertahun-tahun, Sehingga dikatakan tak akan pernah bercerai;
Setelah kami berpisah, aku dan Malik, Karena lama berkumpul, seolah tak pernah bermalam bersama.
"Sungguh ini suatu kenangan mengharukan," kata Umar. "Kalau aku pandai bersajak aku akan meratapi saudaraku Zaid seperti simpatimu untuk saudaramu ini."
"Tetapi kalau saudaraku mati seperti kematian saudaramu, aku tak akan meratapinya," kata Mutammam. Zaid gugur di Yamamah sebagai syahid di bawah pimpinan Khalid bin Walid.
Mendengar jawaban Mutammam itu Umar berkata lagi:
"Tak pernah ada orang menghibur hatiku seperti yang dilakukan oleh Mutammam ini."
Di sadur dari buku : Abu Bakar