Pasukan Khalid berturut-turut memasuki Yamamah dan berita ini sampai pula kepada Musailimah. Ketika itu Mujja'ah bin Murarah berangkat dalam sebuah satuan hendak mengadakan balas dendam kepada Banu Amir dan Banu Tamim. Ia khawatir akan kehilangan kesempatan jika harus menghadapi pasukan Muslimin. Setelah berhasil melaksanakan balas dendamnya Mujja'ah kembali dengan pasukannya. Begitu sampai di tanjakan Yamamah mereka sudah letih sekali dan langsung tidur. Tetapi pasukan Khalid menyadari dan segera menyusul mereka. Khalid tahu mereka itu adalah Banu Hanifah. Menurut perkiraannya mereka bergegas hendak menyerangnya, maka diperintahkan supaya didahului. Bahwa kata mereka keluar hendak membalas dendam untuk urusan mereka sendiri, rupanya tak ada gunanya. Ketika ditanya pendapat mereka tentang Islam, mereka menjawab: Dari kami seorang nabi dan dari kalian seorang nabi.
Mujja 'ah sebagai sandera
Salah seorang dari mereka Sariyah bin Amir sambil memperlihatkan pedang kepada Khalid berkata:
"Hai laki-laki, jika engkau menghendaki masa depan kota ini baik atau buruk, biarkanlah orang ini hidup." Ia berkata begitu sambil menunjuk kepada Mujja'ah. Orang ini oleh Khalid dijadikan sandera, dibiarkan tidak dibunuh, karena dia termasuk salah seorang pemimpin Banu Hanifah, yang di kalangan mereka sendiri mendapat tempat terhormat.
Di samping itu Khalid memang memerlukan bantuannya dalam memberikan pendapat. Ia dibelenggu dengan rantai besi dan ditempatkan di kemahnya, dengan tugas menjaga istrinya yang baru, Laila Umm Tamim.